Oleh : Nur Syamsiah Tahir
Praktisi Pendidikan, Pegiat Literasi, dan Member AMK
Dilansir oleh detikNews.com pada hari Kamis (30/04/2020) Kasus positif virus Corona (COVID-19) di Indonesia hari ini mencapai 10.118 kasus. Sedangkan pasien sembuh Corona berjumlah 1.522 orang dan meninggal 792 orang.
Hal tersebut disampaikan juru bicara pemerintah untuk penanganan virus Corona, dr Achmad Yurianto, dalam konferensi pers yang ditayangkan saluran YouTube Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Kamis (30/4/2020). Data ini merupakan update hingga pukul 12.00 WIB.
“Jumlah kasus positif hari ini bertambah 347 orang. Sementara itu, jumlah pasien sembuh bertambah 131 orang dan jumlah pasien yang meninggal bertambah 8 orang,” tambahnya. “Sebelumnya, kasus positif virus Corona pada 29 April sebanyak 9.771 orang. Jumlah pasien sembuh ada 1.391 orang dan meninggal 784 orang,” lanjutnya.
Sejak awal, sejumlah langkah dan tindakan sudah diambil oleh pemerintah dalam menangani dan menghadapi virus Novel Corona 2019 (N-Cov), sebagaimana dilansir oleh kemlu.go,id pada tanggal 12/2/2020. Ada 10 poin yang menjadi fokus perhatian pemerintah dalam menghadapi virus corona ini, termasuk membentuk dan mengaktifkan Tim Gerak Cepat (TGC) di wilayah otoritas pintu masuk negara di bandara/pelabuhan/Pos Lintas Batas Darat Negara (PLBDN). Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan telah melakukan langkah-langkah pencegahan masuknya virus Corona ke wilayah Indonesia dan Kementerian Kesehatan juga telah menunjuk sedikitnya 100 Rumah Sakit rujukan, yang sebelumnya dipakai pada kasus flu burung. Sebagai bentuk perlindungan, Pemri telah memulangkan WNI dari Provinsi Hubei, RRT pada tanggal 2 Februari 2020.
Tapi, fakta di lapangan berbicara lain. Sejumlah alat transportasi baik udara, laut, maupun darat tetap sibuk dengan ratusan bahkan ribuan warga negara asing masuk ke Indonesia dan kondisi ini justru memicu peningkatan fase epidemi menjadi pandemi corona.
Pemerintah juga menerapkan social distancing yang kini berubah menjadi physical distancing sesuai himbauan WHO. WHO juga telah memberikan anjuran kepada beberapa negara yang terkena penyebaran pandemi covid-19 ini untuk melakukan lockdown di negara yang terjangkit virus ini. Bahkan, beberapa waktu lalu WHO juga telah memberikan surat imbauan kepada Indonesia agar menerapkan sistem lockdown ini . Namun, Presiden Joko Widodo menampik untuk melakukan lockdown, malah jalan yang akhirnya dipilih ialah PSBB. Aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ini juga telah diberlakukan di DKI Jakarta dan disusul oleh 10 wilayah lainnya di Indonesia. (idcloudhost.com, 14/4/2020)
Untuk meredam dampak dari kebijakan yang telah diberlakukan, pemerintah telah menyiapkan sejumlah insentif demi menjaga daya beli masyarakat. Kebijakan-kebijakan tersebut di antaranya insentif perpajakan untuk sektor-sektor terdampak, relaksasi kredit untuk masyarakat terdampak, dan banyak lagi.(detikfinance.com, 1/4/2020)
Di waktu lain, pengamat ekonomi sekaligus peneliti senior pada Institute of Developing Entrepreneurship dan Ketua Kebijakan Publik Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Sutrisno Iwantono saat dimintai pendapatnya tentang stimulus pemerintah yang disampaikan Presiden 31 Maret 2020 untuk mengatasi wabah corona ini, dia menyampaikan bahwa dalam situasi begini harus fokus pada akar masalah, yaitu wabah virus corona itu. Jadi segala daya diarahkan untuk menghentikan penyebaran virus corona. Kalau virus corona itu bisa dihentikan, maka berbagai persoalan ekonomi akan berhenti dengan sendirinya.
Sekalipun ada dana tambahan pembiayaan APBN Rp 405,1 triliun tetapi terbagi-bagi untuk berbagai pengeluaran. Rp 75 triliun untuk belanja bidang kesehatan, Rp 110 triliun untuk perlindungan sosial, Rp 70,1 triliun untuk insentif perpajakan dan stimulus kredit usaha rakyat (KUR), serta Rp 150 triliun untuk biaya program pemulihan ekonomi nasional. Programnya antara lain penambahan PKH, kartu sembako, peningkatan kartu pra kerja, pembebasan biaya listrik, insentif perumahan, insentif pajak, dan lain-lain, tambahnya. (detikfinance.com, 1/4/2020)
Sedangkan di lapangan berdasarkan data Disnaker Jabar, dampak dari covid-19 ini, ada belasan ribu karyawan terpaksa diputus hubungan kerja oleh perusahaan. Kadisnaker Jabar M. Ade Afriandi mengatakan, dari hasil pendataan, belasan ribu pekerja itu diputus hubungan kerjanya oleh ratusan perusahaan. "Ada 340 perusahaan yang melaporkan melakukan pemutusan hubungan kerja kepada 11.260 pekerja," kata Afriandi, saat dihubungi via pesan singkat di waktu yang sama. Pemutusan hubungan kerja, lanjut Afriandi paling banyak terjadi di wilayah dua provinsi Jabar yang meliputi Kabupaten Bekasi, Kota Bekasi, Karawang, Subang, dan Purwakarta. "Total di wilayah dua ini mencapai 5.800 yang diputus hubungan kerjanya," kata dia.
Dilansir oleh CNN Indonesia pada hari Jumat (24/04/2020), Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di DKI Jakarta telah berlangsung dua pekan sejak dilaksanakan pada 10 April lalu. Selama penerapannya, sektor ritel harus menelan pil pahit. Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mengaku jumlah belanja turun 20 persen hingga 30 persen per konsumen selama pemberlakuan kebijakan itu. Sebab, mayoritas masyarakat memilih untuk belanja dari rumah secara daring (online).
Ketua Umum Aprindo Roy N Mandey mengatakan banyak masyarakat yang mengandalkan fasilitas delivery dalam berbelanja kebutuhan sehari-hari. Dengan demikian, jumlah barang yang dibelanjakan hanya terpatok pada kebutuhan pokok saja.
Di lain tempat, Rahmat Hidayatullah -salah satu pemilik kedai kopi di Jember Jawa Timur- menilai, visi penyelesaian masalah Covid-19 dengan model PSBB semakin kabur jika tidak disertai aksi nyata di bidang kesehatan. “Status PSBB yang prorakyat kecil akan menjadi sia-sia. Bagaimana tidak sia-sia, lha wong pernyataan tentang geliat usaha tidak boleh dibatasi, namun ternyata dibatasi di lapangan,” katanya.
“Memang tidak ada larangan untuk membuka usaha, namun pasar tidak bergeliat. Toko tidak ada pembeli, warung tidak ada yang datang, meskipun diperbolehkan take away. Driver tidak dapat penumpang, dan ojek online hanya berharap dari pendapatan antar makanan. Ini merupakan kenyataan pahit untuk masyarakat yang katanya menggantungkan hidupnya pada penghasilan saat itu juga (pendapatan harian). Kebijakan pro rakyat kecil ini menurut saya malah membuat tenggelam dalam ketidakpastian, mati segan hidup tak mau,” kata Rahmat. (beritajatim.com, 5/4/2020)
Dari sejumlah fakta di atas tampak bahwa penanganan terhadap corona justru membuat rakyat merana khususnya di bidang perekonomiannya. Tidak hanya mereka yang memiliki usaha kecil, usaha menengah pun turut terdampak, terlebih pada kalangan buruh atau karyawan lepas. Beberapa kasus bunuh diri juga muncul ke permukaan sebagai dampak peliknya upaya mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Di antaranya :
1. Anang Junaedi (23), warga Desa Sumbermulyo, Kecamatan Jogoroto, Jombang mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri di dapur rumahnya, Kamis (16/4/2020).
“Berdasarkan keterangan keluarga, korban di-PHK sejak satu bulan ini. Sejak itu, korban cenderung tertutup, bahkan mengurung diri di rumah,” ujar Kapolsek Jogoroto AKP Bambang Setyobudi. (beritajatim.com, 16/4/2020)
2. Sopir taksi online Juna Lismi, 33. Akibat pendapatan yang menurun, dia akhirnya kebingungan membayar cicilan kredit mobilnya. Jalan pintas bunuh diri pun diambilnya dengan cara gantung diri.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Yusri Yunus mengatakan, korban mengakhiri hidupnya di sebuah kebun di Lilinggir, RT 02/06, Cipayung, Cikarang, Kabupaten Bekasi pada Senin (6/4) sekitar pukul 18.15 WIB. (RiauPos.co, 07/04/2020)
Sungguh tragis! Hal tersebut tidak lepas dari sistem kapitalisme yang diagungkan oleh rezim ini. Penyelesaian yang disodorkan hanya membuahkan masalah baru. Ketika Presiden Joko Widodo memilih opsi pembatasan sosial berskala besar ketimbang lockdown dalam merespons wabah Covid-19. Maka pembatasan sosial atau yang kerap disebut social distancing itu meliputi penutupan sementara sekolah atau tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, dan pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum. Sedangkan pembatasan sosial yang dimaksud Jokowi, berbeda dengan karantina wilayah yang menurut School of Blatvanik, Universitas Oxford, yaitu pembatasan kegiatan bepergian atau kerumunan di suatu daerah. Fakta yang tidak bisa dipungkiri seperti yang dialami Yanto. Dia merupakan bagian dari masyarakat Indonesia dari kaum kelas menengah bawah yang mesti berkeliling saban hari untuk menghidupi keluarganya. Sebagai seorang penjual sayur keliling yang setiap hari menawarkan dagangannya di sekitar Setiabudi, Jakarta Selatan. Istrinya tidak bekerja, jadi dia lah satu-satunya tulang punggung keluarga. Baginya, dia masih akan tetap berjualan, sekalipun Presiden Joko Widodo telah menginstruksikan PP Pembatasan Sosial Berskala Besar. Kecuali pemerintah memberi jaminan atas terpenuhinya kebutuhan hidup diri dan keluarganya. (www.bbc.com, 8/4/2020)
Tentu akan berbeda jika penyelesaian terhadap permasalahan yang pelik ini dikembalikan pada Sistem Islam. Sebab Islam tidak sekedar mengatur masalah akidah tapi juga sebuah sistem yang memuat peraturan-peraturan yang lahir dari akidah itu sendiri. Dimana bersumber pada Alqur’an dan Alhadits semata. Islam memiliki aturan yang sangat lengkap. Termasuk memiliki aturan bagaimana Islam menyelesaikan persoalan seperti saat ini, yakni menangani masalah wabah.
Dalam Islam, saat terjadi wabah maka tidak boleh untuk saling berkunjung satu dengan yang lain. Rasulullah saw. memberikan tuntunan :
“Jika kalian mendengar wabah di suatu wilayah, janganlah kalian memasukinya. Jika terjadi wabah di tempat kalian berada, janganlah keluar darinya. (HR. al Bukhari)
Lockdown telah dicontohkan oleh Islam, saat kepemimpinan khalifah kedua Umar bin Khattab terjadi wabah ta’un di negeri Syam. Sang Khalifah yang sedang dalam perjalanan menuju Syam harus kembali ke Madinah untuk menghindari wabah tersebut.
Lalu terhadap rakyat yang ada di negeri Syam, maka Khalifah Umar pun mengembalikan penyelesaiannya pada sistem Islam. Dalam sistem Islam, rakyat adalah tanggung jawab penuh negara, baik dalam kondisi aman maupun saat ada wabah. Rasulullah saw. bersabda: "Imam (Khalifah) yang menjadi pemimpin manusia, adalah (laksana) penggembala. Dan hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap (urusan) rakyatnya." (HR Bukhari)
Dalam buku The Great Leader of Umar bin Khattab karya Dr. Muhammad ash-Shalabi, Khalifah Umar langsung bertindak cepat ketika melihat kondisi keuangan baitul mal tidak mencukupi untuk penanggulangan krisis. Khalifah Umar segera mengirim surat kepada para gubernurnya di berbagai daerah kaya untuk meminta bantuan. Petugas Khalifah Umar langsung mendatangi Amru bin al-Ash, gubernur di Mesir, “Dari hamba Allah, Umar bin al-Khaththab, Amirul Mukminin, untuk Amru bin al-Ash. Semoga kesejahteraan terlimpah padamu. Selanjutnya, tegakah kau melihatku dan orang-orang di sekitarku, sementara engkau dan orang-orang di sekitarmu hidup penuh kenikmatan? Tolonglah kami, tolonglah kami.”
Amru bin Ash membalas, “Untuk hamba Allah, Amirul Mukminin, dari Amru bin al-Ash. Semoga kesejahteraan terlimpah kepadamu. Saya memuji Allah yang tidak ada Tuhan selain-Nya. Selanjutnya, bantuan akan segera tiba. Untuk itu, bersabarlah. Saya akan mengirim kafilah untukmu. Yang depan berada di dekatmu, sementara yang belakang berada di dekatku. Saya berharap bisa membawa bantuan melalui laut.”
Gubernur Mesir, Amru bin al-Ash mengirim seribu unta yang membawa tepung melalui jalan darat dan mengirim dua puluh perahu yang membawa tepung dan minyak melalui jalur laut serta mengirim lima ribu pakaian kepada Khalifah Umar.
Selain itu, Khalifah Umar juga mengirim surat kepada gubernur Syam, Irak, dan Persia untuk meminta bantuan tanpa ada imbalan dalam menangani krisis yang dialami. (Al wa'ie 26/12/2018)
Ini hanya secuil kisah heroik yang dilakukan oleh salah satu pemimpin kaum muslim saat itu. Namun tindakan yang dilakukan oleh beliau menunjukkan kapasitasnya sebagai pemimpin umat. Langkah yang dilakukan sangat sederhana, akan tetapi mampu menyelesaikan permasalahan tanpa menimbulkan masalah baru. Dengan begitu rakyat tidak akan merana sekalipun tertimpa prahara. Maka sudah tidak ada lagi yang patut diharapkan, kecuali kita wajib kembali kepada tuntunan Allah Swt dan Rasul-Nya, yaitu Islam.
Wallahu a'lam bishawab.
Post a Comment