Oleh : Umi Sari Nadhirah
Akhir-akhir ini, masyarakat sedang diusik dengan pemberitaan disusunnya Rancangan Undang-Undang Halaun Ideologi Pancasila (RUU HIP). Kabar tersebut banyak menimbulkan penolakan baik dari anggota parlemen yang mengusung nama beberapa partai dan masyarakat luas terlebih lagi di masa sekarang yang merupakan era pandemi. Dengan lonjakan penderita yang melonjak drastis, pemerintah malah membuat kebijakan-kebijakan yang tidak masuk akal seperti aturan “New Normal”, dan salah satunya fokus pada RUU HIP ini.
Lalu apa sebenarnya isi dari RUU HIP?
Haluan ideologi pancasila adalah pedoman bagi penyelenggara negara dalam menyusun dan menetapkan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi terhadap kebijakan pembangunan nasional di bidang politik, hukum, ekonomi, sosial, budaya, mental, spiritual, pertahanan dan keamanan yang berlandaskan pada ilmu pengetahuan dan teknologi, serta arah bagi seluruh warga negara dan penduduk dalam kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan pada nilai-nilai pancasila (Kumparan.com, 04/05/20).
Menurut majalah tempo, rancangan tersebut memiliki naskah akademik setebal 100 halaman dan terbagi menjadi 6 bab. Bagian latar belakang naskah akademi tersebut menyatakan bahwa beberapa peristiwa seperti gejala intoleransi antar umat beragama, kesenjangan ekonomi antar masyarakat dan degradasi moral dalam kehidupan masyarakat terjadi karena pancasila belum menjadi pedoman penyelenggara kekuasaan negara. Halauan ideologi pancasila dapat dipahami sebagai pedoman bagi penyelenggara negara dalam menyusun dan menetapkan pelaksanaan dan evaluasi pembangunan nasional di bidang politik, hukum, ekonomi, sosial (Majalah.tempo.co, 20/06/20).
Namun rancangan tersebut tidak lepas dengan kritik dan kontra yang terjadi di tengah-tengah masyarakat dan para tokoh-tokoh pemerintahan yang mengusung nama-nama partai tertentu. Di antaranya Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah meminta agar DPR dan pemerintah menghentikan pembahasan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP). Sebab muatan RUU tersebut dinilai bertentangan dan makin mereduksi nilai-nilai pancasila.
Menurut Muhammadiyah, pancasila dengan sila-sila yang ada di dalamnya mengandung nilai-nilai fundamental yang tidak dapat dan tidak seharusnya diubah atau ditafsirkan ulang. Sebab, hal itu berpotensi menyimpang dari maksud dan pengertian yang sebenarnya serta melemahkan kedudukan pancasila sebagai dasar negara (Tirto.id, 15/06/20).
Ditambah lagi sepertinya untuk saat ini adalah saatnya fokus kepada era pandemi yang banyak meresahkan masyarakat dengan terus melonjaknya angka yang terinfeksi. Sehingga terkesan pemerintah santai tanpa mencari solusi terbaik untuk menekan angka kesakitan akibat Covid-19. Dan lebih sibuk pada RUU yang tidak diketahui akankah memberikan impact yang besar pada masyarakat luas.
Selain itu masih banyak orang yang belum mengetahui arti sebenarnya tentang apakah itu ideologi. Ideologi atau dalam bahasa arab disebut sebagai mabda adalah pemikiran mendasar yang disebut dengan akidah, yaitu pemikiran menyeluruh tentang alam semesta, manusia, dan kehidupan. Dan di atas pemikiran mendasar tersebut akan dibangun pemikiran-pemikiran lain.
Apabila ditelusuri di seluruh dunia hanya terdapat 3 mabda/ideologi, di antaranya, kapitalisme, sosialisme, dan Islam.
Masing-masing mabda memiliki pemikiran-pemikiran mendasar yang dijadikan landasan, di antaranya:
Mabda/ideologi kapitalisme adalah pemisahan antara agama dengan kehidupan. Dengan tidak langsung mengakui eksistensi Tuhan, akan tetapi agama hanya sekadar hubungan antara individu dengan penciptanya saja. Dengan demikian, di dalam akidah sekuler secara tersirat mengandung pemikiran menyeluruh tentang alam semesta, manusia, dan hidup. Mabda ini bersumber dari akal manusia semata yang terbatas. Dan ide sekularisme adalah dasar atau akidahnya.
Mabda kapitalisme tidak sesuai dengan fitrah manusia karena di satu sisi mengakui keberadaan Tuhan, namun di sisi lain manusialah yang dianggap layak untuk menetapkan aturan. Mabda ini mendefinisikan masyarakat adalah kumpulan dari individu-individu, kebebasan individu dijamin oleh negara. Kebebasan adalah yang paling penting, serba bebas (liberalisme) dalam masalah akidah, pendapat, pemilikan dan kebebasan pribadi.
Adapun sosialisme, memandang bahwa alam semesta, manusia, dan hidup merupakan materi belaka, dan materi asal dari segala sesuatu. Dari perkembangan dan evolusi materi inilah benda-benda lainnya menjadi ada. Dan tidak ada satu zat pun yang terwujud sebelum alam materi ini. Ide ini berpandangan bahwa materi bersifat kekal, tidak berawal dan tidak berahkir, materi bersifat wajibul wujud (wajib adanya). Sehingga ide ini mengingkari adanya pencipta, mabda sosialisme menganut ide bahwa masyarakat dibentuk oleh unsur manusia, alam dan alat-alat produksi dan interaksi antara ketiganya. Negara di atas segalanya dan individu merupakan salah satu gigi roda dalam roda masyarakat yang berupa sumber daya alam, manusia, barang produksi dan lain-lain, dan standar perilaku ditentukan oleh negara.
Dari penjelasan tersebut terdapat kesamaan antara kapitalisme dan sosialisme. Keduanya berpendapat dalam memberikan kebebasan pribadi bagi manusia, bebas berbuat semaunya menurut apa yang diinginkannya selama ia melihat dalam perbuatannya itu terdapat kebahagiaan. Selain itu kedua mabda tersebut berpedapat bahwa kebahagiaan itu adalah dengan memperoleh sebesar-besarnya kesenangan yang bersifat jasmaniah.
Sedangkan mabda Islam adalah sebuah ideologi yang bersumber dari wahyu Allah Swt kepada Rasulullah. Dan dasar akidahnya adalah "Laa ilaaha illaa Allah, Muhammad Rasulullah." Akidah Islam menetapkan bahwa sebelum kehidupan ini ada sesuatu yang wajib diimani keberadaannya, yaitu Allah Swt, dan menetapkan pula iman terhadap alam sesudah kehidupan dunia, yaitu hari Kiamat. Juga bahwasanya manusia dalam kehidupan dunia ini terikat dengan perintah-perintah Allah dan larangan-larangan-Nya, yang merupakan hubungan kehidupan ini dengan sebelumnya. Manusia terikat pula dengan pertanggungjawaban atas kepatuhannya memenuhi semua perintah dan menjauhi semua larangan-Nya. Seluruh perbuatan terikat dengan hukum syara’.
Islam sesuai dengan fitrah manusia, karena Islam menetapkan bahwa manusia itu lemah, maka segala aturan apa pun harus berasal dari Allah Swt melalui wahyu yang disampaiakan kepada Rasulullah untuk seluruh manusia. Masyarakat dipandang sebagai kumpulan individu-individu yang dipersatukan oleh pemikiran, perasaan dan sistem aturan yang sama. Individu adalah salah satu anggota masyarakat, individu diperhatikan demi kebaikan masyarakat dan masyarakat diperhatikan untuk kebaikan individu. Dalam Islam kepemilikan terhadap kekayaan dibagi tiga, yaitu kepemilikan individu, umum dan negara.
Dari penjelasan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa mabda yang tumbuh dalam benak manusia melalui wahyu Allah adalah mabda yang benar. Sebab Allah Swt adalah Sang pencipta alam semesta, manusia dan kehidupan. Sedangkan mabda yang tumbuh dalam benak manusia karena kejeniusan yang nampak pada dirinya adalah mabda yang salah (bathil). Karena berasal dari akal manusia yang terbatas, yang tidak mampu menjangkau segala sesuatu yang nyata. Juga karena pemahaman manusia terhadap proses lahirnya peraturan selalu menimbulkan perbedaan, perselisihan, dan pertentangan. Dari ketiga mabda di atas memiliki landasan berpikir atau akidah masing-masing yang menjadi tolak ukur bagi manusia dalam melakukan suatu perbuatan juga memiliki pandangan yang khas untuk melaksanakan segala peraturan dalam kehidupan.
Sepatutnya sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia sudah tidak perlu mendebatkan dan menggunakan mabda lain dalam menetapkan aturan kehidupan. Karena sesungguhnya Allah Swt sudah menyiapkan sebuah ideologi/mabda dengan segala aturan dan solusi segala problematika sesuai dengan fitrah manusia sebagai bekal untuk meraih kebahagiaan hakiki, yakni kebahagiaan yang kekal dalam kehidupan dunia dan setelahnya.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْۤا اَطِيْـعُوا اللّٰهَ وَاَ طِيْـعُوا الرَّسُوْلَ وَاُ ولِى الْاَ مْرِ مِنْكُمْ ۚ فَاِ نْ تَنَا زَعْتُمْ فِيْ شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلَى اللّٰهِ وَا لرَّسُوْلِ اِنْ كُنْـتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِا للّٰهِ وَا لْيَـوْمِ الْاٰ خِرِ ۗ ذٰلِكَ خَيْرٌ وَّاَحْسَنُ تَأْوِيْلًا
"Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan ulil amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu, lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." (QS. An-Nisa: 59).
Wallahu'alam.