Perempuan: Antara Obesitas, Anoreksia, dan Kelaparan

Penulis: Alfiyah Kharomah
Praktisi Kesehatan, Founder Griya Sehat Alfa Syifa

Sungguh tragis kehidupan perempuan di era kapitalis. Kasus ibu rumah tangga di Serang menjadi contoh nyata betapa perempuan masih menderita kelaparan. Yaitu suatu kondisi dimana perut dibiarkan kosong baik dengan sengaja ataupun tidak untuk waktu yang sangat lama. Istilah ini umumnya digunakan untuk merujuk kepada kondisi kekurangan gizi yang dialami seseorang atau sekelompok orang dalam jumlah besar untuk jangka waktu yang relatif lama, biasanya karena kemiskinan, konflik politik, paceklik, maupun wabah.

 PBB mencatat pada 2018 ada lebih dari 821 juta orang menderita kelaparan, kerawanan pangan, dan gizi buruk di seluruh dunia. Sedang laporan ADB, 22 juta orang Indonesia menderita kelaparan. Saat ini Indonesia menduduki peringkat 65 dari 113 negara dalam indeks ketahanan pangan global yang dirilis oleh Economist Intelligence Unit tahun 2018 lalu.

Di sisi lain, perempuan bergelimang harta. Makan berkecukupan hingga tak ada lagi tempat untuk lemak ditubuhnya. Sistem pencernaannya kebingungan memecah karbohidrat, kelebihannya akan disimpan lagi dimana? Karena si empunya tubuh, malas bergerak dan mengisi hari-harinya dengan wisata kuliner dari satu restoran ke restoran lainnya. Keadaan ini menggambarkan betapa berlebihnya seseorang dalam konsumsi makanan, hingga ia mengalami obesitas. Yaitu kondisi kronis akibat penumpukan lemak dalam tubuh yang sangat tingggi. Obesitas terjadi karena asupan kalori lebih banyak dibanding aktivitas membakar kalori.

Di dunia, obesitas meningkat lebih dari dua kali lipat sejak tahun 1980. Pada tahun 2014, lebih dari 1,9 miliar orang dewasa kelebihan berat badan. Dari jumlah tersebut, lebih dari 600 juta mengalami obesitas. 39% orang dewasa kelebihan berat badan dan 13 persennya mengalami obesitas. Prevalensi kelebihan berat badan tertinggi terdapat di wilayah Amerika. 

Di Indonesia, 13,5% orang dewasa kelebihan berat badan, sementara itu 28,7% mengalami obesitas. Data terakhir berdasarkan SIRKESNAS, situasi obesitas menunjukan tidak terkendali. Perempuan menjadi penderita obesitas paling banyak.

Di tempat lain, mungkin akan lebih membuat heran. Alasan body shaming dan takut dibuli gendut, atau ingin mendapatkan body goals tertentu, seorang perempuan rela diet ketat, bahkan memuntahkan kembali makanan yang telah dikonsumsi. Agar tetap mempertahankan bentuk tubuh ideal. Seolah, kurus adalah segala-galanya hingga ia rela menyiksa dirinya. Keadaan ini melukiskan betapa inginnya seseorang menjadi kurus, meski sebenarnya ia sanggup membeli makanan yang cukup. Ia menderita anoreksia.

Anoreksia adalah gangguan makan yang ditandai dengan rasa takut yang berlebihan bila berat badan bertambah, dan gangguan persepsi pada bentuk tubuh. Penderita anoreksia terobsesi untuk memiliki tubuh kurus, dan melakukan berbagai upaya untuk mendapatkan bentuk tubuh ideal menurut mereka. Meskipun berat badan sudah banyak berkurang, ia akan berusaha membatasi porsi makan dan terus berolah raga secara berlebihan.

Diketahui jumlah pasien dengan gangguan makan telah meningkat secara global sejak 50 tahun yang lalu. Di Amerika serikat, dilaporkan 1 hingga 2 juta perempuan memenuhi kriteria diagnostik untuk BN (Bulimia Nervosa). 500.000 perempuan memenuhi kriteria diagnostik Anoreksia Nervosa. Kriteria ditandai dengan perilaku makan dalam jumlah yang sangat besar yang sering dan berulang-ulang, kemudian dimuntahkan kembali, penggunaan obat pencahar, berpuasa atau berolahraga secara berlebihan.

Di Indonesia, 12-22% perempuan berusia 15-29 tahun menderita defisiensi energi kronis. Menurut psikolog Tara Adhisti de Thouars, Indonesia berada di nomor empat negara dengan penderita gangguan makan tebanyak.

Sungguh tiga kondisi yang membuat hati miris teriris-iris. Tiga kondisi saling ironi, yang dini kita temukan sehari-hari. Betapa sengsara menjadi perempuan di era milenial ini. 

Nampak kontradiksi yang sangat kontras, perempuan dibawah naungan sistem kapitalisme. Doktrin sistem ini telah menyihir para wanita untuk terjebak pada standar materi dan fisik soal tubuh mereka, memunculkan banyaknya perempuan menderita anoreksia. Kapitalisme jugalah yang menyihir wanita, bahwa kebahagiaan terletak pada kenikmatan konsumtifitas materi belaka. Ini yang menyebabkan banyak perempuan menderita obesitas. Sistem rusak dan merusak inilah yang memaksa wanita hidup di dalam jurang kemiskinan. Sistem ini membunuh empati masyarakat, sehingga tak ada yang tahu ada perempuan yang tak makan hingga menderita kelaparan. 

Ironi kelaparan, obesitas dan anoreksia menunjukan bahwa kapitalisme telah menciptakan jurang kesenjangan sosial yang sangat dalam. Kapitalismelah yang telah melakukan penindasan terhadap perempuan. Ketimpangan konsumsi materi yang kronis menjadi bukti kegagalan kapitalisme menjaga perempuan. Kegagalan kapitalisme diakui atau tidak dikarenakan mengacu pada sistem ekonomi kapitalisme yang mengatur distribusi pendapatan untuk kebutuhan dalam negeri secara global, bukan kebutuhan seluruh penduduk per individu. 
Ekonomi kapitalis tidak dibangun untuk memuaskan kebutuhan individu dan tidak untuk menyediakan pemuasan bagi tiap-tiap individu dalam masyarakat. Ekonomi tersebut hanya difokuskan pada penyediaan alat pemuas kebutuhan secara makro dengan cara meningkatkan produksi dan meningkatkan pendapat nasional. 

Tentu ini sangat berbeda dengan Islam. Islam begitu memuliakan perempuan. Islam menjamin kebutuhan pokok perempuan individu per individu dengan proses penafkahan dengan tiga mekanisme. Pertama, Islam menjamin kebutuhan pokok perempuan dengan mewajibkan suami/ayah mencari nafkah. Mekanisme ini menjamin pemenuhan kebutuhan primer bagi setiap individu.

Kedua, Islam membebankan kewajiban nafkah pada kerabat laki-laki bila tidak ada suami/ayah atau mereka ada tetapi tidak mampu. Islam mewajibkan keluarga dekat memberi nafkah kepada keluarga dekatnya yang menjadi tanggungannya. 

Ketiga, jaminan nafkah dari negara secara langsung bagi para perempuan yang tidak mampu dan tidak memiliki siapapun yang akan menafkahinya, seperti para janda papa. Islam mewajibkan nafkah dalam dua keadaan ini kepada negara.

Contoh penerapan Islam dilakukan oleh Abu Bakar ra. sebagai khalifah saat itu, melayani seorang perempuan jompo dan buta yang tinggal di pinggiran Madinah. Umar Bin Khattab ra. juga ingin merawatnya namun telah menemukan Abu Bakar ra. memasak makanan, membersihkan rumah dan mencuci pakaian untuknya. 

Selama masa pemerintahan Khalifah Umar ra., ada kebijakan untuk memberikan upah kepada para ibu setiap kali selesai menyusui anaknya, untuk memastikan perawatan kesehatan terhadap anak-anak. Namun, suatu hari Umar ra. Mendengar seorang bayi menangis. Kemudian ia meminta kepada ibu anak itu untuk bertakwa kepada Allah SWT dan merawat bayi tersebut. Kemudian ibu itu menjelaskan bahwa dia berhenti menyusui anaknya lebih awal agar dia bisa menerima upah dari negara. Keesokan harinya setelah fajar, Umar merevisi kebijakan itu dengan membayar upah pada saat kelahiran. Dengan demikian Negara Khilafah tidak hanya membuat program menyusui, namun secara nyata juga mengalokasikan anggaran dana untuk memastikan setiap bayi yang lahir mendapat nutrisi.

Sungguh luar biasa Islam telah memastikan perempuan satu persatu merasakan kesejahteraan. Inilah sistem yang mengamankan nyawa, kehormatan, dan kemuliaan perempuan. Wallahu’alam Bisshawab 

Post a Comment

Previous Post Next Post