Oleh : Wanda Maryam Syam
(Mahasiswi)
Seperti tak ingin berhenti menghantui, keadilan hukum di Indonesia kembali menimbulkan pertanyaan di masyarakat. Sudah menjadi rahasia umum jikalau di Indonesia banyak kasus-kasus yang diproses dengan tak masuk akal. Dari hukuman para koruptor yang mewah hingga hukuman untuk rakyat kecil yang kelaparan dan berujung pada bertahun-tahunnya di penjara.
Mungkin sebagian orang akan merasa bosan dengan berita-berita tersebut hingga akhirnya memilih melewatkannya begitu saja. Tapi, coba kembali sejenak, apakah mereka yang menjadi korban dari kasus-kasus tersebut bisa melewatkannya seperti kita?
Seperti kasus yang baru-baru ini muncul kembali dari mati surinya. Kasus yang penuh dramastis dalam prosesnya. yaitu kasus penyiraman air keras pada Novel Baswedan. Kasus yang terjadi dua tahun lalu ini kembali ramai diperbincangkan karena tertangkapnya para pelaku. Namun, yang menimbulkan naiknya kasus ini disebabkan jaksa penuntut hanya menuntut kedua pelaku tersebut dengan vonis satu tahun penjara.
Dilansir dari liputan6.com, “Menuntut supaya majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara menjatuhkan pidana terhadap terdakwa selama 1 tahun dengan perintah supaya terdakwa tetap ditahan,” ucap jaksa dalam tuntutannya.
Hal itu, sontak membuat publik geram dengan pernyataan tersebut. Karena hal itu tidak sebanding dengan apa yang akan ditanggung korban seumur hidup yaitu kebutaan mata sebelah kiri dan mata kanan yang hanya dapat melihat 50% saja. Kerusakan akibat penyerangan ini bersifat permanen dan tentu saja merugikan sekali untuk kehidupan korban sehari-hari. Dengan alasan tidak sengaja dan bukan mengincari mata korban melainkan tubuh korban, kedua pelaku ini berhasil mendapat keringanan hukum dari jaksa penuntut sendiri.
Kasus ini rupanya mencuri perhatian banyak orang, salah satunya adalah seorang komika bernama Bintang Emon. Dari Story Instagram di akunnya, ia membagikan alasan dimana dirinya tak bisa menerima alasan tuntutan dari jaksa penuntut. Anehnya, pernyataan Bintang Emon tersebut yang telah ditonton lebih dari 14 juta kali ini menimbulkan kontroversi di antara netizen yang menonton. Hal ini semakin menambah kecurigaan di mata publik. Ketidaksengajaan yang bentuknya begitu terencana.
Sudah begitu lama keadilan hukum di Indonesia dipertanyakan. Bahkan pernyataan hukum bagaikan pedang, tajam ke bawah dan tumpul ke atas sudah begitu sering didengar. Tapi, rasanya hukum di Indonesia tak pernah berubah dan terus berkompas di satu tempat yang sama tanpa perubahan nyata. Hal inilah yang seharusnya menjadi PR kita bersama, agar berfikir dan mencoba untuk mencari jalan keluar.
Demokrasi yang merupakan anak dari Kapitalisme memang terkenal sekali dengan ‘kelonggaran’ dalam memandang hukum. Karena hukum yang dibuat berdasarkan akal manusia, maka akan mudah sekali ditarik ulur sesuai dengan kepentingan. Maka perkataan ‘Hukum bisa dibeli’ bagaikan julukan yang memang menggambarkan sistem hukum hari ini. Sehingga mencari keadilan dalam rezim demokrasi hanyalah ilusi, kasus ini menyempurnakan bukti bahwa semua aspek kekuasaan demokrasi baik (legislatif, eksekutif dan yudikatif) telah menunjukkan kegagalannya dalam memberantas tuntas korupsi dan mewujudkan keadilan dan kesejahteraan.
Hal ini berbeda terbalik dengan hukum Islam. Dalam sistem Islam, suatu kezaliman ialah ketika seorang pemimpin melalaikan tugasnya. Politik dalam Islam berarti mengurusi urusan umat. Dalam Islam, kemaslahatan umat ialah tugas penting dan wajib untuk dipenuhi pemimpin. Namun, coba lihat dengan demokrasi sekarang. Kata politik seolah hanya melambangkan kekuasaan. Kata mengurusi ataupun mengayomi rakyat itu hanyalah modal janji di awal saja.
Sudah begitu banyak kasus di sistem Demokrasi ini yang tak kunjung membawa sejahtera. Negara ini bagaikan kapal yang sedang terombang ambing di lautan yang entah akan bermuara kemana. Jika kita tengok kembali sejarah Islam, Selama 13 abad lamanya Islam berjaya, begitu banyak sejarah emas tercatat di dalamnya. Bukan hanya masalah hukum seperti kasus di atas, melainkan pendidikan, ekonomi, serta keamanan berjalan dengan baik.
Begitulah kesempurnaan Islam dengan segenap aturan nya, yang sangat lengkap untuk mengatur kehidupan manusia. Sehingga tidak membutuhkan aturan lain untuk mengatur kehidupan ini. Dengan memakai aturan Islam keadilan dan kesejahteraan akan terwujud, tidak akan lagi ditemui ketimpangan hukum atau kasus lainnya karena aturannya berdasarkan wahyu Allah SWT bukan nafsu manusia. wallahu’alam bishawab.