Oleh: Anggun Permatasari
Di tengah badai covid-19 yang belum juga pergi, masyarakat dikejutkan dengan berita bahwa pandemi akan segera angkat kaki dari bumi pertiwi. CNN Indonesia (29/4/2020) melansir bahwa berdasarkan hasil riset dari Lingkaran Survey Indonesia (LSI), Wabah virus corona di dunia atau 99 persen kasus corona akan selesai pada rentang Juli-September 2020. Untuk Indonesia, 99 persen kasus virus corona akan berakhir Juni 2020.
Hal serupa dinyatakan Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan covid-19 Letjen TNI Doni Monardo bahwa akhir Juni pandemi covid-19 di Indonesia bisa berakhir. Dan, kehidupan masyarakat bisa kembali normal pada Juli mendatang. (Warta kota, 1/5/2020)
Namun, Epidemiolog dari Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Padjajaran (Unpad), Bony Wien Lestari menyanksikan pernyataan Doni Murtado soal prediksi pandemi corona akan berakhir pada Juni-Juli nanti.
Sebagai seorang epidemiolog dia bertanya atas dasar apa kemudian dia bisa menyatakan bahwa pandemi akan berakhir Juni dan kondisi Indonesia mulai normal Juli. Hingga saat ini, data masih menunjukkan peningkatan kasus positif, ODP dan PDP disertai perluasan kasus ke hampir seluruh kabupaten kota di mana sekarang 25 dari 27 kabupaten kota sudah terdampak covid-19. (Liputan6.com., 2/2/2020)
Sementara dr. Syahrial Syarif (FKM-UI) menjelaskan masa pandemi covid-19 bisa semakin lama karena laporan kasus belum menggambarkan kasus yang sebenarnya. Dia menambahkan bahwa alasannya karena pemeriksaan tes cepat atau rapid test kurang maksimal, karena hanya pemeriksaan antibodi saja, tidak pemeriksaan diagnostik yang lebih detail. (Warta kota, 1/5/2020)
Fakta di atas menggambarkan betapa pemerintah tidak punya pijakan yang jelas sebagai rujukan yang mempengaruhi pengambilan keputusan dan kebijakan. Pernyataan yang dilempar ke publik tidak berdasarkan data valid dari pakar yang mumpuni. Memang, dari hasil penelitian Singapore University of Technology and Design (SUTD) menyatakan bahwa penyebaran virus covid-19 akan segera berakhir sebelum akhir tahun ini. Namun, hasil penelitian ini menggunakan disclaimer data. Penelitian ini dibuat untuk tujuan pendidikan. Jadi, penelitian ini mungkin mengandung kesalahan. Dalam hasil penelitiannya, Profesor SUTD Jianxi Lou mengatakan penelitian mereka harus diperlakukan secara hati-hati. Terlalu optimistis dapat melonggarkan disiplin individu dan memperpanjang masa penularan corona. (CnbcIndonesia, 2/5/2020)
Banyaknya prediksi berakhirnya wabah dalam waktu dekat bisa memunculkan problem baru. Padahal tiap negara mempunyai kebijakan dan perilaku penduduk yang berbeda. Di Indonesia, masyarakat akan meremehkan tingkat bahaya covid-19, tidak mengindahkan himbauan PSBB dan social distancing. Sehingga, akan muncul cluster-cluster baru penyebaran virus yang tidak diprediksi sebelumnya.
Kebijakan setengah hati pemerintah memberi andil cukup besar penyebaran yang tidak terarah. Tidak adanya sinergi antara negara dan pihak-pihak atau pakar yang kompeten dalam menangani pandemi membuat rekomendasi terhadap solusi praktis menjadi kurang akurat.
Seperti yang disampaikan Tim BMKG dan Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan UGM dalam siaran persnya bahwa kasus gelombang kedua Covid-19 telah menyebar di Indonesia sejak Maret 2020 lalu, yang diduga akibat faktor mobilitas manusia dan interaksi sosial yang kuat. (BMKG.go.id)
Harusnya pemerintah sejak awal melakukan tindakan maksimal dengan melakukan lockdown. Saat ini yang sangat dibutuhkan adalah fokus terhadap penanganan terhadap korban positif covid-19 yang harus dirawat secara intensif atau korban terdampak yang membutuhkan uluran tangan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari hingga wabah benar-benar teratasi.
Pemerintah juga harus berhitung dengan cermat kapan Indonesia akan membuka kembali akses keluar masuk penduduk. Hal ini untuk memastikan jangan sampai ada penularan gelombang selanjutnya akibat imported case. Karena faktanya arus TKA Cina yang masuk melalui bandara di Sulawesi Tenggara masih bebas.
Saat ini, peran dan bantuan pemerintah sangat dibutuhkan masyarakat. Tindakan tepat sasaran dan integritas seorang pemimpin akan sangat menentukan kapan pandemi ini berakhir. Dalam aturan Islam pemimpin bertanggung jawab atas semua kebutuhan rakyatnya. Rasulullah Saw. bersabda: “Imam (pemimpin) itu pengurus rakyat dan akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus”. (HR. Bukhari dan Ahmad)
Sistem penanganan wabah yang dicontohkan Nabi Saw. dan Umar Bin Khattab ra. membuat pandemi tidak meluas. Hal itu dikarenakan sejak awal diketahui adanya wabah khalifah dengan sigap memberlakukan karantina wilayah/lockdown. Beliau bersabda, "Jika kalian mendengar wabah terjadi di suatu wilayah, janganlah kalian memasuki wilayah itu. Sebaliknya, jika wabah itu terjadi di tempat kalian tinggal, janganlah kalian meninggalkan tempat itu". (HR al-Bukhari)
Syariat Islam tidak hanya menjamin kesejahteraan umat, namun menjaga kehormatan setiap muslim. Dalam hal wabah pemerintahan Islam tidak akan sekadar mengutak-atik angka jumlah korban wabah. Karena Islam sangat memuliakan nyawa manusia. Dari al-Barra’ bin Azib ra., Nabi SAW. bersabda, “Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingnya terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. Nasai & Turmudzi).
Hanya Khilafah yang memegang konsep menjadikan rakyat sebagai pihak yang wajib dipenuhi kebutuhannya oleh negara. Khalifah juga bertanggung jawab memelihara jiwa manusia. Oleh sebab itu, jumlah rakyat positif covid-19 bahkan korban meninggal tidak akan diabaikan dan tidak dianggap sebagai angka statistik semata. Dengan langkah tepat dan cepat in syaa Allah pandemi dapat segera diatasi.
Wallahu a’lam.
Post a Comment