Oleh : Shinta Nur'ain
Lebih dari lima bulan sudah pandemi virus covid- 19 melanda bangsa ini. Rakyatpun mulai pasrah dengan kondisi antara beraktifitas di luar rumah untuk mencari nafkah agar keluarga tidak kelaparan dengan ancaman terpapar virus yang mematikan ini. Bahkan, kurva penambahan korban pun tak kunjung melandai. Walaupun, sudah dilakukan upaya penangan virus, namun nyatanya penambahan korban yang terpapar justru semakin meningkat.
Karut marut penanganan pandemi ini banyak menelan korban jiwa, dari mulai rakyat biasa hingga tenaga medis. Ditambah lagi mahalnya tes corona juga telah menelan korban. Seorang bayi meninggal di kandungan ibunya yang tidak mampu membayar tes covid sebagai prasyarat operasi kehamilan.
Peristiwa ini diakibatkan karena Tes SWAB sangat memilukan seharusnya hal tersebut tidak terjadi jika rakyat mendapatkan hak yang layak dalam bidang kesehatan.
"Ibu Ervina ditolak tiga rumah sakit karena biaya rapid dan swab test-nya tidak ada yang menanggung, sehingga di RS terakhir anak dalam kandungannya meninggal," kata pendamping Ervina dan juga aktivis perempuan, Alita Karen, Rabu (17/6/2020). Kompas.com
Asosiasi Rumah Sakit Swasta menjelaskan bahwa adanya biaya tes virus corona karena pihak RS harus membeli alat uji dan reagen sendiri, dan membayar tenaga kesehatan yang terlibat dalam uji tersebut.Biaya rapid test mulai dari Rp 200.000 hingga Rp 500.000, sedangkan untuk swab test (alat PCR) antara Rp 1,5 juta hingga Rp 2,5 juta, belum termasuk biaya-biaya lain.
Terkait dengan komersialisasi Tes Corona, pengamat kebijakan public dari Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah menyebut mahalnya biaya tes corona yang dilakukan rumah sakit swasta akibat lemahnya peran pemerintah dalam mengatur dan mengawasi uji tes.
Pemerintah sudah mewajibkan seluruh rakyaknya untuk membayat BPJS, namun ternyata BPJS belum memberikan jaminan untuk rakyat dalam mendapatkan pelayanan kesehatan. Begitu malang kondisi rakyak dengan sumber daya alam yang sangat kaya ini. Rakyat miskin dalam berbagai macam aspek kehidupan. Seharusnya peran pemerintahlah yang menjadi sentral dalam menyelesaikan persoalan ini namun yang tejadi pemerintah hanya sebagai pengatur keselarasan antara kepentingan rakyat dan pengusaha, rakyat dibiarkan mandiri dan negara tidak memiliki peran sebagai penangungjawab rakyat. Maka bisa dikatakan Negara sudah abai terhadap rakyatnya sendiri.
Berbeda jauh seandainya sistem islam yang diterapkan. Dalam sistem Islam yang sempurna dan Paripurna . Tentu kejadian yang memilukan seperti ini tidak mungkin akan terjadi. Dalam Islam kesehatan masyarakat terlepas dari kalangan manapun menjadi kebutuhan dasar yg harus dipenuhi negara secara cuma cuma . Islam meletakkan dinding pemisah yang tebal antara kesehatan dan kapitalisali atau aspek bisnis . Dalam islam negara menyediakan sarana dan prasana terbaik dengan tujuan melayani kebutuhan rakyat tanpa pandang bulu dan tanpa memungut biaya sepeserpun karena itu merupakan tanggung jawab negara.
Demikialah jaminan layanan kesehatan terbaik untuk rakyat yang didapat secara gratis hanya dapat di wujudkan dalam sistem pemerintahan yang berdiri di atas aturan terbaik yaitu akidah dan syariah islam .
wallohua'lam bishowab .