Oleh: Yunanda Indah
Aktivis Dakwah Kampus
Lagi-lagi rezim seolah tidak pernah absen untuk menampakkan semua pencitraannya terhadap rakyat. Di tengah pandemi seperti ini, bukan memikirkan bagaimana nasib rakyat kedepannya, justru membuka mata publik bahwa rezim sangat kental dengan politisasi bahkan di tengah pandemi.
Dilansir oleh, CNN Indonesia.co (29/04/20), foto Bupati Klaten Sri Mulyani yang menempel di paket Bantuan Sosial (BANSOS) penanganan virius corona (covid-19) memantik polemik. Kejadian semacam ini bermula saat foto bansos viral di jagat media sosial twitter dengan tagar #BupatiKlatenMemalukan. Kritikan dari wargnet pun membanjiri twitter, setelah munculnya ungahan-unggahan lain di berbagai paket bantuan sosial dengan menampakkan wajah salah satu politikus PDIP, mulai dari beras, masker, hingga buku tulis siswa diwarnai wajah Sri Mulyani.
Tidak hanya tingkat daerah, politisasi bansos juga terjadi di tingkat nasional. Pasalnya, bansos yang bersumber dari Anggaran pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang digelontorkan oleh pemerintah Jokowi justru beratasnamakan bantuan Presiden RI. Seolah-olah dana bansos yang disalurkan kepada masyarakat yang terdampak virus corona diambil dari kantong milik Jokowi langsung. Lucu bukan ? dana yang seharusnya tersalurkan kepada masyarakat yang menjadi hak setiap orang, justru dimarginalkan darinya.
Seperti diketahui, bahwasanya pemerintah pusat melalui Kementerian Sosial mulai menyalurkan bantuan sosial berupa paket sembako senilai Rp600.000 kepada warga yang di berada di wilayah Jabodetabek. Sementara warga yang berada diluar Jabodetabek mendapatkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) sebesar Rp600.000.
Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara mengakui bahwasanya penyaluran bantuan sosial berupa paket sembako untuk warga yang terdampak corona virus sempat tersendat. Bukan perihal paket sembako yang tak lengkap, melainkan menunggu tas pembungkus paket sembako. Padahal yang dibutuhkan oleh warga adalah paket sembakonya, bukan pembungkus paket sembakonya. Anehnya lagi, tas pembungkus paket sembako itu bertuliskan ‘Bantuan Presiden RI bersama lawan corona’ dengan logo Presiden Republik Indonesia dan Kementrian sosial.
Melihat tontonan receh yang dimainkan oleh rezim, ini memperkuat bukti bahwasanya politisasi yang dilakukan oleh rezim ditengah pandemi seperti ini menampakkan bahwa penguasa mengambil kesempatan dalam kesempitan.
Bantuan sosial yang disalurkan atas nama rezim, nyatanya masih saja tidak merata diseluruh indonesia terkhususnya yang berada dalam zona merah. Seperti kasus yang menimpa ibu Yuli, seorang ibu rumah tangga yang meninggal dunia diduga karena kelaparan akibat pandemi virus corona sempat viral karena curhatannya, ia tak pernah makan selama 2 hari dan hanya minum air isi ulang untuk menghilangkan laparnya, Okezone.co.id (22/04/20).
Disisi lain, kasus yang lebih tragis lagi yang dialami satu keluarga yang berasal dari Tolitoli, Sulawesi Tengah. Pasalnya saat ditemukan warga di tengah kebun di kelurahan Ammasangan, Polewali Mandar, Sulawesi Barat, kondisi mereka ditemukan dalam keadaan lemas karena kelaparan, Kompas.co, (01/05/20).
Kasus yang sama menimpa 14 orang mahasiswa, seperti yang dilansir oleh Indonesia.co.id, (04/05/20), sebanyak empat belas orang mahasiswa asal Seram Bagian Timur, Maluku, ditangkap oleh Satuan Polisi Pamong Praja di tengah pembatasan Sosial Berskala Regional (PSBB) untuk mencegah penularan covid-19. Salah satu dari mereka mengakui, mereka nekat mudik ke kampung halaman lantaran kehabisan uang belanja dan sempat menahan lapar akibat menipisnya bahan makanan di kontrakan.
Melihat kenyataan seperti ini, miris memang. Bagaimana tidak? Saat pemerintah mengeluarkan kebijakan PSBB di sebagian daerah, bukannya menjamin kebutuhan ekonomi warganya justru melepas tanggung jawab dari kewajibannya sebagai pemimpin. Ini menunjukkan penguasa di sistem kapitalisme kehilangan kepekaan demi meraup keuntungan kursi rezim.
“ Kalau kami bertahan di kamar kontrakan, kami mau makan apa, mending pulang kampung biar bisa makan, ungkap salah satu Mahasiswa yang enggan disebutkan namanya yang berasal dari Seram Bagian Timur, Maluku yang ditangkap oleh Polisi Pamong Praja di tengah PSBB, CNN Indonesia.co.id (04/05/20).
Dalam sistem kapitalistik hal semacam ini tidak lagi menjadi rahasia umum. Inilah deretan peristiwa yang dialami masyarakat yang hidup dalam sistem demokrasi. Yang kaya makin kaya, dan yang miskin makin miskin. Terlebih di tengah pandemi seperti ini sosok pemimpin yang dipilih dengan cara demokratis malah sibuk memoles wajahnya dengan beribu pencitraan. Masyarakat mengkawatirkan nasibnya selama pandemi sedangkan penguasa justru memanfaatkan kondisi pandemi ini untuk kepentingan kursi rezim.
Inilah sebagian dari bobroknya sistem demokrasi yang digaungkan dapat mesejahtrakan rakyat. Nyatanya logo demokrasi dari rakyat, untuk rakyat dan oleh rakyat hanya sebatas kata-kata tanpa makna yang dibungkus dengan pencitraan semata.
Ibarat langit dan bumi, bahkan jauh berbeda dari bagaimana penanganan sistem islam mengenai masalah seperti ini. Islam mengajarkan bahwasanya pemenuhan kebutuhan dasar rakyat adalah sebuah kewajiban dari pemerintah. sebagaimana pada masa khalifah Umar bin Khattab pernah terjadi seorang ibu yang pernah memasak batu di tungku api guna menenangkan hati anaknya yang sedang menangis karena kelaparan, melihat hal itu Khaliffah Umar langsung memikul sekarung gandum yang dibawa dari gudang negara untuk diberikan kepada ibu tersebut.
Yang lebih pentingnya lagi, khalifah Umar tidak memberitahukan jati dirinya pada ibu tersebut, tidak seperti sekarang. Bahkan khalifah Umar bin Khattab memegang prinsip yang sungguh mulia, “Bagaimana saya akan dapat memperhatikan keadaan rakyat, jika saya tidak ikut merasakan apa yang mereka rasakan”, inilah sumpah dari Khalifah Umar bin Khattab yang melegenda di catatan sejarah.
Sosok pemimpin seperti Umar bin Khattab tak mungkin dan tak akan pernah mungkin, jika kita temui di sistem sekarang ini yang jauh dari syariat Allah swt. Sosok tersebut lahir dari ketakwaan dan kecintaan kepada syariat Allah untuk menjalankan semua aturan-Nya dalam bingkai Khilafah islamiyah dan juga sosok pemimpin yang menyandarkan semua kebijakannya berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah.
Wallahu'alam bi ash-shawab.
Post a Comment