Ujian, Ramadhan dan Takwa

Oleh : Sri Nawangsih
Ibu Rumah Tangga

Marhaban yaa Ramadhan, Alhamdulillah Allah telah memberikan kita umur sehingga kita sampai di awal bulan Ramadhan ini. Hendaknya sebagai seorang Muslim harus menyambutnya dengan gembira. Karena, bulan Ramadhan merupakan bulan yang penuh rahmat, berkah dan ampunan juga pertolongan.

Pada Ramadhan kali ini, kita menemukan kondisi yang berbeda dengan Ramadhan tahun-tahun sebelumnya. Allah menguji kita dengan adanya wabah virus Corona. Tidak sedikit orang yang berduka karena ditinggal meninggal  oleh orang-orang tercinta dan harus terpisah dengan orang yang tersayang sebab wabah virus ini. Wabah ini tidak hanya mengancam jiwa saja tetapi ekonomi masyarakat ikut terancam. Banyak perusahaan yang hampir lumpuh karena wabah ini. Akibatnya, banyak pegawai yang dirumahkan, tak sedikit pula yang di-PHK, dan penghasilan membuat angka pengangguran meningkat. Wabah ini juga membuat pendapatan pekerja harian tersendat. Hari ini tak sedikit kita temukan masyarakat yang tidak dapat memenuhi kebutuhannya bahkan untuk sekedar makan.

Di media kita melihat ada satu keluarga di kota Serang yang sudah tidak makan dua hari dan hanya meminum air galon saja karena tidak dapat penghasilan. Di daerah lain juga kita temukan seorang bapak yang terpaksa mencuri 5 kg beras untuk memenuhi kebutuhan makannya.

Meskipun tengah dilanda wabah Corona ini Ramadhan kali ini tetap istimewa, selayaknya setiap Muslim tetap bergembira. Karena Ramadhan akan selalu bertabur Rahmat, maghfirah dan pahala yang berlipat ganda. Terlebih lagi pada Ramadhan kali ini kita diuji dengan dua kesabaran. Yaitu, sabar dalam menahan makan, minum dan hawa nafsu juga sabar dalam menghadapi ujian wabah Corona.

Rasulullah SAW. bersabda kepada Abuu Umamah al-Bahili:
"Hendaknya engkau berpuasa karena puasa itu ibadah yang tak ada tandingannya." (HR Ahmad dan An-Nasai)
Hal ini dikuatkan oleh hadits lain. Rasulullah saw. bersabda:

Allah ‘Azza wa Jalla telah berfirman, “Setiap amal manusia itu bagi dirinya, kecuali puasa. Puasa itu untuk-Ku. Akulah yang akan langsung memberikan pahalanya." (HR al-Bukhari dan Muslim)

Ibnu Bathal dalam syarh atas hadits diatas menukil pernyataan Ibnu Uyainah.”Puasa itu identik dengan kesabaran, sebabnya orang yang berpuasa bersabar untuk tidak makan, minum dan berhubungan suami istri (semata mata karena Allah SWT).” (Ibnu Bathal, Syarh Shahih al-Bukhari, 4/9)
Dan orang yang sabar, Allah SWT beri pahala tanpa batas. Sebagaimana Firman Allah dalam Q.s Az-Zumar ayat 10. Bahkan pahala kesabaran menghadapi wabah setara dengan pahala orang yang mati syahid. Rasulullah saw. bersabda tentang wabah thaun:
"Tidaklah seorang hamba saat thaun (wabah) terjadi, berdiam di negerinya- dalam riwayat Imam Ahmad yang lain: lalu dia berdiam di rumahnya- seraya bersabar dan mengharap ridha Allah, dan dia menyadari bahwa tidak menimpa dirinya kecuali apa yang telah Allah tuliskan untuk dia, kecuali bagi dia pahala semisal pahala syahid." (HR Bukhari dan Ahmad).

Tujuan utama disyariatkannya Ibadah pada bulan Ramadhan adalah untuk meningkatkan ketakwaan orang-orang yang beriman sebagaimana Firman Allah dalam surat Al-Baqarah:183. Takwa adalah predikat yang paling mulia di sisi Allah SWT. Bekal hidup untuk bahagia baik di dunia maupun di akhirat. Ketika seorang sahabat Rasul meminta pesan singkat yang akan dijadikan pegangan hidupnya sehari hari dan Rasul mewariskannya dengan pesan “Bertakwalah kepada Allah dimanapun kamu berada. Setidaknya ada tiga jaminan bagi orang yang bertakwa: Yang pertama dan kedua yaitu Jalan keluar atas segala kesulitan dan Rezeki dari arah yang tidak terduga sebagaimana Firman Allah dalam Q.s At=Talaq: 2-3. Ketiga, kemudahan dalam segala urusan sebagaimana Firman Allah dalam Q.s At-Talaq: 4. Oleh karena itu, dalam menghadapi beragam ujian hendaklah kita bertakwa kepada Allah SWT. Tidak hanya dengan puasa, takwa akan sempurna dengan menunaikan semua perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.

Untuk menyempurnakan ketakwaan hanya bisa diwujudkan dalam sistem kehidupan yang menerapkan syariat Islam secara menyeluruh. Untuk itu dibutuhkan pemimpin yang bisa mewujudkan ketakwaan dalam dirinya. Pemimpin yang bertakwa adalah pemimpin yang amanah dan tidak mengkhianati Allah SWT dan Rasul-Nya. Wallahu’ alam bishawab

Post a Comment

Previous Post Next Post