Oleh : Nor Faizah Rahmi, S.Pd.I (Pendidik dan Pemerhati Generasi)
Menteri Agama, Fakhrurazzi menyatakan pihak-pihaknya telah menghapus konten-konten ajaran-ajaran radikal dalam 155 buku pelajaran Agama Islam yang berasal dari lima mata pelajaran, yakni Akidah Akhlak, Fiqih, Qur’an Hadis, Sejarah Kebudayaan Islam, dan Bahasa Arab. Untuk menyambut semester baru ini pemerintah melakukan revisi materi atau bahan ajar sekolah tak terkecuali ajaran agama Islam, konten radikal seperti perang dan jihad.
Menteri agama mengungkapkan penghapusan konten radikal tersebut merupakan bagian dari penguatan moderisasi beragama.
Dalam Buku Agama Islam yang akan diterapkan tahun ajaran 2020/2021 itu, masih terdapat materi soal khilafah dan nasionalisme. Namun diterangkan bahwa khilafah tak lagi relevan di Indonesia.
Menag juga menyampaikan bahwa pihaknya tengah menjalankan program moderasi beragama yakni pembangunan rumah moderasi di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) serta penguatan bimbingan perkawinan. “Presiden menggarisbawahi penguatan bimbingan perkawinan pada upaya membangun generasi sehat, kita perkuat lagi dengan moderasi beragama,” ujarnya.
Selain itu, program moderasi beragama lainnya yang juga tengah dijalankan Kemenag yakni pelatihan bagi guru dan dosen, penyusunan modul pengarusutamaan Islam wasathiyah, serta madrasah ramah anak.
Penghapusan konten radikal ini merupakan bagian dari program penguatan moderisasi beragama yang dilakukan kementrian agama. Konten ajaran jihad dihapus, padahal jihad adalah salah satu ajaran Islam yang wajib dan sangat mulia. Namun materi khilafah tetap ada dalam buku-buku tersebut.
Upaya itu dilakukan setelah menemukan pelajaran yang tak sesuai konteks zaman seperti khilafah dan jihad. Buku agama Islam revisi terbaru masih memuat khilafah dan nasionalisme. Meski demikian, buku itu akan memberi penjelasan bahwa khilafah tak lagi relevan di Indonesia.
(makassar.terkini, 2/7/2020)
Sikap kementrian agama merombak materi khilafah merupakan bentuk penyesatan sistematis terhadap ajaran Islam. Sekaligus mengkonfirmasi islamophobia ada dalam tubuh rezim.
Kebijakan ini menghasilkan kurikulum pendidikan sekuler anti Islam. Kurikulum yang seharusnya mengarahkan anak umat memperjuangkan tegaknya Islam, diganti dengan materi yang mendorong mereka mengganti Islam dengan sistem buatan manusia.
Materi ajaran Islam nampak terlihat dipilah-pilih, lambat laun kebijakan ini akan menggiring para pelajar kepada moderisasi dan sekulerisasi. Sebagai seorang muslim yang taat, semestinya kita wajib berislam secara kaffah (menyeluruh) bukan memilah-milah sesuai dengan kepentingan dan kehendak manusia.
Sebagaimana dipahami, bahwa Khilafah adalah sistem pemerintahan yang diwariskan Rasulullah Saw. hingga sanad khilafah sampai ke beliau. Sedangkan sistem Demokrasi-Kapitalis yang diterapkan di Indonesia saat ini adalah sistem buatan manusia. Sanadnya dari bangsa Yunani yang ironisnya kini nyaris ambruk akibat mengalami krisis parah.
Adapun pernyataan khilafah tidak relevan untuk zaman sekarang adalah salah besar. Sebab Islam termasuk Khilafah adalah ajaran yang diturunkan Allah Swt untuk seluruh umat manusia. Maka Islam cocok diterapkan di semua tempat dan zaman atas izin Allah.
Program moderasi beragama juga seakan menggiring opini bahwa lawan dari radikal adalah moderat. Seolah-olah radikal itu buruk dan karenanya seorang muslim tidak boleh radikal. Kemudian ajaran-ajaran yang dipandang radikal harus disingkirkan, padahal tuntutan moderasi dalam berislam tidaklah memiliki landasan filosofis, teologis dan ideologis.
Islam memerintahkan umatnya untuk berislam secara kafah. Islam dijalankan dalam seluruh aspek kehidupan, baik dalam keluarga, masyarakat dan negara. Demikianlah pendidikan sekuler hanya melahirkan kurikulum sekuler, yang menjauhkan umat Islam dari ajaran-ajaran Islam, termasuk ajaran jihad dan khilafah.
Padahal dua ajaran inilah yang menjadi kekuatan besar umat Islam yang pernah membangun peradaban Islam. Karenanya, kurikulum sekuler ini wajib digantikan dengan kurikulum pendidikan Islam. Hanya saja, kurikulum pendidikan Islam lahir dari institusi Islam yakni khilafah.
Khilafah menjadikan kurikulum pendidikan wajib berlandaskan akidah Islam. Seluruh materi pelajaran dan metode pengajaran dalam pendidikan disusun agar tidak menyimpang dari landasan tersebut.
Tujuan pendidikan dalam khilafah adalah membentuk kepribadian Islam dan membekalinya dengan ilmu dan pengetahuan yang berhubungan dengan masalah kehidupan.
Landasan setiap ilmu pengetahan yang didapatkan anak didik didalam negara khilafah baik pengetahuan yang terpancar dari akidah Islam seperti pemikiran tentang akidah dan hukum-hukum syara’ maupun pengetahuan yang didasari atas akidah Islam, seperti sejarah dan ilmu-ilmu lainnya harus merujuk pada akidah Islam.
Oleh karena itu materi pengajaran tidak keluar dari dua macam.
Pertama, Ilmu Pengetahuan Sains (ilmiah) untuk pengembangan akal agar manusia dapat menetapkan hukum atas perkataan, perbuatan, dan suatu benda dari sisi fakta dan karakteristiknya, serta kesesuaiannya dengan fitrah manusia, seperti kimia, fisika, ilmu astronomi, matematika dan ilmu terapan lainnya. Ilmu ini tidak berhubungan langsung dengan pembentukkan kepribadian Islam.
Kedua, ilmu tentang hukum syara mengenai perkataan, perbuatan, dan suatu benda dari sisi penjelasan hukum syara’ taklifi yaitu wajib, mandub, mubah, makruf dan haram; atau dari sisi penjelasan hukum syara’ wadh’I yaitu sebab, syarat, mani’, rukhsah. ‘azimah, shahih, bathil dan fasid. Ilmu pengetahuan inilah yang membentuk pola pikir Islami.
Terlihat jelas, sungguh luar biasa kurikulum pendidikan dalam Islam.
Jadi, moderasi beragama yang disampaikan pemerintah akan menjadikan generasi tidak mengenal ajaran Islam seperti khilafah dan jihad bahkan bisa menentangnya. Ini sesuatu yang sangat membahayakan.
Padahal yang sangat membahayakan saat ini bukanlah kedua hal itu tetapi sistem sekuler-kapitalis yang diadopsi negeri saat inilah yang menjadi ancaman besar bagi umat. Maka, semestinya kebijakan ini harus ditolak karena berdampak pada penyesatan terhadap ajaran Islam.
Wallahu a'lam bisshawab.