By : Ratna Sari Dewi
Ditengah buruknya penanganan pandemi, pemerintah dan semua pihak bersikukuh tetap menyelenggarakan pilkada serentak 2020. Ini dianggap mekanisme sistem untuk melanggengkan kepemimpinan kapitalis dengan sistem demokrasi buatan manusia yang selalu membawa kesengsaraan bagi seluruh umat manusia.
Hilangnya kepercayaan umat terhadap sistem kapitalis yang rusak sudah pada titik klimaks ditambah lagi tidak becusnya pemerintah menangani pendemi corona yang melanda negeri kita Indonesia membuktikan sistem kapitalis sudah tidak ada tempat dihati umat.
Seperti diberitakan dari laman,Jakarta, INDONEWS.ID -- Kinerja partai politik di Indonesia belum memuaskan bagi perkembangan demokrasi elektoral di Indonesia. Karena itu pula, kepercayaan publik terhadap partai politik berada pada titik nadir. Belum lagi ulah berbagai oknum yang terlibat kasus korupsi, membuat salah satu dari pilar utama dari demokrasi tersebut semakin rusak. Lantas dari mana praktik korupsi di partai politik itu bermula?
Mantan aktivis mahasiswa dan tokoh nasional Dr Rizal Ramli mengatakan bahwa praktik korupsi di dalam partai politik itu berawal dari upeti yang terjadi saat pemilihan umum kepala daerah (Pilkada) maupun pemilihan presiden (Pilpres).
“Partai politik umumnya mendapatkan uang dari upeti-upeti dari Pilkada dan Pemilihan Presiden (Pilpres). Disitulah dimulai ‘Politik Uang’. Cabub, Cagub, Capres tinggal sewa bus2 Parpol, apalagi ada syarat Threshold — itu adalah ‘sekrup pemerasan’ yang menghasilkan demokrasi kriminal !! Itulah mengapa demokrasi di Indonesia tidak membawa kesejahteraan rakyat. Sehabis itu mereka lupakan rakyat, karena sibuk menjadi begal untuk kembalikan uang ke sponsor sewa bus partai & perkaya diri & keluarganya,” ujar Rizal Ramli atau biasa disapa Bang RR dalam cuitan di Twitter-nya, @RamliRizal, di Jakarta, Senin (4/5).
Memilih pemimpin dengan cara kotor hanya bisa dilakukan oleh sistem kapitalis dan pasti menciptakan pemimpin yang bermental kriminal. Bukannya sibuk memimpin untuk kesejahteraan rakyat, ini malah menjadikan kekuasaannya untuk berkorporasi dengan para kapital bersama-sama merampok kekayaaan alam negri Indonesia. Terpapar secara gamblang bukti pemimpin hasil sistem kapitalis dengan lebih mementingkan para kapital dan penjajah asing ketimbang rakyat dengan beberapa Undang-Undang yang merugikan rakyat dan malah menguntungkan para kapital seperti Undang-Undang Omnimbuslaw, Undang-Undang Minerba danUndang-Undang Haluan Idiologi Pancasila yang menuai penolakan penuh dari rakyat.
Sebagian pihak (lokal dan Internasional) menyebut momen pilkada 2020 di tengah pandemi di putuskan agar kroni penguasa agar tidak hilang kesempatan duduk di kursi kuasa. Banyak yang mengkritik bahwa mekanisme demokrasi (pilpers dan pilkada) justru mengekalkan mekanisme sistem kriminal yang menghasilkan legitimasi perampokan kekayaan negara dan penyengsaraan nasib rakyat. Seakan dipaksakan oleh para penguasa negri.
Sudah saatnya kita campakan seluruh sistem yang dibuat oleh manusia dari sistem kapitalis liberalisme dan sistem komunisme. Dengan kembali umat islam bangkit melanjutkan kekehidupan Islam dengan sistem Khilafah Islamiyah.
Menerapkan seluruh aturan Allah SWT secara menyeluruh baik individu perbuatannya terikat terhadap hukum Islam dan negara sebagi sarana penerpan seluruh hukum-hukum islam secara menyeluruh.