Oleh: Erna Kusuma Wardani S.Pd (Guru Intensive Course Privat dan Bimbel)
Bicara tentang Palestina mungkin yang terngiang konflik peperangan yang tak berkesudahan. Beberapa dari kita memahami konfliknya hanya konflik dingin antar saudara. Tak ubahnya yang diperkarakan adalah harta warisan, demikian pula Palestina dan Israel baku hantam karena tanah.
Namun, sejarah menguak fakta yang sebenarnya perkara ini bukan konflik internal antar saudara melainkan kejahatan kriminal Perampok (Israel) terhadap Tuan Rumah (Palestina). Konflik antar keduanya seperti tak memiliki akhir, bahkan dapat dikatakan konflik antar mereka terjaga dan terpelihara. Kendati demikian, dunia muslim seolah dibungkam diam tak berkutik. Bahkan, ketika seorang korban penculikan dibungkam mulut, tangan, dan kakinya mereka akan berusaha berteriak walaupun suaranya tertahan dan melakukan gerakan berontak. Kenyatannya itu tidak berlaku bagi negeri muslim antek barat, mereka diam terbungkam buta.
Palestina merupakan bagian dari negeri syam yang penaklukkan pertamanya dilakukan oleh Umar bin al-Khattab dan yang kedua oleh Salahuddin al-Ayubi. Penakklukan kedua dilakukan pasca kekalahan Daulah Khilafah Utsmani dalam Perang Dunia I. Diumpamakan Daulah Khilafah saat itu bak satu buah mangga ranum yang dipotong-potong menjadi beberapa bagian oleh Inggris dan Perancis.
Tahun 1916 perjanjian Sykes-Picot menyepakati pembagian wilayah timur tengah bagi kedua negara dimana Palestina ditetapkan sebagai perbatasan kedua wilayah dan sebab itu Palestina dijadikan sebagai wilayah Internasional.
Dari sinilah Inggris dan Perancis berusaha menyerahkan Palestina kepada komunitas Yahudi yang disahkan dalam perjanjian Balfour tanggal 2 November 1917.
Penyerahan ini juga dikatakan sebagai kesepakatan penyerahan Palestina kepada komunitas Yahudi dan mendirikan negara Israel bagi Yahudi di Palestina. (muslimahnews.id)
Inggris dan Perancis memenuhi kebutuhan kaum Yahudi agar terbentuk negara Israel berupa senjata dan dana besar-besaran. Kemudian Amerika Serikat (AS) andil mengambil peran dengan memberi saham yang jumlahnya lebih fantastis dari pelahirnya demi terjaminnya kepentingan AS di timur tengah.
Singkatnya, pasca Perang Dunia II melalui resolusi Majelis Umum pada 29 Oktober 1947 Palestina dibagi menjadi dua yang sebagian besar diserahkan kepada Yahudi. Selanjutnya Yahudi mendeklarasikan negara Israel di tahun 1948.
Dari sini, kita akan paham siapa perampok dan siapa yang dirampok, tidak lagi memahami konflik berkelanjutan antara Palestina dan Israel sebagai konflik antar saudara.
Kejadian-kejadian di Palestina selalu menggetarkan hati kaum muslim, sepanjang tahun 2018-2020 setidaknya ada tiga tragedi memprihatinkan dan kembali menjadi sorotan dunia.
Tahun 2018 Donald Trump (Presiden AS) mendeklarasikan sepihak kepemilikan al-Aqsa atau kaum Yahudi menyebutnya Yerussalem sebagai ibu kota Israel. Dia melangsungkan realisasinya dengan mengirim anak perempuannya sebagai perwakilan dirinya melegalkan al-Aqso sebagai ibu kota Israel. Tak ada angin dan hujan, para pemuka al-Aqsa dan kaum muslimin dunia bagai tersambar petir di siang bolong mendengar deklarasi keputusan Trump.
Tahun 2019 pun Gaza kembali membara. Amukan rudal Israel menewaskan warga sipil yang tak berdosa. Serangan udara yang dilakukan Israel ke jalur Gaza menyebabkan puluhan penduduk sipil tewas dan ratusan luka-luka. Serangan Israel terjadi atas respon terhadap demontrasi yang dilakukan penduduk Palestina di perbatasan. Respons berlebihan Israel tehadap warga sipil Palestina tak terbendung. Israel kerap menggunakan militer saat menghadapi demonstran Gaza. (muslimahnews.id)
Dan yang masih hangat sebagai topik media sosial dan media mainstream bahwa Apple Maps dan Google Maps meniadakan label Palestina sebagai sebuah negara dalam aplikasi peta digital milik Apple dan google itu. Dari The Independent mengungkapkan Apple dan Google maps memang tidak pernah mencamtumkan label Palestina, namun yang ditemukan ketika nama Palestina diketik pada aplikasi tersebut hanya penunjukan jalur menuju Gaza.
Apakah Palestina akan menemukan akhir dari masalah-masalahnya? Jawabannya tidak, jika Sistem dunia masih dalam genggaman ideologi Kapitalisme. Negera-negara dengan label maju akan menjadikan prahara Palestina-Israel sebagai ladang bisnis tanpa memandang ada jutaan nyawa melayang dan jutaan keluarga muslim menderita, wanita-wanita muslim dihinakan, anak-anak terbunuh dengan sengaja. Jawabannya iya, jika kaum muslimin berdiri dalam satu komando Khalifah dalam bingkai Khilafah Islamiyah ‘Ala Minhajjin Nubuwwah. Islam sebagai Ideologi dan Khilafah sebagai sistem negara pengemban Ideologi Islam sebagai satu-satunya aturan hidup yang mengatur sesuai dengan fitrah.
Menentukan masa depan Palestina dan dunia berada dalam genggaman kaum muslim, asalkan umat mengeratkan tali jamaah dengan tekad kuat untuk meraihk kebangkitan hakiki. Bergandeng erat menabuh genderang perjuangan melawan ideologi Kapitalisme serta menumpaskan, menghancurkan, dan memusnahkan ia hingga tak ada bahaya laten. Seyogyanya, diganti dengan sistem yang memiliki muruah yang tinggi yaitu Islam dalam bingkai Khilafah Islamiyah.
Allahu’alam