By: Lina Ummu Najah
Tulisan ini sebenarnya tulisan lanjutan dari tulisan sebelumnya yang berjudul *Stop Mengasihani Diri Sendiri!*
Mengapa kita mudah mengasihani diri sendiri? Dan mengapa kita sulit untuk bahagia? Karena bisa jadi tolak ukur kebahagiaan kita adalah nikmat orang lain.
Kebiasaan suka membanding bandingkan diri dengan orang lain itulah yang menjadi penyebab sulitnya untuk bahagia.
Padahal sejatinya bahagia itu tidak juga terlepas dari derita. Bahagia akan selalu beriringan dengan derita, kalau saya menyebutnya bahagia dan derita itu satu paket. Kita gak bisa milih bahagia aja dalam hidup. Gak bisa!
Seperti satu paket nya penciptaan langit dan bumi, siang dan malam, panas dan dingin ( hujan), laki-laki dan perempuan dsb.
Sebab dalam QS. Al Baqarah:155 Allah SWT sudah berjanji
Walanabluwannakum bisyai-in minal khaufi wal juu’i wanaqshin minal amwaali wal anfusi wats-tsamaraati wabasy-syirish-shaabiriin.
_Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan.
Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar_
Kata wau pada ayat tersebut Kata para mufassir adalah wau sumpah. Artinya Allah SWT telah bersumpah bahwa Dia benar-benar akan memberikan ujian berupa ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan.
Bila ada dongeng dari barat yang endingnya" pangeran dan Putri menikah, mereka hidup bahagia selama-lamanya".
Maka ketika akan membacakan buku cerita tersebut ke anak saya, saya rubah "Pangeran dan Putri menikah, kadang-kadang mereka mendapatkan kenikmatan maka mereka bersyukur, dan kadang-kadang juga mereka mendapatkan cobaan lalu mereka bersabar. Hidup taat, Istiqomah insya Allah meraih surga bersama sama!"
Begitu..!
Karena pada faktanya dalam sebuah pernikahan tidak melulu bahagia yang dirasakan. Adakah rumah tangga yang tanpa konflik? Gak ada! Jangankan kita manusia biasa, para nabi aja penuh dengan konflik, penuh dengan berbagai ujian. Ada yang di uji dengan keluarganya, dengan kaumnya. Dsb.
Semuanya pasti akan di uji, semuanya pasti akan mengalami derita. Kadar
Ujiannya saja yang berbeda beda. Bila orang kaya di uji dengan kehilangan uang trilyunanan. Sedangkan rakjel ( rakyat jelata) paling kehilangan recehan. Tapi ujiannya sama-sama kehilangan harta.
Sedih, takut, kehilangan, kekurangan, bahagia, senang, kelapangan itu semua adalah bagian dari dinamika kehidupan. Biarlah bahagia itu jadi makmum saja, artinya ngikut aja ... Kemana pun derita ( ujian ) itu ada. Karena sesungguhnya ketika derita itu hadir, maka bahagia itu pun dekat.
Maka kata Allah di bagian terakhir ayat tadi
"Maka sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang bersabar".
Ya, hanya orang-orang sabar yang Allah lapangkan dada nya hingga kebahagiaan pun menyertai nya.insya Allah.
Wallahu'alam.
Bogor,26 Juni 2020