Oleh : Nirmala Haryati
(Muslimah Peduli Generasi)
Pada Kamis lalu, 07 Mei 2020, Jokowi menuliskan dalam akun resmi twitter miliknya, meminta agar masyarakat 'hidup damai' dengan corona sebelum ditemukan vaksin. Tentu saja, pernyataannya ini banyak menuai kontroversi. Bagaimana tidak, data penyebaran covid-19 di Indonesia belum juga menurun. Jangankan menurun, tanda-tanda untuk stabil saja tidak ada. Data per 8 Mei 2020 ada 13.112 kasus positif dengan penambahan 336 pasien dalam 24 jam terakhir (covid19.go.id)
Data dan pengingkatan yang tidak main-main bukan?
Ngawur dan terlihat plin-plan memang. Sebelum Jokowi mewacanakan hidup damai dengan corona, sebelumnya beliau mengatakan kita harus bersatu berperang melawan corona. Kebijakan PSBB yang diberlakukan di beberapa daerah saja tidak lantas meminimalisir penyebaran virus tersebut, apalagi dengan seruan untuk berdamai dengan corona. Menurutnya, perang melawan virus yang telah menjadi pandemi dunia itu harus diikuti dengan roda perekonomian yang berjalan.
Hal ini jelas menegaskan bahwa pemerintah lepas tangan untuk menangani wabah ini.
Dari awal kemunculannya, sudah banyak kesalahan pemerintah dalam mengambil kebijakan. Mulai dari pemerintah yang slow respon, berbedanya kebijakan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, terbukanya transportasi di darat, laut, maupun udara, sampai pengimporan TKA China yang jelas-jelas merupakan negara awal dari pandemi ini.
Pelontaran diksi kepala negara ini sangat membingungkan dan jelas menegaskan inkonsistensi kebijakannya. Tenaga medis dibiarkan maju ke medan perang dan rakyat dilepaskan ke rimba belantara tanpa perlindungan.
Sudah sekitar 2 bulan lebih kebanyakan masyarakat melakukan aktivitasnya di rumah saja. Memang, pandemi ini mengakibatkan penurunan perekonomian di dalam negeri dan juga di luar negeri. Itulah sebabnya, Jokowi menyeru kita untuk berdamai dengan corona.
Sebelum pemerintah menekan masyarakat dengan berbagai kebijakan plin plan yang membingungkan, yang seolah mereka lah penentu berhasil tidaknya perang melawan wabah, maka seharusnya pemerintah berkaca apakah mereka sudah menjalankan kewajibannya dengan optimal atau tidak. Negara harus paham kebijakan apa yang seharusnya diambil untuk mengatasi pandemi ini.
Jelas, bukan dengan cara mengorbankan keselamatan rakyat demi berjalannya perekonomian. Yang dimana semuanya seperti skenario biasanya, kalangan elite saja yang merasakan perubahan keuntungan dalam hidupnya. Sedangkan rakyat biasa akan menjalani kehidupan yang semakin hari semakin sulit.
Sistem kapitalis memang selalu jauh berbeda dalam segala aspeknya jika dibandingkan dengan sistem Islam. Penguasa dalam Islam diperintahkan untuk menjadi penjamin keselamatan jiwa dan memastikan terpenuhinya kebutuhan dasar setiap individu rakyat. Betapa berharganya nyawa seorang mukmin dalam Islam. Penguasa dalam Islam yaitu Khalifah akan lebih mementingkan nyawa seorang rakyatnya dibandingkan dengan masalah ekonomi.
Bahkan masalah perekonomian saat terjadi wabah seperti ini bisa diatasi dalam sistem Islam.
Saat pandemi ini, kita seringkali mendengar sabda Rasulullah, "Apabila kamu mendengar penyakit berjangkit di suatu negeri, janganlah kamu masuk ke negeri itu. Apabila wabah itu berjangkit di negeri tempat kamu berada, jangan pula kamu lari darinya." (HR Bukhari dan Muslim dari Usamah bin Zaid)
Ini artinya, jika wabah itu ada di suatu daerah, kita contohkan saja Depok, maka Daulah Islam akan langsung melockdown wilayah Depok. Melarang warga Depok keluar dari wilayahnya dan melarang siapa saja masuk ke wilayah tersebut. Semua wilayah yang berada diluar Depok atau yang kita sebut daerah zona aman, akan menjalani rutinitas seperti biasanya. Sekolah, kantor, pabrik, taman hiburan, dan fasilitas lainnya tidak akan ditutup. Dan sudah bisa dipastikan, hal ini akan membuat perekonomian tetap berjalan. Bukan hanya itu, masyarakat yang berada di Depok, yang tidak bisa kemana-mana, yang pasti akan dirumahkan saja, semua kebutuhan dan keperluannya akan ditanggung oleh negara. Tidak ada istilah, rakyat mati kelaparan, tenaga medis berguguran akibat RS overload, pasien positif kabur karena memikirkan keluarganya akan makan apa di rumah jika ia tidak bekerja, dll.
Sangat jauh berbeda bukan kebijakan kedua sistem diatas? Bayangkanlah, jika sistem Islam direalisasikan. Pandemi ini pasti akan cepat berakhir. Dan ya! Fasilitas kesehatan dalam Islam gratis!!! Pasien tidak perlu khawatir memikirkan biaya pengobatan. Satu lagi, negara akan menggelontorkan dana untuk ilmuan agar fokus menemukan vaksin virus tersebut.
Maa syaa Allah... Tidakkah kita menginginkan kehidupan yang seperti ini??
Post a Comment