Oleh : Nur Fitriyah Asri
Pengurus BKMT Jember, Akademi Menulis Kreatif
Allah Subhanahu wa ta'ala menyanjung bulan Ramadan dan mengistimewakannya dibanding bulan-bulan lain. Karena dipilihnya sebagai waktu diturunkannya Al-Qur'an dan kitab-kitab lainnya. Dalam sebuah hadis, dari Watsilah bin Al-Asqa berkata bahwasanya, Rasulullah saw. bersabda,
أنزلت صحف إبراهيم في أول ليلة من رمضان ، و أنزلت التوراة لست مضين من رمضان و الإنجيل لثلاث عشر خلت من رمضان و أنزل الله القرآن لأربع و عشرين خلت من رمضان
“Suhuf Ibrahim diturunkan pada malam pertama Ramadan, Taurat diturunkan pada enam Ramadan, Injil diturunkan pada tiga belas Ramadan, dan Allah menurunkan Al-Qur'an pada dua puluh empat Ramadan.”
Banyak perbedaan pendapat, kapan tepatnya Al-Qur'an diturunkan. Hingga saat ini, belum ada yang mengetahui secara pasti. Meski demikian, mayoritas muslim berpegangan pada pendapat bahwa, Al-Qur'an turun pertama kali pada 17 Ramadan. (QS. al-Alaq [96]: 1-5) (Wallahu a'lam)
Al-Qur'an merupakan mukjizat Nabi Muhammad saw. yang paling agung dan akan terus tampak hingga akhir zaman. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam (QS. al-Hijr [15]: 9)
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
"Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al- Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya."
Keberkahannya pun terus mengalir dan tak akan pernah terputus. Sebuah kitab suci yang akan selalu membimbing seorang muslim menuju kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Kebenarannya tidak diragukan lagi, sebagaimana firman Allah dalam (QS. al-Baqarah [2]: 2)
ذَٰلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ ۛ فِيهِ ۛ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ
"Kitab (Al-Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa."
Telah terbukti keberkahan Al-Qur'an sangat meyakinkan, dengan adanya riwayat-riwayat yang mengabarkan akan keutamaan dan keistimewaannya.
Membacanya merupakan awal kemuliaan.
Dari ‘Abdullah bin Mas’ud r.a beliau menuturkan:
Rasulullah saw. bersabda, “Siapa yang membaca satu huruf dari Kitab Allah (Al-Qur'an), maka baginya satu kebaikan. Satu kebaikan dilipatkan menjadi sepuluh. Aku tidak mengatakan alif lam mim satu huruf. Namun alif satu huruf, lam satu huruf, dan mim satu huruf.” (HR. At-Tirmidzi)
Al-Qur'an juga sebagai petunjuk, rahmat, dan cahaya. Merupakan pedoman hidup seorang muslim, obat dari segala penyakit badan dan hati, dan banyak keistimewaan lainnya. Allah berfirman:
وَ نُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَ رَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَ لَا يَزِيْدُ الظَّالِمِيْنَ إِلَّا خَسَارًا
“Dan Kami turunkan Al-Qur'an (sesuatu) yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman, sedangkan bagi orang-orang yang zalim hanya akan menambah kerugian.” (QS. al-Isra’ [17]: 82)
Di akhirat Al-Qur'an akan memberikan syafaat.
Abu Umamah al-Bahili r.a. berkata: Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda:
"Bacalah Al-Qur’an karena ia akan memberikan syafaat kepada para sahabatnya." (HR. Muslim no. 1337)
Oleh sebab itu, Rasulullah saw. lebih sering dan lebih banyak membaca Al-Qur'an pada bulan Ramadan dibandingkan bulan-bulan lainnya. Bahkan, Malaikat Jibril pun turun langsung untuk memurajaah atau mengecek bacaan Al-Qur'an beliau.
Demikian juga para sahabat Utsman bin Affan r.a. mengkhatamkan Al-Qur'an setiap hari. Sebagian sahabat lainnya dalam tiga hari. Ada yang mengkhatamkannya setiap 10 hari sekali. Qatadah selalu, dalam sepekan selama Ramadan setiap tahun. Adapun Imam Syafii mengkhatamkannya 60 kali selama Ramadan, selain bacaan dalam salat.
Imam Azzuhri mengatakan, "Amalan yang afdhal pada bulan Ramadan setelah amalan puasa adalah tilawatul Qur'an." Atas dasar inilah, umat Islam sejak zaman Nabi saw. sampai sekarang mengkhususkan sebagian besar waktunya pada Ramadan untuk tilawatul Qur'an.
Nabi Muhammad saw. pernah mengingatkan bahwa membaca Al-Qur'an adalah cara paling mudah untuk meraih cinta Allah Swt. Sabda Rasulullah saw. "Siapa saja yang mengharapkan cinta Allah dan Rasul-Nya hendaklah membaca Al-Qur'an." (HR. Ibnu Adi, Abu Nu'aim dan al-Baihaqi).
Karena itulah, kewajiban setiap muslim berinteraksi dengan Al-Qur'an, antara lain:
1. Membaca Al-Qur'an dengan benar, sesuai dengan aturan tajwid.
2. Memahami makna Al-Qur'an, dengan demikian bisa mengambil petunjuk dan pedoman hidup.
3. Mengamalkan isinya, menjadikan pedoman hidup, untuk menggapai kebahagian di dunia dan di akhirat.
4. Menghafalkan Al-Qur'an,
wajib menghafalkan ayat-ayat dan surah semampunya. Sebab, seorang muslim yang dalam dadanya tidak ada hafalan Al-Qur'an, bagaikan rumah yang hancur berantakan.
5. Mentadaburi, sebagai seorang muslim dituntut merenungi dan menghayati kandungan ayat-ayat Al-Qur'an, untuk mengambil ibrah dan diamalkan, tanpa memilah dan memilih. Harusnya diamalkan secara kafah atau menyeluruh karena perintah Allah. (QS. al-Baqarah [2]: 208)
Jadi, bukti terbesar wujud cinta seseorang kepada Al-Qur'an adalah terjalinnya interaksi dengan cara membacanya, memahami, memikirkan (mentadaburi) dan mengamalkan kandungan isinya.
Sebab, tingkat interaksi masyarakat dengan Al-Qur'an bisa sebagai tolok ukur kemajuan peradaban sebuah negara. Negara dikatakan beradab jika umatnya berinteraksi dengan Al-Qur'an dan mengikatkan diri dengan aturan-aturannya.
Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman dalam (QS. al-Baqarah [2]: 185)
شَهْرُ رَمَضَانَ ٱلَّذِىٓ أُنزِلَ فِيهِ ٱلْقُرْءَانُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَٰتٍ مِّنَ ٱلْهُدَىٰ وَٱلْفُرْقَانِ
"Bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil).
Padahal firman Allah di atas sangat jelas, bahwa Al-Qur'an sebagai petunjuk manusia. Namun, karena sistem sekularisme yang dianut, menyebabkan banyak umat Islam menuntut kebebasan. Tidak mau terikat dengan hukum syara'. Bahkan mereka ada yang tidak percaya kepada Al-Qur'an, bahwa itu wahyu. Sehingga Al-Qur'an bisa diubah sesuai hawa nafsunya dan dicocokkan dengan perkembangan zaman. Berani melecehkan dan menghina. Ada juga yang meyakini Al-Qur'an adalah wahyu, tapi tidak mau mengambil isi dan aturan-aturannya, bahkan berani menolaknya. Sungguh, perbuatan mereka lancang kepada Allah dan Rasul-Nya.
Mereka berpaling dari Allah, dengan tidak menjadikan Al-Qur'an sebagai dasar hukum. Tidak mau melaksanakan perintah-perintah dan larangan-larangan yang ada di dalam Al-Qur'an. Mereka tidak takut ancaman dan peringatan Allah. (QS. at-Thaha [20]: 123-124)
(123) "Jika datang kepadamu petunjuk dari-Ku, maka (ketahuilah) barang siapa mengikuti petunjuk-Ku, dia tidak akan sesat dan tidak akan celaka."
(124). "Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh, dia akan menjalani kehidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.”
Sudah gamblang, bahwa Al-Qur'an diturunkan di bulan Ramadan. Sangat tepat jika Ramadan dijadikan momen untuk kembali kepada aturan Allah yaitu Al-Qur'an sebagai sumber hukum. Wujud konsekuensi keimanan dan ketakwaan, maka wajib menerapkannya secara kafah. Hal itu, hanya bisa diterapkan dalam institusi khilafah.
Jika individu-individu muslim yang berpuasa meraih derajat takwa, maka dengan sendirinya akan tergerak untuk mengamalkannya. Bersama, berjuang menerapkan syariat dan khilafah. Dengan begitu rahmat dan keberkahan akan segera turun sebagaimana firman Allah Swt.
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ ٱلْقُرَىٰٓ ءَامَنُوا۟ وَٱتَّقَوْا۟ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَٰتٍ مِّنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلْأَرْضِ وَلَٰكِن كَذَّبُوا۟ فَأَخَذْنَٰهُم بِمَا كَانُوا۟ يَكْسِبُونَ
"Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya." (QS. al-A'raf [7]: 96)
Wallahu a'lam bishshawab
Post a Comment