Oleh : Rina Tresna Sari, S.Pd.I
Praktisi Pendidikan dan Member Akademi Menulis Krearif
Guncangan Covid-19 yang belum juga reda, telah menghantarkan pada bahaya kelaparan. Dilansir oleh TEMPO.CO 23/04/2020 - Lembaga dunia World Food Program mengatakan masyarakat dunia menghadapi ancaman kelaparan besar-besaran dalam beberapa bulan lagi akibat resesi ekonomi yang dipicu pandemi COVID-19 atau virus Corona.
Tak terkecuali sang Zamrud khatulistiwa dengan limpahan kekayaan sumber daya alamnya yang luar biasa, ternyata masih harus kelimpungan dalam menghadapi pandemi ini. Sistem kapitalisme yang diadopsi, telah membuat Indonesia tak bisa lepas dari ketergantungannya pada dikte asing. Inilah yang menjadi biang kerok gagalnya penanganan wabah di negeri ini, kegagalan ini mengikuti kegagalan para “tuannya".
Sebelum Covid-19 menyerang, 22 juta penduduk Indonesia sudah mengalami kelaparan kronis. Dan pasca merebaknya pandemi Covid-19, jumlah itu bertambah dengan cepat. Gelombang PHK besar-besaran menimbulkan pandemi kemiskinan dan kelaparan. Kebijakan PSBB yang tak diikuti dengan pemenuhan kebutuhan pokok bagi seluruh rakyat terdampak, semakin menambah besar ancaman kelaparan.
Ancaman bahaya kelaparan adalah bukti nyata kegagalan negara kapitalis. Kalaupun wabah ini berakhir, tak ada jaminan masalah akan berakhir.
Kemiskinan, kelaparan, penderitaan, akan terus menimpa sebagian besar umat manusia di muka bumi ini. Mengapa? Karena dalam desain kapitalisme, hanya segelintir orang yang berhak menikmati kekayaan alam dunia yang berlimpah ruah ini.
Faktanya, sebelum wabah pun, kondisi di berbagai negara berkembang (baca: miskin) dunia, mereka berjuang untuk melawan kemiskinan dan kelaparan. Sementara di negara-negara maju, penduduknya berjuang melawan kegemukan. Kesenjangan kaya dan miskin tersebut semakin hari semakin besar. Dan pascawabah, ancaman kelaparan pun semakin besar.
Bagaimana dengan Islam? Islam datang dengan seperangkat aturan multidimensional yang mengatur manusia dengan manusia yang lain. Perangkat hukum Islam diturunkan Allah Swt dengan tendensi khusus yakni agar ia menjadi rahmat atas seluruh umat manusia. Allah Swt berfirman,
“Dan tidaklah Kami mengutus engkau (Muhammad) kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam” (QS al Anbiya [21] : 107).
Penerapan syariat Islam secara keseluruhan dalam semua aspek kehidupan oleh negara Khilafah akan memastikan rahmat bagi seluruh alam itu benar-benar mewujud. Negara Khilafah akan menjamin terhindarnya manusia dari bahaya kelaparan maupun kriminalitas.
Khalifah, sang penguasa Islam, akan menjalankan tugasnya hingga jaminan tersebut benar-benar bisa direalisasikan. Itu karena kesadaran penuh bahwa ia memiliki tugas sebagai raa’iin (pengatur dan pemelihara) dan junnah (pelindung) sebagaimana sabda Rasulullah Saw:
“Seorang imam adalah raa’in (pemelihara dan pengatur urusan rakyatnya), dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap rakyatnya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Khalifah menyadari penuh bahwa pengurusan dan penjagaan terhadap rakyatnya akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah di hari akhir kelak. Satu saja rakyatnya yang lapar, maka begitu besar murka Allah kepadanya. Apalagi jika kelaparan itu sampai mengantarkan kepada kematian.
Sudah masyhur dalam sejarah Islam bagaimana kisah Khalifah Umar Bin Khaththab ra. yang rela memanggul sendiri sekarung gandum demi untuk seorang wanita rakyatnya yang kelaparan dengan kedua anaknya, sementara ia sebagai penguasa baru mengetahuinya.
Demikianlah, negara Khilafah akan melahirkan sosok-sosok penguasa yang bertakwa kepada Allah, takut kepada-Nya, dan selalu merasa diawasi oleh-Nya hingga membuatnya bersungguh-sungguh berusaha mengurus seluruh urusan rakyatnya.
Negara Khilafah akan memenuhi kebutuhan pokok tiap rakyatnya baik berupa pangan, pakaian, dan papan. Mekanismenya adalah dengan memerintahkan para laki-laki untuk bekerja (lihat QS al Baqarah [2] : 233) dan menyediakan lapangan kerja seluas-luasnya bagi mereka.
Adapun di masa wabah, maka negara Khilafah akan menerapkan kebijakan lockdown sehingga rakyat di wilayah terdampak tak bisa keluar dan yang di luar tak bisa masuk. Dalam kondisi seperti ini maka semua rakyat di wilayah terdampak akan dijamin kebutuhan pokoknya.
Adapun wilayah yang tak terdampak bisa tetap menjalankan aktivitas ekonominya sehingga roda perekonomian bisa berjalan dengan baik. Negara Khilafah bisa fokus menyehatkan rakyat yang sakit dan mengedukasi agar yang sehat tidak tertular yang sakit di daerah terdampak.
Salah satu fakta sejarah tak terbantahkan adalah di masa wabah, Khalifah Umar bin Khaththab mengeluarkan kebijakan di antaranya: 1) Mengirimkan kebutuhan dasar pokok kepada masyarakat yang terdampak; dan 2) Melakukan penangguhan penarikan zakat peternakan.
Negara Khilafah mampu memenuhi semua jaminan kebutuhan pokok rakyatnya tanpa kekurangan sedikit pun. Hal tersebut bisa terjadi karena di dalam Islam, sumber daya alam termasuk dalam harta kepemilikan umum dimana pengelolaannya dilakukan oleh negara Khilafah, yang hasilnya dikembalikan sepenuhnya kepada seluruh rakyat dalam bentuk berbagai pelayanan public. Degan demikian semua fasilitas dan layanan pendidikan, kesehatan, juga keamanan bisa didapatkan semua rakyat secara murah bahkan gratis.
Sistem politik yang sehat, pengaturan ekonomi yang adil, pendistribusian kebutuhan pokok (primer) yang merata ke seluruh individu masyarakat, dan pemberian fasilitas yang adil bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sekunder dan tersiernya, itulah hal-hal yang akan kita jumpai apabila Islam diterapkan dalam kehidupan.
Sudah saatnya umat manusia meninggalkan sistem kapitalisme dan beralih kepada sistem Khilafah. Sistem sahih yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya, dan telah terbukti selama lebih dari 13 abad berkuasa di dunia, melahirkan peradaban unggul nan mulia yaitu peradaban Islam yang membawa kejayaan umat Islam dan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia.
Wallahu a'lam bishshawab.
Post a Comment