Oleh: Wina Widiana
(Member AMK dan Ibu Rumah Tangga)
Ada udang dibalik batu. Mungkin itu peribahasa yang pas untuk menggambarkan watak rezim yang saat ini sedang berkuasa. Niat tulus untuk mengurus rakyatnya melalui fasilitas Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera menjadi tanda tanya besar. Benarkah ada sesuatu dibalik itu semua? Ternyata memang ada sesuatu yang sudah direncanakan.
Dilansir viva.co.id Rabu, 3 Juni 2020, bahwa Bapak Presiden Joko Widodo meneken Peraturan Pemerintah (PP) No.25 tahun 2020 tentang penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera. Dalam pasal 15 PP tersebut " Besaran simpanan peserta ditetapkan sebesar 3 persen dari gaji atau upah untuk peserta pekerja dan peserta pekerja mandiri." Iuran yang ditetapkan untuk Tapera diambil dari gaji pekerja, dengan memotong gaji tiap bulannya. Dari 3% iuran tersebut, gaji pekerja dipotong sebesar 2,5% sedangkan 0,5% sisanya, ditanggung oleh pemberi kerja. Perlu diketahui, bahwa peserta dana iuran Tapera yang menjadi sasarannya yaitu calon PNS, anggota TNI, anggota Polri, pejabat negara, pekerja BUMN, pekerja BUMD dan pekerja swasta.
Dana Tapera ini dibuat berdasarkan UU No.4 tahun 2016, yang isinya kurang lebih menjelaskan negara menjamin kebutuhan warga negara atas hunian yang layak dan terjangkau. Akan Tetapi pada faktanya, saat masyarakat ingin memanfaatkan dana Tapera tersebut ternyata banyak ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi. Dana yang digunakan harus untuk pembiayaan rumah pertama, pembiayaan hanya diberikan satu kali saja, dan nilai besarannya pun di tentukan.
Padahal seharusnya memiliki sistem yang bebas untuk diambil kapanpun dan berapapun banyaknya nominal yang akan digunakan untuk membangun rumah, perbaikan atau kepemilikan rumah. Selain itu, banyak syarat dan ketentuan yang harus dipenuhi untuk memanfaatkan dana Tapera tersebut. Misalnya masa kepesertaan minimal 12 bulan, termasuk golongan MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah), belum memiliki rumah dan sebagainya. (kompas.com, 2 juni 2020)
Di tengah wabah seperti ini, pemerintah seakan tutup mata melihat kondisi rakyatnya yang luput dari ri'ayahnya. Masyarakat justru malah menjadi tulang punggung negara untuk memperbaiki sendi perekonomian negara. Berbagai cara dilakukan agar roda perekonomian bisa kembali berputar, menekan pertumbuhan ekonomi yang sedang lesu karena dampak pamdemik korona.
Apa sebenarnya yang diinginkan pemerintah terhadap rakyatnya? Hanya satu, pemerintah membutuhkan suntikan dana. Melalui PP Tapera ini pemerintah seakan menyedot darah warga negaranya sendiri yang sedang kesusahan. Sudahlah rakyat menghadapi wabah yang entah sampai kapan berakhirnya, memenuhi kebutuhan sehari-hari sendiri plus uang bulanannya pun dipotong untuk iuran tapera. Sempurna sekali penderitaan rakyat +62 ini, tetapi dengan pongahnya pemerintahnya acuh, cuek bebek, biasa saja, tidak memikirkan bagaimana kesejahteraan rakyatnya, bagaimana kehidupan rakyatnya. Sekalipun memikirkan itu hanya hipokrit belaka, tidak ada ketulusan dihati para penguasa saat ini.
Mengapa harus mengemis lagi kepada rakyat? Bukankah Indonesia ini kaya akan sumber daya alamnya? Kenapa harus rakyat lagi yang memikul beban? Beban rakyat sudah sangat berat, jangan ditambah beban baru yang lebih menyengsarakan.
Begitulah kondisi buruk saat kapitalisme diterapkan dalam kehidupan, tidak ada masalah yang dapat terselesaikan, yang ada malah menambah masalah yang kian suram. Aturan dalam sistem kapitalisme dibuat atas dasar kepentingan, kepentingan para korporat yang yang cinta harta dan tahta berlebihan. Hingga rakyat pun menjadi korban.
Dari carut marutnya permasalahan negeri ini, dan menderitanya rakyat +62 disaat pandemik, ternyata ada secercah solusi yang akan menyelamatkan bumi pertiwi. Islam hadir sebagai solusi, memecahkan segala problematika kehidupan di bumi.
Rumah adalah kebutuhan mendasar bagi rakyat sehingga wajib untuk dipenuhi terutama tanggung jawab seorang pemimpin yang harus memenuhinya, bahkan tidak boleh seorang kepala negara menyerahkan kepada operator dalam menyediakan rumah yang layak untuk rakyatnya. Karena akan melepaskan tanggung jawab nya sebagai pemimpin, sebab itu adalah amanah yang harus direalisasikannya untuk rakyat. Seorang pemimpin di dalam Islam adalah raa'in (pengurus) umat. Seperti yang disabdakan Rasulullah SAW:
"Imam (khalifah) adalah pengurus dan ia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya". (HR.Al-Bukhari)
Maka dari itu tidak ada solusi lain yang akan menyelesaikan segala problematika kehidupan kecuali aturan-aturan yang terdapat dalam Al-Qur'an dan Assunah diterapkan dalam kancah kehidupan. Saatnya kembali kepada aturan Islam, menerapkan aturan Islam kaffah dalam naungan syariah dan Khilafah.
Post a Comment