Rusaknya Pendidikan Sekuler, Islam Solusi Spektakuler

Oleh : Fadhilla Lestari 
(Pengiat Media Kolaka)

Mengatasi krisis yang disebabkan oleh pandemi Covid-19, pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) mengeluarkan kebijakan untuk meringankan beban orangtua yang anaknya tengah berada di tingkat perguruan tinggi. Selama masa pandemi ini, uang kuliah yang dikenal sebagai Uang Kuliah Tunggal (UKT) dipastikan tidak akan mengalami kenaikan. hal ini disampaikan oleh Plt. Direkrur Jenderal Pendidikan Tinggi Kemdikbud, Prof. Ir. Nizam, dalam unggahan IGTV akun InstagramKemdikbud, Kamis (4/6/2020), dilansir dari Kompas.com.

"Saya ingin tekankan sekali lagi, tidak ada kenaikan UKT selama masa pandemi ini. Di seluruh PTN akan diberlakukan UKT sesuai dengan kemampuan orangtua membayar bagi anaknya" tegas Nizam.

"Jadi tidak ada kenaikan UKT, dan orangtua hanya membayar UKT sesuai dengan kemampuannya," lanjut dia.

Nizam juga menjelaskan, Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri juga telah menyepakati untuk menerapkan 4 skema pembayaran UKT, untuk meringankan beban orangtua dalam melunasi kewajiban uang kuliah sang anak.

1. Penundaan pembayaran. Pembayaran UKT bisa ditunda apabila orangtua dari mahasiswa memang terdamapak Covid-19 secara ekonomi.
Misalnya saat ini kehilangan pekerjaan, maka UKT bisa dibayar ketika nanti perekonomiannya kembali pulih.
"Yang saat ini PHK, mungkin nanti bekerja lagi. Nanti kalau sudah bekerja lagi bisa membayar UKT-nya," ujar Nizam.
2. Pencicilan pembayaran. Selain ditunda, agar tidak memberatkan pembayaran UKT juga bisa dilakukan dengan cara dicicil.

Menelaah Akar Masalah
Dalam mengatasi, mencegah dan menindak masalah kemasyarakatan berbangsa dan bernegara hari ini tentunya setiap negara memiliki aturan mainnya sendiri. Sebagaimana negara hukum yang senantiasa menjadikan hukum sebagai panglima negara Indonesia tentunya menjunjung tinggi asas asas hukum (kepastian hukum, keadilan, kemanfaatan dan efek jera) dimana obyek hukum dipandang sama di depan hukum mulai dari rezim hingga penjual sayur di pasar. Begitu pula persoalan UKT bagi mahasiswa yg aturan mainnya jelas jelas telah tertera di dalam Pancasila sebagai falsafah negara dan UUD 1945. Di dalam Pancasila dan UUD 1945 di sebutkan: UUD alinea ke empat bahwa " kemudian Ari pada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahterakan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa. Dan sila ke 5 keadilan sosialisasi bagi seluruh rakyat Indonesia. 

Jadi ketika kita melihat Selama masa pandemic ini bisa di katakan bahwa hidup masyarakat, keluarga, maupun individu, mengalami krisis ekonomi secara drastis dan sangat berpengaruh besar apalagi yang bekerja sebagai wiraswasta, maka kebijakan terhadap penurunan UKT adalah jalan yang lumayan efektif bila di ambil sebagai solusi. Karena jika melihat dari perkuliahan hanya secara online bahkan itupun sangat minim di lakukan oleh dosen dosen yang bersangkutan dan bahkan hanya memberika tugas tugas saja. Belum lagi mahasiswa yang memiliki keterbatasan jaringan di daerahnya. Dan ini sangat tidak wajar bila pemungutan UKT (Uang Kuliyah Tunggal) dibayar, karena ini sama halnya dalam keadaan kondisi normal. Di sisi lain, meskipun mahasiswa tidak kuliah secara  tatap muka, mahasiswa masih terbebani biaya kos yang harus tetap dibayar. Bahkan mahasiswa terkena biaya tambahan yakni kuota data internet untuk pembelajaran daring. dalam hal ini Maka pertanyaan yang kemudian muncul dalam konteks ini adalah dimanakah peran dan fungsi negara khususnya aparat penegak hukum dalam mengatasi permasalah UKT mahasiswa selama masa pandemic ini?

Jangankan UKT mahasiswa, kebutuhan masyarakat saja itu tidak terpenuhi secara merata dan tidak di lakukan secara jangka panjang, kemudian Kebutuhan Para tenaga medis yang Berupa APD tidak juga di fasilitasi oleh negara selama pandemic, dan harga pembayaran listrik, harga sembako naik secara drastis. Sungguh ironis bukan, ketika kita mengingat dasar negara yang begitu tersusun rapihnya yang menjanjikan rakyat dengan kesejahteraan dan menjadikan Masyarakat yang cerdas. Harusnya biayaya pendidikan, kebutuhan masyarakat selama pandemic itu di  di turunkan di biyayanya dan bahkan di gratiskan oleh negara. Kenapa? Karna bukankah negara Indonesia ini adalah negara yang kaya, negara yang berlimpah dengan kekayaan alamnya. Kenpa tidak di manfaatkan saja hasil kekayaan alam untuk membiayai pendidikan secara gratis. Kalau alasnya pemerintah juga selama ini juga sudah berusaha dengan segala upaya untuk mengatasi problematika masyarakat hari ini? Lalu dikemanakan hasil kekayaan alam tersebut? 

Bahkan hal ini malah membuat keadaan tidak semakin membaik. Desentralisasi yang di harapkan menciptakan balance of power dan pemerataan, malah melahirkan fira'un-fir'aun kecil yang siap dan tegas bersinggungan dengan kepentingan masyarakat lokal. Yang lebih memprihatikan lagi politik oligarki semakin hari kian menancapkan kuku liarnya. Selain itu, pengangguran masih menjadi pemandangan sehari-hari, angka kemiskinan pun semakin meningkat, TKI yang katanya pahlawan devisa masih saja menjadi komoditas eksploitasi, biaya pendidikan yang mahal, dan penguasaan asing atas SDA yang semakin mencengangkan, sementara utang negara pun juga  makin hari makin menggelikan untuk di saksikan.

Maka kesalahan konsepsi, tafsiran dan penilaian dalam merumuskan akar masalah serta solusi yang menghujani Republik adalah kusut dan semrawutnya perangkat penunjang sistem, yaitu  penegak hukum  yang lemah, budayah korupsi, kolusi, neopotisme dan lemahnya sistem demokrasi kapitalis. Dari sini juga di munculkan solusi instan seperti penghujatan dan penggulingan pejabat yang akhirnya di PHK, sementara Mahasiswa sebagai komoditas yang kemudian di peras dengan jumlah UKT yang melimpah. Dan krisis akibat pandemik ini pun dipicu karena lemahnya  rupiah yang kemudian berposisi sebagai mata uang dan tidak memiliki nilai intrinsik, sehingga sangat mudah terguncang oleh faktor ekonomi maupun politik.

Olehnya itu, apa yang kita terapkan dewasa ini dalam desain kehidupan berbangsa dan bernegara kita jelas jelas telah menyelingkuhi nilai Pancasila dan UUD, parahnya karena kita senantiasa mengatasnamakan Pancasila dalam menggolkan kepentingan para penjarah Pancasila(sekilerisme, liberalisme, konservatisme, ekstrimisme, dan elitisme). Bahwa merupakan sebuah fakta mulai dari politik hingga pendidikan persoalan ini adalah ciri khas di terapkannya sistem politik ekonomi neoliberalisme. Neoliberalisme sebagai paham sistem politik ekonomi yang mendominasi dunia saat ini, yang telah di indoktrinasikan oleh negara kapitalis ke berbagai negara dunia ketiga termasuk Indonesia dengan slogan globalisasi, bantuan luar negeri, dan pasar bebas, padahal misinya sangat jelas yaitu menjarah dan mengeploitasi konstruksi SDA dan SDM negara dunia ketiga.

Pendidikan Dalam Islam
Dalam sistem Islam Pendidikan adalah tanggung jawab negara, termasuk pendidikan tinggi. Karena merupakan kebutuhan dasar yang tidak mungkin dipenuhi sendiri oleh rakyat. Islam mewajibkan umatnya untuk menempuh pendidikan, yakni menuntut ilmu. Rasulullah Saw. bersabda: “Jadilah engkau orang yang berilmu (pandai) atau orang yang belajar, atau orang yang mendengarkan ilmu atau yang mencintai ilmu. Dan janganlah engkau menjadi orang yang kelima maka kamu akan celaka.” (H.R Baihaqi).

Peradaban Islam menempatkan pendidikan sebagai suatu prioritas. Khilafah menyelenggarakan pendidikan secara gratis sejak jenjang dasar (ibtidaiyah) hingga tinggi (universitas).Dalam kehidupan normal (bukan pandemi) negara menyediakan sekolah/kampus, asrama, buku, alat tulis, perpustakaan, laboratorium, fasilitas kesehatan, bahkan baju ganti untuk para pelajar dan mahasiswa. Dalam kondisi wabah, pendidikan diatur agar mendukung penyelesaian wabah. Sekolah berasrama menjadi tempat karantina bagi para pelajar. Kampus juga diarahkan untuk meneliti obat dan vaksin untuk penyakit yang mewabah.

Ayat, hadis, dan fikih terkait wabah juga dikaji di sekolah dan kampus, sehingga ilmu menjadi hidup dan bisa memunculkan penemuan baru. Pendidikan dalam khilafah tak hanya beres dalam urusan biaya pendidikan (UKT dan lain-lain), tapi juga menghasilkan solusi untuk wabah. Sementara sistem demokrasi kapitalisme tidak bisa di pisahkan dengan kepentingan bahwa jika Ada uang, ada pendidikan. Tak ada uang, silakan bertahan dalam kebodohan. Sungguh sistem yang kejam dan tak manusiawi. Maka Hal ini berkebalikan dengan sistem Islam yang memuliakan ilmu sehingga setiap rakyat dilayani untuk mendapatkan pendidikan setinggi mungkin bahkan di biayayai secara gratis. Salah satu bukti bagusnya pendidikan tinggi dalam Khilafah adalah Universitas Al-Azhar yang mendapat pengakuan dari Napoleon Bonaparte. Dalam pengasingan di Pulau Saint Helena, Napoleon menuliskan sebuah catatan harian yang isinya mengungkapkan kekagumannya terhadap Universitas Al-Azhar saat tentaranya melakukan penyerangan ke Mesir.

Olehnya itu, maka wahai para mahasiswa, demikian luar biasa kualitas pendidikan dalam sistem Khilafah Islamiyah. Lanjutkanlah perjuangan kalian dengan menuntut perubahan sistem pendidikan. Dari sistem pendidikan sekuler kapitalistik yang ada sekarang menjadi sistem pendidikan Islam. dari sistem yang pelit menjadi sistem yang melayani dengan pelayanan terbaik. Dari sistem yang dijalankan penguasa berwatak pengusaha, menjadi sistem yang memuliakan semua rakyatnya. Maka, mahasiswa adalah lokomotif perubahan. Tariklah gerbong umat menuju sistem yang cemerlang yakni sistem khilafah ala minhajinubuwah. Wallahu a’lam.
Previous Post Next Post