HUTANG LN MEMBENGKAK, SALAH SIAPA?


Oleh: Ana Mardiana

Tahun ini pemerintah berencana akan menambah utang baru dengan nominal amat besar, yakni mencapai Rp1.006 triliun. Jumlah itu mencapai tiga kali lipat dari utang setiap tahun, didasari Perppu 1/2020 dengan dalih menghadapi wabah corona.

Menurut peneliti AEPI Salamuddin Daeng, jika pemerintah gagal mendapatkan utang sebesar itu, dipastikan APBN ambyar total. Sementara rencana cetak uang Rp6.000 triliun dimentahkan Bank Indonesia (BI). Artinya, rencana ini ambyar. BI ketakutan. (bisnisnews.id, 13/5/2020)

Di saat yang sama, utang luar negeri Indonesia juga makin membengkak. BI mencatat pembengkakan utang luar negeri (ULN) Indonesia pada akhir April 2020 menjadi sebesar USD400,2 miliar. ULN terdiri dari sektor publik yakni pemerintah dan bank sentral sebesar USD192,4 miliar dan sektor swasta termasuk BUMN sebesar USD207,8 miliar.

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Onny Widjanarko mengatakan perkembangan ULN tersebut dipengaruhi arus modal masuk pada Surat Berharga Negara (SBN) dan penerbitan Global Bonds pemerintah sebagai bagian dari pemenuhan kebutuhan pembiayaan, termasuk dalam rangka penanganan wabah Covid-19. (asiatoday.id, 15/6/2020)

Dalam catatan MenKeu Sri Mulyani, total pendapatan negara hingga Mei 2020 turun 9,1%, penerimaan pajak turun 10,8% menjadi Rp444,6 triliun, sedangkan penerimaan bea dan cukai masih tumbuh 12,4% menjadi Rp81,7 triliun. Realisasi belanja negara tercatat Rp843,9 triliun, turun 1,4%.

Belanja negara terdiri dari belanja pemerintah pusat Rp537,3 triliun dan transfer ke daerah dan dana desa Rp306,6 triliun. Adapun posisi utang pemerintah per April 2020 sebesar Rp5.172,48 triliun.(katadata.co.id, 16/06/2020).

Sungguh angka yang amat fantastis, namun pemerintah seolah tidak peduli bahwa dengan hutang akan menajdi jalan bagi terjajahnya ekonomi indonesia, dan negera akan kehilangan kedaulatannya. Hutang ULN  juga akan semakin mempererat kepentingan asing, rakyat pun akan semakin menderita. Kebijakan pemerintah akan jauh dari perannya sebagai pengayom rakyat, bukti dengan banyaknya sederet 'pungutan' yang di tanggung masyarakat  kian menambah beban.

Dengan jumlah hutang yang amat fangtastis itu dikhwatirkan pemerintah tidak sanggup melunasi, belum lagi bungannya yang semakin membumbung tinggi.  Sebab kenaikan jumlah hutang akan berkorelasi dengan kenaikan beban bayaran bunganya.

Di pastikan pula,  sulit bagi Indonesia jika ingin mencapai pertumbuhan ekonomi 2 persen di akhir 2020 ini. Mengingat penanganan Covid-19 yang bertele-tele, antarlembaga berjalan sendiri, lengkap dengan pernyataan-pernyataan yang membingungkan rakyat sebab pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya tumbuh 0,5% dan masih bisa memburuk menjadi minus 0,4% alias pertumbuhan satu tahun penuh terkontraksi.

Tingginya jumlah hutang akan menyebabkan resesi ekonomi, bertambahnya jumlah pengangguran dan kemiskinan tak terelakkan. Belum lagi daya jual beli masyarakat yang kian menurun akan mempemngaruhi  ekonomi indinesia.

Dengan demikian sederat resiko yang akan di hadapi indonesia merupakan  akibat penerapan ekonomi kapitalis, negri ini akan terus berada pada lingkaran hutang yang tidak berkesudahan.

Hal ini berbeda sekali dengan sistim islam,  dimana islam mengharamkan hutang luar negri yang berbasis ribawi. Hal ini berdasarkan pada dalil syar'i.
" Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri, melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal, Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba. Barang siapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barang siapa mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya". (Al-baqarah ayat 275).

Dalam institusi Khilafah islamiyah, akan sangat memudahkan penerapan syariat islam dan hukum-hukum islam yang diambil dari Al-Qur'an dan sunnah. Hutang-hutang yang berbasis pada ribawi akan di haramkan sesuai dengan perintah Allah di dalam Al-Qur'an.

Dalam negara islam, negara bertanggung jawab atas optimalisasi dari harta kepemilikan umum dan negara tersebut tanpa adanya liberalisasi dalam lima aspek ekonomi: liberalisasi barang, jasa, investasi, modal, dan tenaga kerja terampil. Juga diperoleh dari zakat mal (ternak, pertanian, perdagangan, emas, dan perak).

Tiga pos ini mengalirkan harta baitul mal karena bertumpu pada sektor produktif. Harta baitulmal juga selalu mengalir karena tidak terjerat utang ribawi.

Dengan demikian, kemandirian dan kedaulatan negara dapat terjaga dan potensi penutupan kebutuhan anggaran dari utang luar negeri dapat dihindari.
Wallahu'alam
Previous Post Next Post