Oleh: Tia Rani Rahayu
(Aktifis Muslimah)
Di Makassar seorang ibu hamil rela kehilangan bayi dalam kandungan karena ditolak beberapa rumah sakit saat hendak melahirkan. Diketahui, RN ditolak karena tidak mampu membayar biaya test Covid-19 sebesar 2,3 juta, sebagai syarat sebelum melakukan proses persalinan (Kumparan.com, 18/06/20).
Miris, dari berita tersebut ada beberapa opsi yang terjadi. Pertama, RN seorang ibu hamil yang butuh penanganan khusus. Kedua, RN ternyata dinyatakan positif Covid-19. Namun, lebih mirisnya lagi akhirnya bayi dalam kandungan yang harus menjadi korban meninggal sebelum dilahirkan. Ini benar-benar janggal dan hampir tak manusiawi. Kasus ini tidak hanya terjadi sekali dua kali, melainkan masih banyak RN diluar sana yang pernah menjadi korban telatnya penangan persalinan ibu dan anak.
Pemberitaan kasus pasien Covid-19 pun semakin hari semakin mengila dengan jumlah penderita yang meningkat tiap harinya. Terpaksa umat dibuat bingung dengan segala keputusan pemerintah yang sampai saat ini masih tak bisa cepat dalam memberi solusi.
Permasalahan pada hari ini juga disebabkan banyaknya penguasa yang abai. Penguasanya yang kurang cepat tanggap dalam menangani wabah, bahkan sudah banyak nyawa melayang karena keteledoran. Seolah dibuat permainan dan tak peduli, siapa yang berkuasa dia yang berhak menerima kebahagian dan keamanan.
Membahas problem ini memang menyesakan dan menaruh luka terdalam. Luka umat adalah luka kita, dan luka kita adalah apa yang dirasakan umat hari ini. Tindakan mereka sungguh keterlaluan di saat mengedepankan materi dibanding nyawa saudaranya sendiri.
Bagi kapitalis ini adalah hal yang lumrah, dengan mudah mereka mengeluarkan pernyataan "tidak sengaja" sama seperti yang kini sedang viral. Bisa jadi, tapi apakah itu pantas diucapkan oleh seorang pelaku? Ini justru membuat hati umat semakin meronta-ronta bagaimana jaminan kesehatan, dan pelayanan keamanan dapat dirasakan oleh seluruh komponen masyarakat apabila yang diadopsi adalah paham sekuler-kapitalistik. Mustahil!
Dalam Islam dijelaskan kemuliaan atas ibu hamil dalam QS. Al-Ahqaf ayat 15,
وَوَصَّيْنَا ٱلْإِنسَٰنَ بِوَٰلِدَيْهِ إِحْسَٰنًا ۖ حَمَلَتْهُ أُمُّهُۥ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا ۖ وَحَمْلُهُۥ وَفِصَٰلُهُۥ ثَلَٰثُونَ شَهْرًا ۚ ...
"Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula) Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan."
Berbanding terbalik bagaimana Islam dalam menuntaskan problem kehidupan. Semua problem ini tidak akan terjadi jika pemerintah menerapkan sistem penerapan Islam bahkan SDA Indonesia yang melimpah, akan sangat mampu menyejahterakan seluruh rakyatnya.
Para ibu-ibu yang hamil dan menyusui, juga ibu-ibu yang lemah dan miskin, akan mendapat perhatian khusus dari pemerintah. Sebab dalam Islam, pemimpin bertanggung jawab terhadap seluruh rakyat. Dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Catatan sejarah telah memberikan bukti tentang hal ini.
Misalnya saja pada masa Khalifah Umar bin al-Khattab (634 -644 M), ia biasa berpatroli keliling Madinah setiap malamnya. Satu malam pernah Umar bersama Ummu Kultsum, istrinya, membantu persalinan seorang ibu, sembari Umar menemani suaminya, hingga lahirlah bayi ibu tersebut. Begitu kagetnya sang suami mengetahui bahwa yang menemani dan membantunya adalah Amirul Mu’minin. Pada malam lain, Umar mendapati ada anak-anak yang menangis kelaparan, lalu ibunya berpura-pura memasak, padahal hanya mendidihkan air, berharap agar anaknya yang kelaparan menunggu dan tertidur. Melihat itu, Khalifah Umar bersegera mengambil sekarung gandum yang beliau bawa sendiri dan diberikan kepada ibu tersebut. (Al-Bidayah wa an-Nihayah, 7/153-154).
Umar bin Khattab radhiallahu‘anhu menetapkan santunan dari Baitul Mal bagi anak-anak yang telah selesai masa penyapihannya (menyusui). Yakni usia di atas dua tahun. Mengetahui kebijakan demikian, para ibu mempercepat masa penyapihan anak-anaknya.
Mereka ingin segera mendapat santunan pemerintah, demi meringankan beban rumah tangga. Umar terkejut melihat respon ibu-ibu itu. Lalu ia bertekad, meninggalkan tempat tidur. Kemudian ia haramkan matanya untuk terlelap.
Dan hampir-hampir orang yang shalat mendengar jelas suara Umar ketika membaca Alquran (dalam shalat). Suara tangisnya meninggi terpengaruh dengan ayat yang ia baca. Seusai shalat, Umar mengeluarkan kebijakan, santunan diberikan kepada setiap anak sejak mereka dilahirkan. Ia tempuh kebijakan ini demi menjaga dan melindungi anak-anak. Dan juga menyenangkan hati para ibu yang sedang menyusui (Thabaqat Ibnu Said, (III: 298); ar-Riyadh an-Nadhirah, (II: 389); dan ath-Thifl fi asy-Syari’ah al-Islamiyah).
MasyaAllah. Betapa mulia hati Umar. Tanggung jawabnya sebagai seorang pemimpin tak diragukan lagi. Semua ini dilakukan Umar karena kecintaan ia terhadap Allah dan Rasulnya. Dan karena takutnya Umar terhadap ancaman siksa dari Allah Swt. Sebab jika ada rakyatnya yang kesulitan, sementara dia lalai akan hal itu, maka dia harus siap mempertanggungjawabkannya kelak di hari akhir.
Selain penerapan kesehatan serta ekonomi Islam, sistem pendidikan juga merupakan hal mendasar yang harus menjadi fokus perhatian pemerintah. Sistem pendidikan dalam Islam berbasis akidah Islam. Bertujuan membentuk kepribadian Islam. Tercapainya tujuan pendidikan ini akan mencegah terjadinya berbagai tindakan kriminal atau kemaksiatan.
Output yang dihasilkan dari sistem pendidikan Islam, bisa kita lihat pada generasi para sahabat dan masa setelahnya. Sesulit atau seberat apapun masalah yang dihadapi, tidak akan membuat mereka lupa diri. Sebab hati mereka selalu dipenuhi keimanan dan ketakwaan. Merekalah generasi yang memiliki hati yang bening dan pikiran yang jernih.
Para ayahnya merupakan ayah yang bertanggung jawab dan petarung di kancah dunia. Para ibunya merupakan sosok yang tangguh, termasuk orang yang mampu mencetak generasi unggul dan takwa.
Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya tindakan kriminalitas dan kezaliman jalan satu-satunya adalah dengan menerapkan sistem Islam dalam setiap lini kehidupan yang akan mampu menyejahterakan rakyat, juga dengan menerapkan sistem pendidikan Islam, yang akan melahirkan generasi bermental kuat. Hanya saja, penerapan sistem ekonomi dan sistem pendidikan Islam, hanya bisa dilakukan oleh sebuah negara yang berbasis ideologi Islam,
yakni Khilafah.
Wallahua'lam.