Ramadan Bulan Tarbiyah Menuju Tegaknya Khilafah



Oleh : Nur Fitriyah Asri
Pengurus BKMT Kabupaten Jember, Akademi Menulis Kreatif

Menilik kondisi umat Islam di seluruh penjuru dunia, sungguh sangat memprihatinkan. Ibaratnya  menderita penyakit kronis dan kritis. Pastinya bingung, bagaimana cara mengobatinya. Tentunya kita harus mendiagnosis dulu penyakitnya, baru mengobati.

Faktanya, banyak umat yang tidak tahu, apa penyebab dari penyakit kronis yang diderita oleh umat Islam. Tidak lain adalah ketiadaan khilafah. Pada tanggal 3 Maret 1924,  Khilafah Ustmaniyah  diruntuhkan oleh Mustafa Kemal Ataturk bersama  kafir penjajah. Khilafah yang semula merupakan negara kesatuan  negeri-negeri muslim, dengan Islam kafahnya berjaya, berhasil memimpin dunia selama 13 abad. Kini, dengan runtuhnya khilafah tercerai berai menjadi 50 negara lebih (nation state).

Mulai saat itu umat Islam dan negeri-negeri muslim terjajah, dan kekayaannya dijarah, serta menjadi bulan-bulanan negara penjajah. Umat Islam dijauhkan dari agamanya dengan doktrin sekularisme sebagai asas negara. Yaitu paham yang memisahkan agama dari kehidupan, termasuk negara Indonesia ikut mengadopsinya.

Dampaknya luar biasa, karena menafikkan agama, wajar jika terjadi kerusakan di semua  lini kehidupan. Terjadilah krisis multidimensi. Terjadi dekadensi moral yang menyebabkan pergaulan dan seks bebas, merebaknya narkoba, miras, dan kriminalitas. Mengguritanya korupsi, tingginya angka kemiskinan dan pengangguran. Sumber daya alam dikuasai asing dan aseng, negeri-negeri muslim dipimpin penguasa zalim, dan lainnya.

Tragisnya, umat Islam tidak mengenali agamanya sendiri, hanya sebatas akidah dan ibadah mahdah saja (salat, zakat, puasa dan haji). Selebihnya justru tidak mengenal syariatnya, bahkan ada yang membenci dan memusuhi agamanya sendiri (Islamopobia). Hingga wacana pendidikan agama pun akan diberangus dari kurikulum, karena dianggap menghambat kemajuan.

Dengan adanya wabah Corona, sejatinya sebuah pesan dari Allah  untuk menyadarkan semua manusia atas perbuatan, dan kesombongannya yang sudah diluar batas. Dengan menurunkan tentara-Nya yang gaib yang tidak terlihat mata, Allah  menunjukkan ke Mahakuasaannya, bahwa manusia dihadapan Allah itu sangat kecil, lemah, dan tidak berdaya. Terbukti belum ada satu pun negara yang bisa menghadapinya. Masihkah kurang bukti? Sungguh, wabah Corona sudah berhasil menyingkap wajah bopeng demokrasi kapitalis, sehingga tercium aroma busuk dan terlihat jelas kebobrokannya. Bencana kemiskinan dan kelaparan melanda semua negara di dunia. Masihkah percaya demokrasi kapitalis? 

Ironisnya, Indonesia yang mayoritas penduduknya muslim, justru menolak syariat Islam diberlakukan dalam mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara. Apa namanya kalau bukan membangkang terhadap perintah Allah? Wajar jika Allah menurunkan wabah atau bencana, sebagaimana firman Allah (QS.ar- Rum [30 ]: 41)

ظَهَرَ ٱلْفَسَادُ فِى ٱلْبَرِّ وَٱلْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِى ٱلنَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ ٱلَّذِى عَمِلُوا۟ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." Yakni kembali kepada syariat dan khilafah.

Sesungguhnya Ramadan adalah momen yang tepat untuk melakukan tarbiyah (pendidikan) kepada setiap individu muslim. Karena hakikat Ramadan untuk meraih derajat takwa. Sebagaimana firman Allah Swt.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." (QS. al-Baqarah [2[: 183)

Menurut Imam an- Nawawi r.a, takwa adalah menjalankan perintah-perintah Allah dan meninggalkan larangan-larangan-Nya. Inilah yang disebut syariat Allah atau syariat Islam.

Rasulullah Saw  juga bersabda:

وَالصِّيَامُ جُنَّةٌ وَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلاَ يَرْفُثْ وَلاَ يَصْخَبْ فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي امْرُؤٌ صَائِمٌ.

“Puasa itu adalah perisai, jika suatu hari salah seorang di antara kalian dalam keadaan berpuasa, maka hendaknya dia tidak berkata kotor dan berteriak-teriak. Jika seseorang mencela dan mencacinya, hendaknya ia mengatakan, sesungguhnya aku sedang berpuasa."

Sabda Rasulullah saw. “Puasa adalah perisai,” maknanya melindungi pelakunya dari azab  neraka di hari kiamat. Adapun di dunia, memelihara diri dari hawa nafsu yang tercela. Karena dalam puasa ada larangan yaitu, tidak boleh berkata keji, mengghibah, berbohong atau berdusta, sumpah palsu, melihat dengan syahwat, mengadu domba dan perbuatan-perbuatan lain yang dilarang syariat. Ketaatan tersebut akan membentuk akhlak mulia pelaku puasa. inilah yang akan membantunya meraih derajat takwa. 

Untuk meraih derajat takwa tentu dibutuhkan sebuah tarbiyah (pendidikan) dalam menggapainya. Puasa Ramadan adalah salah satu cara untuk meningkatkan kualitas diri. Karena banyak amalan-amalan wajib maupun sunah, jika dilakukan dengan penuh keimanan dan keikhlasan akan mengantarkan kepada derajat takwa. 

Adapun Tarbiyah (pendidikan) Di antaranya:

1. Pendidikan yang dimulai dari sahur hingga berbuka. Umat Islam diharapkan mampu mendidik diri sendiri menjadi manusia takwa, benar-benar taat syariat yaitu mempuasakan semua organ tubuhnya, dan tidak sekedar menahan lapar dan dahaga saja. Juga mengisi waktu dengan amalan-amalan wajib maupun sunah: Menuntut ilmu, dakwah, jihad, salat-salat sunah, membantu saudaranya yang kesempitan, dan lainnya. Dengan demikian akan terbentuk syaksiyah Islamiyah yaitu kepribadian Islam, dimana pola pikir dan pola sikapnya Islam.

2. Pendidikan setelah berbuka puasa, diharapkan mampu menambah ibadah-ibadah sunah: Salat tarawih atau qiyamul lail, dan salat sunah lainnya. Berusaha mendapatkan malam Lailatul Qadar yang lebih baik dari seribu bulan. Semua amalan itu melatih keikhlasan, kesabaran, dan keistiqamahan.

3. Mengkaji Al-Qur'an. 
Meskipun membaca  Al-Qur'an tanpa mengetahui artinya mendapat pahala, tapi alangkah mulianya jika mempelajari Al-Qur'an dengan maknanya. Dengan begitu menjadi paham, mana yang diperintahkan (wajib, sunah) dan mana yang dilarang (haram, makruh), serta pilihan yaitu mubah. Sebab Allah menurunkan Al-Qur'an itu sebagai pedoman dan petunjuk hidup.

4. Dalam bulan Ramadan disunahkan untuk memberi buka puasa, memperbanyak infaq dan shadaqah kepada anak yatim dan fakir miskin. Juga diwajibkan menunaikan zakat fitrah sebelum salat hari raya Idul Fitri. Semua itu untuk meningkatkan rasa empati terhadap saudara kita dan mempererat jalinan ukhuwah.

Sebagaimana firman Allah dalam (QS. al-Hujurat [49]:10). "Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara," 

Dengan ikatan akidah (iman yang kuat dan kokoh) maka akan terjalin ukhuwah.
Jalinan ukhuwah inilah, yang merekatkan individu-individu takwallah. Maka menjadi sebuah keniscayaan akan bersatunya umat Islam seluruh dunia. Bersama-sama menyambut seruan Allah dan memperjuangkan diterapkannya syariat Islam Kaffah, sebagaimana firman Allah (QS. al-Baqarah [2]: 208)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

"Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu."

Sejatinya hakikat puasa Ramadan untuk meraih derajat takwa, tidak lain merupakan buah dari tarbiyah selama Ramadan. Hanya orang  bertakwa yang akan mengamalkan dan menerapkan syariat Islam secara kafah. Artinya adalah menyeluruh, meliputi: akidah dan ibadah, makanan, minuman, pakaian dan akhlak. Serta muamalah (sebuah hubungan manusia dalam interaksi sosial) dan ukubat (sanksi hukum). Semuanya diatur oleh syariat Islam. Adapun aturan-aturan itu hanya bisa diterapkan oleh institusi khilafah.

Khilafah inilah yang menghentikan semua penderitaan umat Islam dan berganti menjadi rahmatan untuk semua alam.

Tidak lama lagi khilafah akan tegak, yang diperjuangkan oleh insan-insan bertakwa, karena yakin akan janji Allah dan bisyarah Rasulullah saw.

«تَكُونُ النُّبُوَّةُ فِيكُمْ مَا شَاءَ اللّٰهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلاَفَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللّٰهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ اللّٰهُ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا عَاضًّا فَيَكُونُ مَا شَاءَ اللّٰهُ أَنْ يَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا جَبْرِيَّةً فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللّٰهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلاَفَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ» ثُمَّ سَكَتَ

“Di tengah-tengah kalian ada zaman kenabian. Atas kehendak Allah zaman itu akan tetap ada. Lalu Dia akan mengangkat zaman itu jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada khilafah yang mengikuti manhaj kenabian. Khilafah itu akan tetap ada sesuai kehendak Allah. Lalu Dia akan mengangkat khilafah itu jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada kekuasaan (pemerintahan) yang zalim. Kekuasaan zalim ini akan tetap ada sesuai kehendak Allah. Lalu Dia akan mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada kekuasaan (pemerintahan) diktator yang menyengsarakan. Kekuasaan diktator itu akan tetap ada sesuai kehendak Allah. Lalu Dia akan mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan muncul kembali khilafah yang mengikuti manhaj kenabian.” (Hudzaifah berkata): Kemudian beliau diam (HR. Ahmad dan al-Bazzar).

Wallahu a'lam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post