Kebijakan Pelonggaran di Era Normal Baru, Akankah Beresiko Peningkatan Kasus Covid-19?

Oleh : Ummu Amira Aulia, Sp

Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 mengungkapkan bahwa produktif di tengah masa pandemi virus corona (COVID-19) atau masa normal baru, semakin berisiko di sejumlah daerah (VIVAnews).

Disisi lain, Pemerintah mengatakan anggaran kesehatan untuk penanganan Covid-19 yang sebesar Rp87,55 triliun tidak akan bertambah hingga akhir tahun walaupun kasus positif Covid-19 saat ini semakin banyak dengan jumlah penambahan rata-rata per hari di atas 1000 kasus (aa.com.tr).

Menurut Achmad Yurianto, Jubir khusus Penanganan Covid 19 mengatakan, "gambaran-gambaran ini meyakinkan kita bahwa aktivitas yang dilaksanakan untuk mencapai produktivitas kembali di beberapa daerah masih berisiko. Ini karena ketidakdisiplinan dalam menerapkan protokol kesehatan."

Namun beberapa sikap antisipasi tetap dilakukan oleh beberapa daerah. Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) proporsional di Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Depok, Kota Bekasi, dan Kabupaten Bekasi (Bodebek) diperpanjang terhitung mulai 3 Juli hingga 17 Juli 2020. Upaya itu di antaranya untuk mempercepat penanganan Covid-19.
Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jawa Barat, Daud Achmad, menjelaskan, perpanjangan itu ditindaklanjuti tim gugus tugas dengan rapid test secara massal (VIVAnews).

*Benarkah, naiknya kasus Covid 19, disebabkan karena masyarakat tidak menerapkan protokol standar kesehatan?*

Tidak sesederhana itu. Banyak faktor yang mempengaruhi cepatnya penyebaran Covid 19.

"Kita bisa belajar pada Vietnam yang sukses menekan penderita Covid-19, dengan memberlakukan lockdown secara tegas bagi warganya dan pelacakan yang cermat. Pemerintah Vietnam rupanya telah belajar banyak pada penanganan pandemi SARS pada tahun 2002 lalu yang banyak memakan korban jiwa di Vietnam," jelas Abubakar Eby Hara, pengamat Hubungan Internasional FISIP Universitas Jember (Unej).

Abubakar menilai ada tiga faktor yang menjadi penentu kemampuan sebuah negara mampu menangani pandemi Covid-19. Ketiga faktor tersebut yakni State Capacity (kemampuan negara), Social Trust (kepercayaan sosial) dan Leadership (Kepemimpinan). (Merdeka.com).

 *Keberhasilan penanganan Covid 19, Menyelaraskan Sains Teknologi dan Kepemimpinan*

Dalam sejarah, wabah penyakit menular pernah terjadi pada masa Rasulullah saw. Wabah itu ialah kusta yang menular dan mematikan sebelum diketahui obatnya. Untuk mengatasi wabah tersebut, salah satu upaya Rasulullah saw. adalah menerapkan karantina atau isolasi terhadap penderita. Ketika itu Rasulullah saw. memerintahkan untuk tidak dekat-dekat atau melihat para penderita kusta tersebut. Beliau bersabda:

‏ لاَ تُدِيمُوا النَّظَرَ Ø¥ِÙ„َÙ‰ الْÙ…َجْØ°ُومِينَ

Janganlah kalian terus-menerus melihat orang yang mengidap penyakit kusta (HR al-Bukhari).

Dengan demikian, metode karantina sudah diterapkan sejak zaman Rasulullah saw. untuk mencegah wabah penyakit menular menjalar ke wilayah lain. Untuk memastikan perintah tersebut dilaksanakan, Rasul saw. membangun tembok di sekitar daerah yang terjangkit wabah. Peringatan kehati-hatian pada penyakit kusta juga dikenal luas pada masa hidup Rasulullah saw. Abu Hurairah ra. menuturkan bahwa Rasulullah bersabda, “Jauhilah orang yang terkena kusta, seperti kamu menjauhi singa.” (HR al-Bukhari).
(Media umat news).

Metode karantina yang dilakukan oleh Rasulullah adalah bentuk kepemimpinan yang tanggap.

Selain itu, kepemimpinan Rasulullah saat menghadapi wabah, dibarengi dengan penelitian yang cermat terhadap penyakit tersebut. Beliau memerintahkan untuk mengisolasi atau mengkarantina para penderitanya di tempat isolasi khusus. Jauh dari pemukiman penduduk. Ketika diisolasi, penderita diperiksa secara detail. Lalu dilakukan langkah-langkah pengobatan dengan pantauan ketat. Para penderita baru boleh meninggalkan ruang isolasi ketika dinyatakan sudah sembuh total.

Penanganan ala Rasulullah, sebagai kepala negara daulah islamiyah, merupakan bukti nyata kepemimpinan yang "gercep". Dibarengi dengan kemajuan sains pada zamannya. Itu tidak perlu diragukan lagi.

Islam memiliki aturan yang lebih istimewa dibandingkan kapitalis. Vietnam dengan keberhasilannya, menjalankan semua itu itu lewat militer yang keras. Beda halnya dengan Islam, keberhasilan dilakukan tanpa tekanan terhadap masyarakat. Masyarakat dalam Islam sudah dibekali dengan keimanan.Tidak perlu ditakut-takuti oleh kekuatan militer.

Kas di dalam Baitul mal, dalam pemerintahan Islam selalu stabil. Tidak pernah mengalami defisit kecuali beberapa kali saja. Sehingga daulah Islam senantiasa mampu menyediakan fasilitas terbaik untuk menangani berbagai wabah.

Beda halnya dengan kapitalis, selalu bergantung pada keuangan negara. Mereka membuat status melonggarkan PSBB misalnya, dikarenakan ekonomi negara lemah. Di sisi lain rakyat banyak yang bertumbangan dikarenakan virus ini.

Demikian keistimewaan Islam yang tiada bandingannya. Sudah waktunya kita beralih menuju syariat Islam yang mulia ini. Tanpa ragu dan ditunda. Wallahualam bishowab. (Tulungagung, 14 Juli 2020).
Previous Post Next Post