Oleh : Gina Siti Mugni
(Ibu Rumah Tangga)
Sudah hampir 4 bulan kita menjalani perubahan baru akibat adanya pandemi Covid-19 yang melanda seluruh belahan dunia. Meski demikian, ternyata masih saja ada individu bahkan sekelompok orang yang meremehkan penyakit Covid-19 ini.
Meski angka penderita terus bertambah sebagaimana update per tanggal 19 juli bahwa kasus covid-19 di Indonesia telah menembus angka 86.521 kasus, namun tetap saja masih ada yang abai dan tak peduli dengan adanya bahaya Covid-19 yang mengintai. Seperti yg terjadi pada awal bulan Juli 2020, sekelompok pemuda minum-minuman keras pada malam hari di Alun-Alun kota Soreang (detik.com, 02/07/20). Baru sepekan Pemerintah mengumumkan Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB), namun sudah ada pelanggaran semacam ini. Padahal masyarakat dihimbau untuk tetap mentaati protokol kesehatan seperti rajin mencuci tangan dengan sabun, mengenakan masker, dan menjaga jarak dengan orang lain.
Lantas, mengapa hal ini masih bisa terjadi? Mengapa masih banyak sebagian masyarakat yang belum memahami akan bahaya Covid-19 ini?
Rendahnya kesadaran masyarakat akan bahaya Covid-19 dikarenakan masyarakat merayakan euforia dari pernyataan new normal yang digaungkan pemerintah setelah beberapa bulan menjalani lockdown dan PSBB. Meski himbauan dan ajakan "Adaptasi Kebiasaan Baru" sudah cukup banyak terpampang di jalanan umum, diumumkan di televisi, social media bahkan radio, namun masyarakat terlanjur menganggap bahwa new normal adalah normal seperti sebelum pandemi ini terjadi. Padahal aktivitas yang melibatkan kerumunan massa belum diperbolehkan dan harus menjaga jarak saat di kerumunan.
Kebijakan pemerintah yang terus berubah-ubah pun seakan-akan tidak serius dalam menangani wabah penyakit Covid-19 ini. Sekolah masih ditutup tapi tempat wisata sudah boleh beroperasi meski dengan menerapkan protokol kesehatan dan tentu tetap menjaga jarak.
Ketidakseriusan pemerintah dalam menangani wabah Covid-19 mengakibatkan jumlah penderita semakin hari semakin bertambah. Seharusnya sejak awal pemerintah serius dan konsisten memberlakukan lockdown dan memenuhi kebutuhan pokok masyarakat agar tidak ada masyarakat yang bekerja di luar rumah untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Namun tidak adanya anggaran menjadikan keputusan lockdown itu tidak bisa diambil.
Sejak awal terjadi wabah Covid-19, banyak kebijakan yang tidak relevan yang dilakukan pemerintah dalam menangani wabah tersebut. Salah satu contohnya melakukan ekspor masker dan APD padahal tenaga medis mengalami kekurangan alat pelindung diri tersebut. Bahkan sekarang di saat pandemi masih belum hilang dan jumlah penderita Covid-19 masih terus bertambah, pemerintah berencana akan tetap melaksanakan PILKADA serentak.
Kebijakan pemerintah yang tidak konsisten dalam menangani wabah Covid-19 tidak lain disebabkan karena pemerintah dalam sistem kapitalisme tidak memiliki fungsi meriayah (mengurus) rakyat. Pemerintah hanya menjadi fasilitator dan pelindung para pemilik modal dan investor asing untuk menanamkan modal di dalam negeri dengan dalih untuk membuka lapangan pekerjaan. Pada saat pandemi seperti ini pun pemerintah tidak bisa fokus mengatasi wabah karena jika keputusan lockdown diambil akan berimbas pada perekonomian, terbukti para TKA dari China bisa bebas keluar masuk negeri ini.
Hal ini berbeda jika sistem Islam yang diterapkan. Dalam sistem islam, investor asing tidak boleh berinvestasi dalam mengelola kekayaan alam yang seharusnya menjadi milik seluruh rakyat. Kekayaan alam akan dikelola sendiri dan hasilnya untuk kemakmuran rakyat. Sehingga di saat pandemi terjadi, negara akan memiliki dana untuk memenuhi kebutuhan pokok rakyat dan memberlakukan karantina secara total. Sistem ekonomi yang digunakan pun akan berbasis dinar dirham sehingga tidak mudah mengalami inflasi seperti mata uang kertas.
Pandemi Covid-19 seyogyanya semakin menyadarkan kita bahwa sistem kehidupan kapitalis-sekuler yang diterapkan saat ini merupakan sistem kehidupan abnormal, yang rusak, yang cacat dan menimbulkan kesengsaraan bagi kehidupan manusia. Saatnya kita beralih kepada sistem Islam kaffah dan menerapkannya dalam kehidupan kita. Karena sesungguhnya kehidupan normal dalam Islam adalah ketika kita bisa menjalankan syariat Islam secara sempurna dan kita wajib untuk menerapkan sistem Islam secara sempirna dan menyeluruh seperti yang tercantum dalam QS Al-Baqarah ayat 208 :
"Hai orang-orang yang beriman masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan...".
Penerapan sistem Islam yang kaffah ini hanya akan bisa dilakukan dalam bingkai Daulah Khilafah. Semoga dengan kesungguhan kita dalam mengupayakan penerapan sistem Islam secara kaffah akan menjadi jalan untuk diangkatnya wabah penyakit covid-19 ini dan menjadi awal terwujudnya kesejahteraan di seluruh penjuru dunia. Aamiin ya Robbal 'aalamiin.