Oleh: Sinta Mustika
Ditengah krisis ekonomi yang sedang sulit karena pandemi covid-19, pembayaran tarif daya listrik (TDL) yang naik beberapa waktu lalu, serta masih banyak rakyat yang belum bekerja karena PHK, pihak pemerintah justru menyetujui peraturan pemerintah (PP) terkait rencana program Tabungan Perumahan Rakyat (TAPERA).
Dikutip dari CNN Indonesia -- Setelah lama tidak terdengar kabarnya, pemerintah kembali mematangkan rencana program Tabungan Perumahan Rakyat (TAPERA). Hal ini ditandai dengan penandatanganan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera.
PP tersebut adalah penajaman dari aturan sebelumnya, yakni Undang-undang Nomor 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat. Salah satu poin penting yang diatur dalam PP yang ditandatangani Presiden Jokowi pada 20 Mei lalu adalah poin iuran peserta TAPERA.
Untuk peserta pekerja, pasal 15 PP Nomor 25 Tahun 2020 mengatur besaran iuran simpanan sebesar 3% dari gaji atau upah. Iuran berasal dari pemberi kerja dan pekerja sendiri.
"Besaran simpanan peserta untuk peserta pekerja ditanggung bersama oleh pemberi kerja sebesar 0,5 persen dan pekerja sebesar 2,5 persen," bunyi aturan tersebut.
Pekerja yang pertama kali diwajibkan menjadi peserta Tabungan Perumahan Rakyat (TAPERA) adalah aparatur sipil negara ( ASN) atau pegawai negeri sipil ( PNS). Iuran TAPERA akan dipungut dan dikelola oleh BP Tapera. Pada skema yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan TAPERA, ASN eks peserta Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil (Taperum-PNS) dan ASN baru diwajibkan mulai membayar iuran TAPERA pada Januari 2021.
Pemerintah beranggapan bahwa rencana program ini untuk memudahkan masyarakat dalam mendirikan hunian layak dan terjangkau, dengan dana murah jangka panjang yang berkelanjutan.
Hal itupun senada dengan apa yang disampaikan oleh Deputi Komisioner BP TAPERA Eko Arianto, program seperti TAPERA sudah lazim dilaksanakan di berbagai negara, seperti Singapura, Malaysia, China, India dan Korea Selatan. Dan sebagai pelaksanaan amanat untuk melengkapi Sistem Jaminan Sosial Nasional ( SJSN ), Undang-Undang Nomor 01 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. ( Antara ).
Kewajiban iuran TAPERA -sebesar 3% gaji- menambah daftar iuran bersama yang ditanggung perusahaan dan pekerja, selain iuran BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan dan Jaminan Hari Tua (JHT).
Dalam kondisi ekonomi serba sulit, hal-hal yang sifatnya masa depan, seperti tabungan seharusnya dihindarkan dulu. Untuk memenuhi kebutuhan primer saja, rakyat banyak yang kesulitan.
Akhirnya, masyarakat merasa sangat terbebani dengan program tersebut, karena pembiayaannya diambil dari gaji mereka ditambah potongan- potongan iuran lainnya.
Dana TAPERA ini termasuk yang paling sedikit memberikan manfaat pada pekerja karena jangka waktu iurannya yang sangat panjang dan tidak ada kemudahan bagi peserta untuk melakukan klaim pengambilan dana tersebut.
Ketetapan PP TAPERA makin menegaskan pemerintah hanya ingin mengeruk sebanyak mungkin dana masyarakat tanpa memperhatikan kondisi yang sedang kesulitan akibat wabah pandemi virus Covid 19.
Inilah ciri khas dari rezim didikan sistem kapitalis, mereka hadir bukan sebagai pelayan masyarakat, namun sebagai regulator dengan seperangkat aturan untuk mendapatkan keuntungan.
Adapun islam telah menempatkan penguasa sebagai periayah/ pelayan umat, sehingga mereka akan berusaha seoptimal mungkin sesuai dengan kemampuan dan kapasitas mereka dalam melayani rakyat .
Dalam islam kemudahan memenuhi kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, dan papan wajib di jamin oleh negara, jaminan yang diberikan dalam bentuk tidak langsung yaitu dengan membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya luasnya bagi rakyat .
Adapun kebutuhan publik seperti jaminan kesehatan, pendidikan keamanan, dan lainnya wajib ditanggung oleh negara secara mutlak, bukan dibebankm kepada rakyat atau pihak-pihak swasta apalagi LSM seperti saat ini, tentu jaminan ini didukung sumber dana dari Baitul Maal, bukan dari hutamg dan pajak seperti negara sistem kapitalis.
Baitul Maal memiliki 3 pos utama, diantaranya pos pemasukan negara, pos pemasukan kepemilikan umum, dan pos shadaqah. Setiap pos telah memiliki alokasi masing-masing sebagaimana hukum syariah memerintahkan .
Pos pemasukan negara berasal dari ghanimah, anfal fa'i, khumus, kharaz , tanah unwah tanah 'usyuriyah, ash-shawafi, jizyah dan dlaribah.
Adapun dana pos pemasukan kepemilikan umum berasal dari hasil pengelolaan SDA yang meliputi minyak dan gas, listrik, pertambangan, laut sungai, perairan dan mata air, hutan dan padang rumput gembalaan.
Sedangkan pos shadaqah berasal dari zakat ( harta) uang dan perdagangan, zakat pertanian dan buah-buahan, zakat (ternak) unta, sapi dan kambing.
Maka dana untuk menggaji aparatur sipil diambil dari pos pemasukan negara.
Adapun untuk menjamin kebutuhan pelayanan publik, Khalifah akan mengambil dana dari pos kepemilikan umum.
Inilah jaminan Khilafah kepada rakyatnya berdasarkan hukum syariat yg mengaturnya.
Wallahu'alam.