Realisasi Bansos Berbuah Caci Maki



Oleh : Luluk Kiftiyah
(Member Akademi Menulis Kreatif)


Hadirnya program bantuan sosial (bansos) untuk menanggulangi dampak pandemi virus corona (Covid-19), nampaknya cukup menghibur hati rakyat kecil. Namun, seiring adanya keluhan di tingkat daerah yang cukup banyak terkait penyaluran bansos yang tidak terarah dan tumpang tindih membuat respon publik berubah menjadi negatif. 

Dinilai kurang tepatnya penerima bantuan sosial (bansos) ini, karena ditemukan adanya Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta, Jhonny Simanjuntak, yang terdata sebagai salah satu penerima bansos.
Akibat kejadian ini, Pemprov DKI Jakarta dianggap asal dalam menyalurkan bansos. Karena, realisasi bantuan sosial (bansos) tak semanis yang dijanjikan. (vivanews.com, 24/4/2020)

Untuk mendapat bantuan ini ada dua syarat utama yang harus dipenuhi oleh calon penerima. Pertama, calon penerima merupakan masyarakat desa yang masuk dalam pendataan RT/RW dan berada di desa. Kedua, calon penerima tidak terdaftar sebagai penerima bantuan sosial (bansos) lain dari pemerintah pusat. Artinya, calon penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT) dari dana desa merupakan mereka yang tidak menerima Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Sembako, Paket Sembako, Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) lain, hingga Kartu Prakerja. (cnnindonesia.com, 1/5/2020)

Padahal, rakyat yang terdata sebagai penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT), Program Keluarga Harapan (PKH), dan Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) ataupun bantuan lainnya, merupakan rakyat menengah ke bawah yang masih membutuhkan uluran tangan dari pemerintah.

Yang lebih menggelikan lagi adalah, lambatnya penyaluran bansos ini dikarenakan bahan baku tas produk impor bertuliskan "Bantuan Presiden" yang belum selesai.

Pertanyaannya, seberapa urgen tas yang berlebel "Bantuan Presiden" itu, sehingga sempat menghentikan sementara waktu penyaluran bansos ini?

Tentu saja sikap ini dinilai kurang etis, karena bantuan sosial tersebut bukan dari dana presiden pribadi melainkan bersumber dari APBN. Apalagi yang dibutuhkan rakyat bukanlah tas yang berlebel "Bantuan Presiden", melainkan manfaat dari bansos itu sendiri. 

Keadaan ini menimbulkan polemik di tengah masyarakat. 
Hidup rakyat sudah tertekan dengan PHK massal yang tak terelakkan, dan rakyat dihadapkan dengan krisis kelaparan yang mengancam. Namun, kini harus menelan ludah akibat sikap pemerintah yang syarat dengan pencitraan.

Hal ini membuat kepercayaan rakyat runtuh terhadap rezim. Seringkali kepentingan rakyat dikorbankan,  kebijakan-kebijakan yang dibuat tidak pro dengan rakyat. 

Jika ingin mendapatkan bantuan, rakyat harus memenuhi syarat dan administrasi yang panjang dan berbelit. Sementara untuk kepentingan asing dan aseng, syarat-syarat itu dipangkas sedemikian rupa. Seperti kemudahan TKA Cina yang masuk Indonesia, bebas bea cukai terhadap barang impor, dan sebagainya. Bisa dibilang, rezim ini pelit kepada rakyat dan royal kepada asing.

Dalam Islam bantuan sosial di masa pandemi adalah kewajiban utama negara untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya. Negara tidak boleh mempersulit mekanisme penerimaannya. Negara akan mendata secara tepat dan rinci siapa saja yang akan mendapatkan bantuan sosial tersebut, tanpa harus melihat apakah dia sudah tercatat pernah menerima bantuan yang lain atau tidak. Karena yang dituju adalah masyarakat yang sedang membutuhkan.

Bantuan sosial yang diberikan, selain kebutuhan pokok seperti, sembako, uang tunai, juga berupa pelayanan kesehatan dan pendidikan. Negara wajib dengan serius melakukan pengawasan terhadap pendistribusian penerima bantuan.

Dari sini, jelas bahwa sistem neolib-kapitalis tidak layak diterapkan. 
Mereka hanya mementingkan jabatan dan kekuasaannya. Urusan rakyat belakangan, sedangkan urusan “tuan besar” diutamakan.

Berbagai fakta membuktikan, bahwa rezim neoliberal tidak becus dalam meriayah umat. Bukankah sudah masanya negeri ini berbenah, untuk melakukan rekonstruksi sistem dan fondasi negara? Bukan dengan sistem Demokrasi-Kapitalisme.

Seperti firman Allah Swt.,

فِى ٱلسِّلْمِ كَآفَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا۟ خُطُوَٰتِ ٱلشَّيْطَٰنِ ۚ إِنَّهُۥ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ

Artinya :
"Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu." (QS. al-Baqarah : 208)

Hanya berhukum pada syariat, negara bisa menjalankan urusan umat dengan baik. Memutuskan segala perkara dengan apa yang telah Allah Swt. turunkan melalui Al-Qur'an dan Sunah.

Wallahu a'lam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post