Oleh : Nur Fitriyah Asri
Pegiat Opini, Member Akademi Menulis Kreatif
Sebuah video yang menampilkan pelarungan jenazah ABK WNI ke laut, viral di media sosial. Kisah miris mereka diserbarluaskan oleh Youtuber asal Korsel, Jang Hansol. Mereka merasa diperbudak oleh kapal berbendera China.
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti ikut bicara soal kasus tersebut. Menurutnya, kasus perbudakan manusia sudah terjadi bertahun-tahun. Ingat tidak, kasus Benjina, Kepulauan Aru, Provinsi Maluku. ABK Indonesia di perairan Somalia, yang mati kelaparan satu per satu
dilepas ke pantai. Dikutip detikcom, Kamis (7/5/2020).
Perbudakan itu diakui oleh beberapa ABK WNI dalam siaran salah satu stasiun televisi di Korea Selatan.
Para ABK itu mengaku bekerja berdiri selama 18 jam dalam sehari. Hanya diberikan kesempatan tidur selama tiga jam. Mereka mengakui ada diskriminasi yang diterima ABK WNI. Jika ABK China meminum air botolan dari darat, sementara para WNI minum air laut yang disuling. Setiap kali habis minum air, mereka mengaku sakit.
Untuk pekerjaan di lautan selama 13 bulan. Lima orang ABK WNI di kapal tersebut mengaku hanya menerima USD 120 atau Rp 1,8 juta. Itu pun gajinya belum dipenuhi. Karena perlakuan buruk itulah tiga orang WNI meninggal dunia.
Bukti adanya kekerasan, perbudakan dan diskriminasi, diperkuat dengan data dari Migrant Care.
Bahwa dalam kurun waktu delapan tahun, menerima 205 aduan kekerasan terhadap ABK Indonesia di kapal asing, juga gaji yang tidak diberikan.
Sesungguhnya kasus ABK, adalah bagian dari fakta perbudakan yang menimpa rakyat. Hal ini disebabkan karena tidak ada pembelaan dan perlindungan dari negara, terhadap hak-hak warga yang bekerja dengan pihak asing. Wajar jika kasus kekerasan, diskriminasi tenaga kerja luar negeri selalu berulang. Negara terkesan abai, tidak memperhatikan keselamatan dan kesejahteraan rakyatnya.
Mengapa TKI yang bekerja di luar negeri sering menjadi korban dan tidak mendapatkan keadilan? Padahal sudah ada UU yang menjamin mereka. Menurut koordinator National Destruktiv Fishing Watch (DFW)-Indonesia, M. Adi Suhufan, menyebut konflik di kapal sering terjadi karena ABK asal Indonesia tidak dibekali kemampuan bekerja di atas kapal asing. Bahkan ada ABK yang tinggal di pegunungan dan tidak mengerti cara melaut, mereka asing tidak mengenal alat pancing maupun jaring. Kemampuan berbahasa pun tidak dibekali.
Mereka umumnya tergiur dengan iming-iming gaji tinggi, sehingga mudah dibujuk rayu. Apalagi agen pengiriman ABK di Pemalang-JawaTengah persyaratannya ringan. Hanya menyerahkan KTP, KK, Ijazah, buku pelaut dan paspor. Tanpa kemampuan bidang dasar kelautan. Hal ini sangat rentan, mereka jadi korban eksploitasi, dan nyatanya benar.
Mereka para pekerja nekat beradu nasib. Merasa putus asa melihat sulitnya memenuhi kebutuhan hidup. Sulitnya mencari pekerjaan dan upah buruh yang murah.
Hal ini disebabkan karena SDA milik Indonesia sudah berpindah tangan dikuasai asing dan aseng. Dampaknya terjadi kemiskinan, sulitnya mencari lapangan pekerjaan karena kalah bersaing dengan TKA.
Semua permasalahan tersebut, sejatinya
disebabkan oleh sistem kapitalisme yang diadopsi negara ini. Sistem yang berpihak kepada pemilik modal. Orientasinya hanya materi, materi dan materi. Uang, uang dan uang
Tanpa memikirkan haram dan halal. Karena asasnya manfaat, semua cara dihalalkan. Relasi antara pemimpin dan rakyat sebagaimana bos dengan jongos.
Negara dalam sistem kapitalis tidak ubahnya sebagai regulator, membuat undang-undang untuk kepentingan pemilik modal. Baik asing maupun aseng. Bukan untuk kepentingan dan melindungi rakyatnya. Sebaliknya justru malah membuka keran lebar-lebar untuk masuknya investasi, lengkap dengan payung hukum yang menaunginya.
Di satu sisi, negara tidak bisa menciptakan lapangan kerja untuk rakyatnya. Karena TKA sepaket dengan investor. Akibatnya tenaga kerja Indonesia dinilai murah oleh pihak asing dan kalah bersaing. Di sisi lain, jeratan utang membuat negara tidak berdaulat. Itulah salah satu alasan 500 TKA China bisa masuk dengan mudah ke Indonesia. Bagaimana nasib tenaga kerja pribumi? Mereka menjadi budak di negerinya sendiri, apalagi di luar negeri.
Selama sistemnya kapitalisme, perbudakan modern terus akan tetap berlangsung. Sebab, sistem inilah yang merusak tatanan kehidupan dan perekonomian. Melahirkan kemiskinan, pengangguran dan kesengsaraan.
"Ini nyata sekali, di Indonesia terjadi ketimpangan antara yang miskin dan kaya, jauh sekali bedanya. Satu persen orang di Indonesia menguasai 50 persen aset nasional. Jika naikkan jadi 10 persen keluarga maka ini menguasai 70 persen (aset negara). Artinya, sisanya 90 persen penduduk memperebutkan 30 persen sisanya. Itu yang perlu dikoreksi,” ujar Sekretaris TNP2K Bambang Widianto dalam acara Penyampaian Laporan Akhir TNP2K 2014-2019 di Kantor Wakil Presiden, Rabu (9/10/2019), dikutip Detik.
Inilah fakta, bahwa sistem kapitalis telah gagal tidak mampu menjawab solusi atas persoalan ekonomi, ketenagakerjaan, dan mengatasi kemiskinan, yang berupa jaminan kesejahteraan. Hanya ilusi.
Islam Solusinya
1. Dalam Islam, pemimpin (khalifah) memiliki dua fungsi utama, yaitu sebagai raa'in dan junnah bagi umat, yang diatur oleh syara'.
Khalifah sebagai raa’in adalah mengatur urusan umat untuk kemaslahatan rakyatnya.
Rasulullah saw. bersabda:
الإِÙ…َامُ رَاعٍ ÙˆَÙ…َسْئُولٌ عَÙ†ْ رَعِÙŠَّتِÙ‡ِ
“Imam (khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR. al-Bukhari)
Khalifah sebagai Junnah (pelindung). Sebagaimana dijelaskan oleh al-Imam an-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim, “Imam itu perisai yakni seperti as-sitr (pelindung), karena Imam (khalifah) menghalangi atau mencegah musuh dari mencelakai kaum muslimin, dan mencegah antar manusia satu dengan yang lain untuk saling mencelakai, serta memelihara kemurnian ajaran Islam, dan manusia berlindung di belakangnya serta mereka tunduk di bawah kekuasaannya.”
2. Islam mempunyai seperangkat solusi tenaga kerja dan tidak akan terjadi perbudakan. Sebab, apa yang menjadi kewajiban negara akan ditunaikan, dan apa yang menjadi hak warga, negara akan merealisasikan.
3. Islam melarang perbudakan.
Rasulullah saw. bersabda. “Budak memiliki hak makan/lauk dan makanan pokok, dan tidak boleh dibebani pekerjaan di luar kemampuannya.” (HR Muslim, Ahmad dan Al-Baihaqi)
4. Islam melarang menahan gaji. Rasulullah saw. bersabda: "Berikanlah pekerja upahnya sebelum keringatnya kering." (HR. Ibnu Majah)
5. Dalam Islam, kontrak kerja disebut dengan ijarah. Ijarah adalah memanfaatkan jasa sesuatu yang dikontrak.
Adapun ijarah yang berhubungan dengan seorang pekerja (ajir), maka yang dimanfaatkan adalah tenaganya. Karena itu, untuk mengontrak seorang pekerja harus ditentukan jenis pekerjaannya, termasuk waktu, upah dan tenaganya.
Jenis pekerjaannya harus dijelaskan sehingga tidak kabur. Sebab, transaksi ijarah yang masih kabur hukumnya adalah fasad (rusak).
Sementara Islam tidak sebatas agama saja, tapi juga sebagai mabda' atau pedoman hidup yang mengatur semua sendi kehidupan secara rinci.
Jika diterapkan dalam bernegara, maka nasib-nasib tragis para buruh dan pekerja, serta perbudakan tidak akan terjadi. Seharusnya Islam diterapkan secara kafah (menyeluruh), maka akan membawa kesejahteraan dan kejayaan umat Islam, sebagaimana pernah memimpin dunia selama 13 abad.
Wallahu a'lam bishshawab
Post a Comment