Kuliah Bebas Biaya? Terapkan Sistem Islam

Oleh: Nur Purnama I. P, SE 
(pegiat literasi)

Suara mahasiswa di beberapa daerah mulai menggema. Menyuarakan aspirasi diri terhadap nasib perkuliahan di tengah pandemik. Orang tua terdampak secara ekonomi, materi kuliah harus diakses secara online dan Uang Kuliah Tunggal (UKT) tetap harus ditunaikan. (okezone.com, 18/06/2020; bantennews.co.id, 22/06/2020)

Tak ada kenaikan UKT di tengah pandemi, maupun empat skema keringanan pembayaran UKT yang ditawarkan, tak cukup menghibur hati. Termasuk pengalokasian dana Rp 1 triliun dari Kemendikbud untuk meringankan beban UKT sehingga mahasiswa masih bisa lulus, masih bisa melanjutkan sekolah, dan tidak rentan drop out pun belum mampu menjadi solusi. Karena untuk mendapatkan bantuan Dana UKT mahasiswa tersebut, ada sejumlah kriteria yang disyaratkan. 

Di antara kriteria tersebut mencakup kepastian status orangtua mahasiswa yang memang mengalami kendala finansial sehingga tak mampu membayar UKT. Kemudian juga bukan termasuk mahasiswa yang sedang dibiayai oleh program KIP Kuliah atau beasiswa lainnya. Selanjutnya, Dana Bantuan UKT ini  diperuntukkan bagi mahasiswa PTS dan PTN yang sedang menjalankan semester 3, 5, dan 7 pada tahun 2020. Di mana, penambahan jumlah penerima Dana Bantuan UKT akan diberikan sebanyak 410.000 mahasiswa (terutama Perguruan Tinggi Swasta). (Kompas.com, 21/06/2020)

Padahal kita pun bisa melihat, kondisi pandemik ini menghantam berbagai lini dari masyarakat, tak terkecuali. Sementara dari persyaratan tersebut, tak mencakup semua personal peserta didik perkuliahan. Karena memang demikianlah paradigma berpikir dalam sistem yang bercokol di negara kita saat ini. Sistem Kapitalis-Sekuler mengebiri hak rakyat sesungguhnya untuk mengenyam pendidikan secara baik, tepat dan mudah. Mengapa demikian?

Perlu kita memahami lebih dulu bahwa ada fakta yang harus kita ketahui. Dalam membangun kepribadian dan mentalitas sebuah masyarakat dalam negara, keberadaan sebuah sistem hidup bernama ideologi, menjadi asas dan landasan yang memegang peranan penting. Karena ideologi adalah sebuah aturan hidup (way of life) yang menjadi nilai dasar bagi kehidupan individu, masyarakat dan negara.

Di dunia, ada 3 ideologi besar yang menjadi way of life bagi kehidupan saat ini, yaitu Kapitalisme-Sekularisme, Sosialisme-Komunisme dan Islam. Ketiga ideologi ini berperan besar dalam menetukan sistem hidup masyarakat, termasuk terhadap sistem pendidikan.

Sistem pendidikan berdasarkan ideologi Kapitalisme-Sekularisme atau Sosialisme-Komunisme tentu berkeinginan mewujudkan struktur masyarakat yang sekuler-kapitalis atau sosialis-komunis. Sementara sistem pendidikan yang berbasiskan ideologi Islam tentu berkeinginan untuk membangun struktur masyarakat Islam. 

Dalam sebuah negara yang mengadopsi ideologi Kapitalis-Sekuler, sistem pendidikan yang ditegakkan hanya akan menghasilkan sumber daya manusia yang berpikir profit oriented dan mengesampingkan nilai-nilai agama. Karena memang demikianlah karakter dari ideologi ini. Maka kita bisa melihat sendiri setiap kebijakan yang dihasilkan di negara kita, begitu khas dengan ideologi Kapitalis-Sekuler tersebut. 

Kita merasakan, bahwa untuk mendapat sebuah pendidikan yang berkualitas, butuh biaya yang tinggi dan effort yang besar. Fasilitas yang diberikan negara pun tidak mencakup seluruh lapisan masyarakat. Ada berbagai persyaratan yang menyebabkan kesenjangan dalam masyarakat untuk mengenyam pendidikan. Visi dan misi dari dunia pendidikan saat ini pun tak lepas dari menyiapkan generasi yang siap kerja dan mampu bersaing dalam industri. Sementara sekularisasi sukses menjadikan nilai-nilai agama mengalami disfungsional dalam penjagaan setiap keputusan dan langkah kehidupan yang diambil masyarakat dan negara. 

Hingga sampailah pada kondisi pandemik saat ini, semakin menunjukkan pada kita, kebobrokan dan kegagalan dari sistem pendidikan yang bertumpu pada ideologi Kapitalis-Sekuler ini. Sudahlah terseok-seok menghadapi pandemi, kebijakan yang digelontorkan pun tak jua menentramkan hati.

Sistem Pendidikan Dalam Islam
Berbeda dengan sistem pendidikan dalam ideologi Kapitalis-Sekuler, dalam Islam negara berkewajiban mengatur segala aspek berkenaan dengan sistem pendidikan. Mencakup persoalan kurikulum, akreditasi sekolah/Perguruan Tinggi, metode pengajaran, bahan-bahan ajarnya, juga upaya agar masyarakat dapat memperoleh pendidikan dengan baik dan mudah.

Karena tujuan dari pendidikan dalam Islam adalah untuk membentuk manusia yang memiliki kepribadian Islam,  menguasai pemikiran (tsaqofah) Islam dan menguasai ilmu-ilmu terapan (PITEK), serta memiliki ketrampilan yang tepat guna dan berdaya guna. 

Kurikulum pendidikan dalam Islam juga dibangun berlandaskan akidah Islam, sehingga setiap pelajaran dan metodologi pendidikan disusun sesuai dengan asas tersebut. Kalaupun ada materi ideologi selain Islam yang disampaikan, tujuannya adalah untuk menggambarkan kecacatan dan ketidaksesuaiannya dengan fitrah manusia.

Kemudian, menilik pada sirah Nabi Shalallahu 'alaihi wassalam dan tarikh Daulah Khilafah Islam (Al Baghdadi, 1996), dalam Islam, negara harus memberikan jaminan pendidikan secara gratis dan kesempatan seluas-luasnya bagi seluruh warga negara untuk melanjutkan pendidikan ke tahapan yang lebih tinggi dengan fasilitas (sarana dan prasarana) yang disediakan negara. Kesejahteraan dan gaji para pendidik pun sangat diperhatikan dan merupakan beban negara yang diambil dari kas Baitul maal (kas negara). 

Kita dapat melihat pada perhatian Rasulullah terhadap dunia pendidikan ketika beliau menetapkan agar para tawanan perang Badar dapat bebas jika mereka mengajarkan baca-tulis kepada sepuluh orang penduduk Madinah. Di mana hal ini merupakan sebuah tebusan, yang menurut hukum Islam, barang tebusan itu merupakan hak Baitul Maal (kas negara).

Kemudian, dari sejarah kekhalifahan Islam pun kita akan melihat besarnya perhatian para Khalifah terhadap pendidikan rakyatnya, termasuk terhadap para pendidiknya. Imam Ad Damsyiqi telah menceritakan sebuah riwayat dari Al Wadliyah bin Atha yang menyatakan bahwa di kota Madinah ada tiga orang guru yang mengajar anak-anak. Khalifah Umar bin Khatthab memberikan gaji pada mereka masing-masing sebesar 15 dinar ( 1 dinar = 4,25 gram emas) (sekitar 51 juta rupiah dengan kurs saat ini). 

Kemudian, dahulu juga ada Madrasah Al Muntashiriah yang didirikan oleh Khalifah Al Muntahsir di kota Baghdad. Di madrasah tersebut, setiap siswa menerima beasiswa berupa emas seharga satu dinar. Kehidupan keseharian mereka pun dijamin sepenuhnya oleh negara. Fasilitas sekolah disediakan, seperti perpustakaan beserta isinya, rumah sakit, dan pemandian.

Ada pula Madrasah An Nuriah di Damaskus yang didirikan pada abad keenam hijriyah oleh Khalifah Sultan Nuruddin Muhammad Zanky. Di sana terdapat fasilitas seperti asrama siswa, perumahan staf pengajar, tempat peristirahatan, para pelayan serta ruangan besar untuk ceramah dan diskusi.
Semua sarana dan prasarana dalam dunia pendidikan tersebut, tentu harus dipenuhi oleh negara. Hal ini tak lepas  dengan pengelolaan terhadap sumber pemasukan negara (zakat, fa'i, ghanimah, kharaj, usyr, jizyah, dll) yang dikelola dengan benar sesuai dengan aturan Islam. Selain itu seluruh kekayaan sumber daya alam (SDA) harus dikelola oleh negara dan tidak boleh diserahkan pengelolaannya kepada Asing/Korporat. Di mana negara juga tidak boleh mengambil keuntungan (non profit oriented) dari pengelolaannya dan dipergunakan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. 

Demikianlah, jika kita menerapkan sistem pendidikan yang berasas kepada Islam sebagai the way of life dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, maka akan terwujud sebuah sistem pendidikan yang baik dan benar. Sebuah sistem yang mampu melahirkan generasi-generasi unggul yang berkepribadian Islam, bertakwa pada Rabb-nya, serta sejahtera dan penuh rahmat. Wallahu 'a'lam bi ashshowab.
Previous Post Next Post