Oleh : Mahganipatra
Member AMK dan Aktivis Muslimah Peduli Generasi
Memasuki tahun ajaran baru 2020/2021 pembelajaran di MI, MTs, dan MA telah mulai menggunakan kurikulum baru sesuai dengan dengan surat Keputusan Menteri Agama (KMA) No 183 Tahun 2019 menggantikan KMA 165 tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 mengenai Kurikulum Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab di Madrasah.
Menurut Ahmad Umar, direktur Kurikulum, Sarana, Kelembagaan, dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah Kemenag dalam rilis yang diterima detikcom pada Sabtu (11/7/2020).
"Secara umum tidak ada perbedaan antara KMA 183 tahun 2019 dengan KMA 165 tahun 2014 selain adanya perbaikan substansi materi pelajaran
karena pelajaran masih tetap terdiri atas Quran Hadist, Akidah Akhlak, Fikih, Sejarah Kebudayaan Islam (SKI), dan Bahasa Arab."
Benarkah bahwa perubahan kurikulum ini membawa perbaikan substansi materi pelajaran? Sementara jika merujuk kedalam latar belakang terbitnya surat KMA 183 tahun 2019 merupakan bagian dari upaya pemerintah dalam meredam bahaya radikalisme yang merupakan proyek besar "Global War on Radicalism" dari para pendengki Islam.
Dengan memperhatikan bagaimana upaya persiapan Tim Penilaian Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan yang menyiapkan 155 buku. Kemudian menyajikan materi khilafah, jihad dan moderasi beragama secara kolektif dan terintegratif dalam bentuk materi sejarah. Dimulai dari perjuangan muslim sejak zaman Nabi Saw hingga kini dalam membangun peradaban masyarakat modern. Tentu hal ini sangat bertentangan dengan substansi Islam itu sendiri. Materi khilafah dan jihad tidak dapat di integrasikan kedalam materi moderasi beragama.
Karena moderasi agama dapat dimaknai sebagai cara pandang, sikap dan perilaku beragama yang selalu mengambil posisi di tengah-tengah. Selain itu selalu bertindak adil, seimbang dan tidak ekstrem dalam praktik beragama.
Sehingga ketika materi pelajaran khilafah dan jihad disajikan dalam bentuk pelajaran sejarah. Dengan tujuan agar siswa dapat memperoleh literasi yang luas serta keserasian materi tersebut dengan perkembangan peradaban Islam. Selanjutnya mendorong para siswa memiliki persepsi yang salah terhadap khilafah dan jihad dengan sudut pandang hanya sekadar pelajaran sejarah demi mengenal karakteristik dan kepemimpinan rosululloh Saw serta para khalifah setelah beliau.
Dengan perspektif perjuangan membangun peradaban, menggali makna serta menanamkan nilai perjuangan, ilmu dan Islam tentunya hal ini diarahkan sesuai dengan sudut pandang pendidikan sejarah dalam sistem sekuler seperti saat ini.
Jika metode pembelajaran demikian, akan lahir generasi muslim yang hanya menilai sosok rosululloh dan para khalifah sebagai sosok yang harus di hormati karena jasa-jasa beliau yang telah membangun peradaban Islam. Layaknya menghormati para pahlawan dan tokoh-tokoh bangsa yang telah berjasa pada umumnya. Padahal khilafah bukan hanya berbicara tentang sejarah kepemimpinan rasululloh Saw beserta para khalifah yang lain. Namun khilafah adalah ajaran Islam yang menjelaskan tentang sebuah sistem yang merupakan bagian substansi dari Islam itu sendiri.
Lebih dari itu, mempelajari dan memahami sirah Rosululloh Saw dalam Islam adalah bagian dari mempelajari hukum syara. Sebab, setiap perbuatan, perkataan dan sikap diam atau marahnya rasululloh Saw merupakan taqrir (ketetapan) yang mengandung hukum syara yang harus dipahami dan dipelajari oleh seluruh kaum muslim. Hukum syara adalah substansi Islam yang berkaitan langsung dengan perilaku muslim dalam menyelesaikan persoalan kehidupan mereka yang akan berkorelasi dengan ketentuan akhir hidupnya yaitu tentang surga dan neraka. Dengan mempelajari sirah rosululloh Saw, dan merujuk ke dalam sumber-sumber dalil yang lain maka seorang muslim akan terbentuk menjadi muslim sejati yang paham akan tujuan hidupnya.
Demikian pula sikap seorang muslim terhadap rosululloh Saw. Bagi seorang muslim rosululloh adalah contoh dan suri tauladan yang baik. Bentuk kecintaan yang senantiasa mengikuti seluruh sikap dan perilakunya tidak hanya karena kebaikan akhlaknya yang terpuji sehingga menghadirkan mamfaat namun ittiba terhadap seluruh perilaku beliau adalah perintah yang datang langsung dari Allah Swt, melalui firmannya :
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu uswatun hasanah (suri teladan yang baik) bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” [QS. Al-Ahzaab: 21].
Wallahu'alam bish showab