Rencana Masuknya TKA Cina di Tengah Masa Pandemi



Oleh : Khaulah al-Azwar al-Islamiyah
Member Akademi Menulis Kreatif dan Mahasiswi

Rencana masuknya para TKA Cina sebanyak 500 orang ke Sulawesi Utara di tengah masa PSBB menimbulkan keresahan. Seharusnya, Sulawesi Utara yang sudah termasuk kategori zona merah lebih fokus pada penanganan Covid-19 dengan dukungan fasilitas kesehatan dan kebutuhan pokok. Namun, pemerintah pusat memberikan izin masuknya TKA Cina ke daerah tersebut.

Akhirnya, kondisi ini mengundang penolakan pemerintah setempat dan mengancam akan mengadakan demonstrasi besar-besaran. Bahkan, Walikota Kendari telah bersiap meletakkan papan penghalang jalan untuk menghadang. (liputan6.com, 3/5/2020)

Polemik yang berujung pada penundaaan sementara izin untuk mendatangkan TKA Cina tersebut sampai pada kondisi dinyatakan normal dan aman (PikiranRakyat.com, 5/5/2020). Rencana kedatangan TKA Cina menimbulkan banyak pertanyaan, apakah negara Indonesia sedang kekurangan tenaga kerja, hingga harus mendatangkan TKA Cina? Lalu, bagaimana nasib para tenaga kerja yang dirumahkan selama masa pandemi ini?

Jika kita melihat, angka pengangguran di Indonesia sudah mencapai 6,88 juta orang per Februari 2020 atau naik sebanyak 60.000 orang (BPS, 5/5/2020). Sedangkan di Sulawesi Utara yang menjadi rencana tempat kedatangan TKA Cina, angka penganggurannya mencapai 75.485 orang per Agustus 2019 (Sindonews.com, 6/11/2019). Angka ini merupakan angka sebelum terjadinya wabah pandemi. Jumlahnya akan semakin bertambah lagi pada masa pandemi seperti saat ini.

ILO (Organisasi Buruh Internasinal) menyebutkan, dampak dari Covid-19 akan mengancam separuh dari pekerjaan di seluruh dunia. Dengan adanya kebijakan untuk mendatangkan TKA Cina berasal dari pusat. Rencana di balik kedatangan TKA diungkap oleh Bupati Konawe, jika Menteri Luhut (Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Republik Indonesia) telah menjanjikan bantuan terkait datangnya TKA Cina. Namun, hingga saat ini kompensasi yang dijanjikan belum saja dipenuhi.

Bila dampak Covid-19 sudah ribuan orang kehilangan pekerjaan, rakyat diminta untuk diam di rumah dan jika tidak mengikuti aturan pemerintah maka akan didenda serta dikenai sanksi pidana. Di balik semua itu, pemerintah justru memberi peluang bagi TKA Cina untuk masuk ke Indonesia. Di masa pandemi saat ini, sudah selayaknya pemerintah yang bertanggungjawab melindungi dan menjaga rakyatnya.

Melindungi rakyatnya dengan cara melarang orang asing datang ke Indonesia untuk mengantisipasi terjadinya penularan Covid-19 secara berkelanjutan. Serta menjaga rakyat agar tetap terjamin kebutuhan pokoknya, supaya tenang di rumah. Yang terjadi saat ini jutrus sebaliknya, rakyat dilarang keluar rumah namun membiarkan orang asing untuk masuk dan bekerja di negara sendiri.

Ketua DPRD dan bupati harus bisa mengingatkan pemerintah dengan rencana aksi penolakan kedatangan TKA Cina. Perbedaan pendapat tidak sekali ini terjadi, apalagi jika kebijakan yang diterapkan hanya untuk kepentingan segelintir orang dan merugikan masyarakat banyak. Saat penerapan PSBB Menkes melarang aktivitas ojol mengangkut penumpang, namun Menteri Luhut membolehkannya. Begitu jelas tidak adanya koordinasi di antara para menteri dan membuat masyarakat menjadi bingung.

Untuk menyikapi berbagai permasalahan ini, Islam memiliki solusi tuntas dalam menangani dampak Covid-19.

Pertama, ketenagakerjaan. Islam memandang bekerja sebagai kewajiban bagi setiap laki-laki yang telah akil baligh. Kewajiban yang berkaitan dengan tanggung jawab yang dibebankan kepadanya untuk menanggung orang yang berada di bawah perwaliannya 

Negara juga bertanggung jawab dan memastikan kewajiban ini dapat terlaksana dengan menyediakan lapangan pekerjaan yang cukup, menyediakan keterampilan yang dibutuhkan, serta bantuan modal hingga ia bisa menunaikan kewajibannya.

Sementara yang tidak memiliki kemampuan dikarenakan sakit, cacat dan janda yang tidak memiliki kerabat yang menanggung nafkahnya, maka akan menjadi tanggung jawab negara. Bila dalam kondisi tidak ada wabah, penguasa dan negara memiliki tanggung jawab seperti itu, apalagi dalam kondisi wabah tanggung jawabnya akan semakin besar.

Patut kita akui, bahwa pemerintah saat ini masih belum sepenuhnya menjalankan fungsinya sebagai pembuka dan penyedia lapangan pekerjaan. Dengan dikeluarkannya izin TKA Cina dan pemerintah tidak bisa menolaknya, padahal pemerintah seharusnya lebih memprioritaskan pemenuhan kebutuhan kerja untuk rakyatnya dibandingkan orang asing. 

Kedua, menyikapi tidak harmoninya kebijakan pusat dan daerah. Dalam sistem khilafah, khalifah bertugas mengangkat orang sebagai wakilnya di daerah untuk membantu tugas-tugas pemerintah sesuai kebutuhan khalifah. Wakil-wakil khalifah disebut sebagai wali dan amil sebagai kepanjangan tangan khalifah di daerah.

Tugas mereka untuk memastikan seluruh aturan diterapkan secara kafah dan berfungsi sebagai pengurus sekaligus penjaga. Artinya, adanya kewenangan bagi khalifah untuk berbagi amanah ini tak melepas tanggung jawab sebagai pemimpin yang wajib memastikan seluruh rakyat terurus dan terjaga. Bahkan, jika ada penguasa daerah yang lalai, maka khalifah berhak memecatnya bahkan memberi sanksi sesuai dengan kesalahannya. 

Khalifah Umar bin Khaththab mengangkat pejabat akan membuat perjanjian terlebih dahulu. Khalifah Umar memberi syarat kepada pejabat tersebut untuk tidak mengendarai kuda, tidak memakan makanan yang berkualitas tinggi, tidak memakai baju yang empuk dan lembut serta tidak menutup pintu rumahnya bagi orang yang membutuhkan bantuannya. Jika dari semua hal itu ada yang dilanggar, maka akan ada sanksi bagi pejabat tersebut.

Pada dasarnya, baik itu khalifah, wali ataupun amil memiliki tanggung jawab yang sama ketika berurusan dengan kepentingan dan kemaslahatan umat. Hanya saja, wali maupun amil posisinya lebih dekat dengan rakyat. Maka, tentu mereka yang akan pertama kali dimintai pertanggungjawabannya. Meski secara keseluruhan, tanggung jawab mutlak ada pada khalifah.

Untuk meminimalisir miskomunikasi ataupun dampak keterlambatan info, kebijakan pusat yang dibutuhkan daerah, hukum syara menetapkan bahwa hal-hal yang bersifat teknis administrasi atau implementasi pengurusan umat, bagi pemimpin daerah untuk menetapkan keputusan sesuai dengan kebutuhan ril yang dihadapi. Bahkan untuk administrasi dan birokrasi, penguasa bisa mengambil teknis atau sarana berdasarkan prinsip kemudahan dan hukum syara.

Pada kondisi saat ini, seharusnya semua pihak berada di atas paradigma yang sama, yaitu menjaga dan menyelamatkan umat. Bukan berada pada paradigma sekuler kapitalisme yang sarat dengan kepentingan. Sehingga tak ada pertentangan antara pusat dan daerah untuk bersama-sama melindungi dan menjaga kepentingan serta kemaslahat umat.

Ketiga, mengevaluasi kembali hubungan luar negeri dengan Cina. Tindakan kejam dan biadab yang dilakukan Cina terhadap muslim Uyghur memberikan gambaran pada kita semua, sudah seharusnya untuk memutuskan birokrasi dengan Cina, bukan bekerja sama dengannya. Dalam Islam, Cina termasuk dalam kategori kafir harbi yang sedang memerangi negara muslim.

Peristiwa terakhir yaitu ekspoitasi, perlakuan buruk dan penyiksaan terhadap 14 anak buah kapal Indonesia oleh Cina. Dimana mereka harus bekerja tidak diberi air minum tawar, bekerja di laut selama 13 bulan. Bahkan 3 ABK yang meninggal di buang ke laut (BCC Indonesia, 7/5/2020). Semua itu seharusnya sudah cukup untuk menghentikan kerja sama atau perjanjian apapun dengan Cina.

Keempat, kebutuhan negara sebagai pengurus dan pelayan umat. Perbedaan yang mencolok antara sistem kapitalis dan sistem Islam ada dalam penyelenggaraan urusan bernegara. Jika sistem kapitalis melahirkan kebijakan pada asas kepentingan dan manfaat yang sifatnya materi, sehingga dalam memutuskan suatu perkara dengan asas untung dan rugi.

Hanya sistem Islam yang menjadikan seperangkat aturan syariat atau halal haram menjadi landasan dalam melahir kebijakan. Sistem yang kompatibel dengan prinsip ini adalah sistem khilafah. Kewajiban menegakan Daulah Khilafah merupakan perintah Allah Swt. dan Rasulullah saw. yang telah berjaya selama 13 abad lamanya. Islam telah menjadi rahmat bagi seluruh alam semesta, muslim dan non muslim bersama-sama merasakan keagungannya serta dunia pun mengakuinya. Kembali pada syariat dan khilafah akan mengembalikan semua manusia pada fitrahnya, serta mendapatkan keberkahan hidup di dunia dan akhirat.

Wallaahu a’lam bishshowaab

Post a Comment

Previous Post Next Post