By : M. Rizqi Surya W
Alumni Kesejahteraan Sosial Universitas Muhammadiyah Malang
Setiap tanggal 29 Juni, masyarakat Indonesia memperingati Hari Keluarga Berencana Nasional. Dilansir dari BKKBN, peringatan ini tidak lepas dari peristiwa penyerahan kedaulatan Indonesia dari Belanda secara utuh pada 22 Juni 1949. Seminggu kemudian bertepatan tanggal 29 Juni 1949, para pejuang pulang kembali ke keluarganya masing-masing. Inilah landasan historis dari peringatan tersebut.
Selain itu, tanggal 29 Juni 1970 menjadi tanggal dimulainya Gerakan Keluarga Berencana (KB) Nasional yang diluncurkan oleh Pemerintah kala itu. Pengendalian penduduk dan perbaikan kualitas hidup keluarga menjadi misi utamanya. Seilir berjalannya waktu, Program KB menarik perhatian berbagai negara di dunia hingga mengantarkan Indonesia meraih United Nation Population Award. Pada akhirnya, Presiden Soeharto pada tahun 1992 menetapkan tanggal 29 Juni sebagai Hari Keluarga Nasional hingga kita peringati sampai hari ini.
28 tahun pasca penetapannya, dinamika kehidupan masyarakat Indonesia bahkan dunia mengalami perubahan yang signifikan. Isu demografis(kependudukan) juga menjadi isu yang populer dalam melihat perkembangan populasi manusia di dunia. Per 1 Juli 2019, CIA World Factbook 2004 menempatkan Indonesia di urutan ke-4 jumlah penduduk terbanyak di dunia setelah China, India dan Amerika Serikat. Hal ini perlu direspon secara komprehensif dan kritis.
Bagaikan pedang bermata dua, bonus demografi bisa menjadi peluang sekaligus tantangan yang harus dihadapi. Masalah yang muncul antara lain: kepadatan penduduk, kesenjangan sosial, kemacetan, pengangguran, pemukiman kumuh hingga kemiskinan. Sebagai contoh DKI Jakarta, Ibukota Indonesia ini bisa dijadikan sebagai potret sosial dalam melihat persoalan demografis di Indonesia, juga kota-kota besar lainnya. Maka sekali lagi persoalan demografis menjadi skala prioritas yang membutuhkan pendekatan lintas sektoral untuk menyelesaikannya.
Penduduk merupakan populasi besar dari orang yang menempati suatu wilayah yang terbentuk dari unit-unit sosial seperti suku, budaya, agama, golongan bahkan keluarga. Keluarga merupakan institusi sosial yang berperan penting bagi tumbuh kembang individu dalam lingkungannya. Bagong Suyanto, Sosiolog Universitas Airlangga mendefinisikan keluarga sebagai lembaga sosial dasar dari semua lembaga atau pranata sosial lainnya yang menjadi pusat terpenting dari kegiatan kehidupan manusia. Pandangan ini sejalan dengan kehidupan kita dalam bermasyarakat. Munculnya masalah sosial seperti kemiskinan, siswa putus sekolah, pergaulan bebas hingga persoalan lainnya juga dipengaruhi oleh pola kehidupan dalam keluarga masing-masing yang berdampak bagi semuanya, termasuk anak. Maka diperlukan pemahaman yang utuh dalam menjamin berjalannya fungsi keluarga secara optimal.
Setidaknya terdapat delapan fungsi utama keluarga yang menentukan kualitas kehidupan yang sejahtera, antara lain: fungsi pendidikan, fungsi sosialisasi, fungsi perlindungan, fungsi afeksi, fungsi religius, fungsi ekonomis, fungsi rekreatif dan fungsi biologis. Pemenuhan fungsi keluarga memiliki kaitan erat pula terhadap pemenuhan hak anak seperti yang dimuat dalam UU Nomor 17 Tahun 2016 (Perubahan Kedua Atas UU Nomor 23 Tahun 2002) tentang Perlindungan Anak. Penguatan kapasitas keluarga menjadi penting dalam menjamin seluruh elemen yang ada didalamnya, termasuk anak yang membutuhkan perlindungan serta keterjaminan akan hak-haknya.
Program Keluarga Harapan (PKH) dibawah arahan Kementerian Sosial contohnya merupakan skema program yang berusaha menjamin peningkatan kualitas kehidupan keluarga di Indonesia. Dimulai dari keluargalah visi untuk Indonesia yang sejahtera dapat dicapai. Akses pendidikan, kesehatan dan layanan sosial menjadi tools of analyze dalam pelaksanaan PKH. Ditengah masa pandemik seperti ini, ketahanan keluarga diuji untuk dapat bertahan hidup dalam kondisi darurat. Sehingga penguatan kualitas keluarga perlu difahami bersama sebagai sesuatu yang penting.
Ketahanan keluarga haruslah difahami secara universal, tidak secara insidental ketika masa darurat saja tentunya. Termasuk dalam menjawab tantangan demografis, diperlukan pemahaman konstruktif yang bisa menjadi solusi dalam menyelesaikan masalah.
Pertama, peranan Pemerintah. Indonesia secara konstitusional menganut faham Welfare State (Negara Kesejahteraan) yang mana kesejahteraan rakyat merupakan tanggung jawab negara yang harus dipenuhi, termasuk kesejahteraan keluarga. Maka dari itu, negara dalam hal ini baik lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif haruslah kritis dalam memaknai realitas demografis yang ada sebagai isu utama pembangunan kualitas kehidupan masyarakat. Diperlukan kerjasama lintas sektoral dan struktural baik tingkat pusat sampai desa untuk jeli dalam melihat persoalan demografis yang ada sesuai kewenangannya masing-masing.
Kedua, pendidikan keluarga. Nilai edukasi penting untuk difahami oleh keluarga dalam mengembangkan kualitas kehidupannya baik secara fisik, sosial dan spiritual. Karena dari pengetahuanlah perubahan dapat tercipta, termasuk bagaimana cara mengelola keluarga secara optimal. Banyak isu keluarga yang bisa dijadikan sebagai bahan edukasi seperti: pola pengasuhan anak, ekonomi kreatif, serta life skill lainnya.
Ketiga, pemberdayaan sosial. Misi pemberdayaan ialah pengembangan terhadap potensi yang ada agar berdaya guna dalam kehidupan individu, kelompok maupun masyarakat. Bonus demografi berjalan sangatlah dinamis. Maka peranan keluarga baik ayah, ibu, anak serta subjek lainnya memerlukan pola pikir dan keterampilan yang dapat dikembangkan. Maka pemberdayaan sosial dapat dijadikan sebagai skema gerakan masyarakat yang perlu dimassifkan untuk saling menguatkan antar keluarga.
Keempat, partisipasi masyarakat. Hal ini sangatlah penting. Karena pihak yang bertanggung jawab seperti Pemerintah pastinya tidak dapat bergerak sendirian dalam membangun kualitas keluarga yang optimal tanpa peranan lainnya, termasuk masyarakat. Kepedulian menjadi prinsip yang utama dalam menjawab tantangan demografis. Sinergitas antar masyarakat dengan masyarakat, maupun masyarakat dengan pemerintah pastinya akan berdampak massif dalam upaya menghadapi tantangan demografis. Disamping itu, kerjasama lintas sektor baik pendidikan, ekonomi, kebudayaan, politik dan lainnya menjadi penting dalam membangun gerakan kolektif untuk menguatkan kualitas kehidupan keluarga.
Hari Keluarga Nasional 2020 menjadi momentum bersama bagi kita semua untuk merefleksikan bagaimana kualitas kehidupan keluarga kita dan sekitar kita. Kesejahteraan suatu negara tidak hanya dilihat secara kuantitatif berbasis data semata. Akan tetapi dapat dilihat dari kualitas kehidupan keluarga dalam masyarakatnya. Semoga wacana ini dapat bermanfaat untuk mewujudkan keluarga berdaya untuk Indonesia sejahtera.