Oleh : Elin Nurlina
(Ibu Rumah Tangga)
Adanya pandemi covid-19 khususnya di Indonesia, telah mengakibatkan berbagai dampak yang mengguncang masyarakat diberbagai sektor. Dunia pendidikan pun tak luput terkena imbasnya. Pembelajaran yang biasanya tatap muka pun terpaksa harus dihentikan sementara guna memutus penyebaran virus. Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) yang digadang-gadang solusi paling efektif pun ternyata makin menyisakan beban yang semakin berat. Pasalnya, fasilitas pembelajaran harus disediakan secara mandiri oleh peserta didik. Sementara keadaan ekonomi menurun drastis. Kebutuhan semakin bertambah manakala berebut antara urusan perut dan urusan hp. Di tengah pandemi, mengisi kuota data Hp menjadi kebutuhan primer karena untuk melaksanakan PJJ dibutuhkan kuota agar tetap aktif. Ditambah dalam kondisi semacam itu, justru biaya pendidikan belum ada titik celah keringanan.
Tentu saja keadaan ini, terutama para mahasiswa, mendorong mereka untuk menyampaikan protes atas minimnya perhatian pemerintah pada keadaan mahasiswa ditengah pandemi. Keadaan yang mengharuskan kuliah daring, orang tua sedang kesulitan ekonomi sementara biaya tetap mencekik, mendorong mahasiswa untuk menuntut agar ada penurunan UKT, bahkan ada yang menuntut UKT harus di gratiskan.
Banyaknya tuntutan dari masyarakat, akhirnya Kemendikbud menetapkan bahwa akan ada skema penurunan UKT, dengan anggaran sebesar Rp 1 triliyun untuk dana bantuan UKT (www.kompas.com). Walaupun dalam realisasinya bagai punduk merindukan bulan, ini karena rakyat sudah sering di PHP-in oleh rezim berkuasa. Bagaimana tidak, bantuan langsung tunai alias BLT saja masih terkatung-katung menunggu kepastian dari pemerintah yang pembagiannya merata. Sebab fakta dilapangan tidak semua rakyat menerima BLT dan banyak yang salah sasaran juga.
Padahal, jaminan kesejahteraan rakyat adalah tanggung jawab negara. Mau itu ada pandemi atau pun tidak, negara tetap memberikan jaminan kebutuhan dan kesejahteraan dalam berbagai sektor. Begitupun dalam dunia pendidikan. Pendidikan merupakan kebutuhan dasar sebagaimana kebutuhan makan, minum, pakaian, rumah, kesehatan, dan sebagainya. Oleh karena itu menuntut hak kepada negara adalah keharusan. Umat dan mahasiswa tidak boleh tinggal diam menyaksikan keadaan ini, agar negara tidak lalai dan abai dalam kewajibannya terlebih jaminan kebutuhan pendidikan adalah hal yang mendasar.
Negara harus menjamin pendidikan yang bermutu bagi seluruh warga negara secara gratis hingga perguruan tinggi dengan fasilitas-fasilitas sebaik mungkin. Memaklumi kehadiran negara hanya berwujud penurunan UKT di masa pandemi, sama saja dengan membiarkan berlangsungnya pendidikan sekuler yang mengamputasi potensi lahirnya para generasi- generasi Khoiri ummah.
Hal ini disebabakan, jaminan mendapatkan pendidikan merupakan hak yang sama baik mereka berasal dari keluarga kaya maupun dari yang miskin. Mereka semua harus mendapatkan pendidikan yang gratis, guru profesional, sarana prasarana yang lengkap, berikut biaya hidup dan fasilitas yang memadai bila mereka mengharuskan tinggal di asrama.
Tiadanya kritik terhadap kewajiban negara untuk menyediakan pendidikan gratis artinya melestarikan tata kelola layanan masyarakat yang menyengsarakan karena lepasnya tanggungjawab penuh negara sebagai pelayan rakyat. Maka biaya pendidikan mahal pun tak bisa lagi dielakkan.
Tentu saja pendidikan gratis dalam sistem kapitalisme bagai punduk merindukan bulan. Hanya dalam sistem Islam-lah, jaminan pendidikan yang baik akan dirasakan oleh seluruh warga negara. Rakyat bisa mendapatkan pendidikan gratis, guru profesional, sarana prasarana memadai, ditambah sistem pendidikan yang dijalankan pun sangat diperhatikan. Baik itu asas pendidikannya, kurikulumnya, tujuan pendidikan dan metodenya, serta pengajaran tsaqofah dan ilmu pengetahuan sangat diperhatikan. Sehingga pendidikan yang diterima akan mencetak mereka menjadi generasi yang berkepribadian Islam, memiliki tsaqofah islam serta menguasai ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi kehidupan berbangsa dan negara.
Wallahu'alam bishshowwab.