Oleh : Fathimah Nurul Afifah
Saat yang lain tertidur, matanya masih terbuka sambil sesekali melenggut karena mengantuk. Ia terbangun menemani bayinya yang lapar sambil sesekali mengganti popoknya yang basah. Di sebelah kirinya baju yang belum disetrika telah menggunung karena saking banyaknya, di sebelah kanan kasur sekeranjang cucian milik dirinya, suaminya dan juga anaknya. Jam berdetak sepanjang malam hingga akhirnya ia terlelap sambil memeluk anaknya.
Dini harinya, mau tidak mau ia harus terbangun untuk mempersiapkan makanan dan pakaian miliknya serta keluarganya sebelum aktivitas hari itu dimulai. Setelah itu dia akan sibuk dengan anaknya, memandikannya, menyuapinya, sambil mencuri-curi waktu untuk tidur karena sangat mengantuk. Meski begitu, ia tak boleh tidur terlalu lama, karena tumpukan piring kotor melambai-lambai meminta untuk dibersihkan, belum lagi lantai berpasir menunggu untuk disapukan.
Oh ibu, dirimu sangat sibuk mengurusi keluarga sampai terlupakan akan dirinya sendiri. Tubuhnya menjadi kurus karena sering lupa makan, kulitnya kering karena lupa minum dan seringkali tak sempat merawat diri. Namun, tak pernah ia sekalipun menyesal mengemban amanah ini. Meskipun lelah tapi tetap dijalani. Tubuhnya begitu kuat bagaikan baja, sakit pun terus 'bekerja' demi keluarga. Ia dapat berperan sekaligus banyak, jadi koki, jadi guru, jadi konseling, jadi cleaning service, jadi tukang pijat, jadi baby sitter, dan lainnya. Ia bersyukur mengemban amanah ini karena sadar bahwa ganjarannya setara dengan jihad di jalan Allah.
Ibu begitu kuat, segala rasa sakit ia mampu hadapi tanpa ada takut dan kapok. Selelah apapun ia akan terus menyelesaikan tugas-tugasnya.
Namun satu hal saja ia tak kuat jika hatinya sakit. Hatinya begitu rapuh bagaikan kaca. Hanya sekadar komentar negatif atau bahkan bentakan satu kata bisa menyesakkan dadanya.
Punya anak apalagi masih kecil memang merepotkan, mungkin akan ada orang-orang yang mengomentari kekacauan rumah ibu dengan anak kecil. Atau sekedar menuding ibunya pemalas karena tidur siang. Menuduh ibunya diam saja karena melihat dia saat memainkan gadgetnya.
Sungguh tak mudah jadi ibu, rumah yang kacau bukan berarti ibu pemalas tetapi ia kewalahan harus mengurusi ribuan urusan sedangkan tangannya hanya dua. Sela-sela waktu siangnya ia sempatkan untuk tidur karena saking lelahnya serta malamnya seringkali harus begadang.
Ibu adalah poros kebahagiaan dalam keluarga. Kebahagiaan hati bagaikan baterai bagi tubuhnya. Jika hatinya hancur maka tubuhnya akan lemas tak mampu mengerjakan apapun. Rumah pun menjadi kacau, anak tak terurus, suami kelaparan.
Maka jagalah hati ibu, sayangilah dia, bantulah dia menjalankan amanahnya. Jika menemukan kekurangan pada dirinya, tak perlu dikomentari namun bantulah dirinya. Karena kekurangan itu ada akibat keterbatasan tubuhnya.
Ibu adalah wanita yang paling pantas untuk mendapatkan perilaku yang mulia, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda,
"Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam dan berkata, 'Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?' Nabi shalallaahu 'alaihi wasallam menjawab, 'Ibumu!' Dan orang tersebut kembali bertanya, 'Kemudian siapa lagi?' Nabi shalallaahu 'alaihi wasallam menjawab, 'Ibumu!' Orang tersebut bertanya kembali, 'Kemudian siapa lagi?' Beliau menjawab, 'Ibumu.' Orang tersebut bertanya kembali, 'Kemudian siapa lagi,' Nabi shalallahu 'alaihi wasallam menjawab, 'Kemudian ayahmu. (HR. Al Bukhari).
Tak mampu kita membalas segala budinya dari semenjak hamil hingga sekarang. Maka doakanlah, mintakanlah ampunan atas dirinya, dan jadilah anak shalih. Mudah-mudahan Allah menjadikan dirinya mulia di dunia dan di akhirat kelak.
Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri". (TQS. Al-Ahqaf : 15)
Allahu a’lam bish shawwab