Oleh : Sumiati
Praktisi Pendidikan dan Member Akademi Menulis Kreatif
Dilansir oleh Okezone.com 27/03/2020. Kementerian Perhubungan menyiapkan opsi untuk melarang masyarakat melakukan mudik Lebaran 2020. Langkah ini dilakukan untuk mengantisipasi penyebaran wabah corona yang lebih luas lagi.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi mengatakan, jika pelarangan tersebut berlaku pihaknya sudah menyiapkan beberapa skema pelarangan. Khususnya mengenai sanksi jika ada masyarakat yang masih nekat untuk mudik ke kampung halaman.
"Kalau kita larang kita siapkan skema dengan Korlantas Polri artinya kalau diputuskan larangan kita siapkan sekat-sekat. Ini akan ada penegakan hukum ketika orang memaksa mudik" ujarnya dalam telekonferensi, Jumat (27/3/2020).
Menurut Budi, nantinya pihaknya bersama dengan Kepolisian akan membuat sekat-sekat untuk menutup jalan menuju Jawa Barat maupun Jawa Tengah. Sekat-sekat itu akan meliputi penutupan pada jalan nasional arteri maupun jalan tol.
Pada sekat-sekat tersebut nantinya akan dijaga oleh petugas keamanan dan kepolisian. Sehingga jika ada pemudik yang keluar dari Jabodetabek untuk mudik akan diminta kembali oleh petugas yang berjaga.
"Kami siapkan penyekatan-penyekatan pemudik dari Jabodetabek di mana akan ditutup atau disekat menggunakan jalan tol, jalan nasional atau arteri. Kalau udah terlanjur akan dikembalikan," katanya.
Kebijakan rezim saat ini sangat membingungkan masyarakat. Hal ini terjadi terkait dengan larangan mudik dan kebolehan pulang kampung. Karena hakikatnya sama-sama ke luar kota, justru yang dilontarkan rezim ini membuat masyarakat makin tidak percaya kepada rezim. Sehingga setiap kebijakan akhirnya diabaikan oleh masyarakat. Ditambah lagi dengan sebagian orang yang melakukan bisnis diperbolehkan untuk pulang pergi ke luar kota. Makin tidak jelas saja kebijakan yang diambil oleh rezim. Jika terjadi pelanggaran, hakikatnya tidak mutlak salah masyarakat. Justru kesalahan utama ada di pemimpin yang plin-plan, yang akhirnya berbagai macam cara dilakukan sebagian masyarakat agar bisa mudik, termasuk mengelabui polisi lalu lintas dengan merekayasa kendaraan yang mengangkut pemudik.
Sangat berbeda dengan Islam. Sistem Islam akan memberikan kebijakan yang orientasinya jelas melayani secara utuh untuk kebutuhan rakyat. Maka, ketika di masa khalifah Umar bin Khattab yang melakukan lockdown total, kemudian memberikan pemahaman yang jelas kepada masyarakat. Sehingga masyarakat mampu memahami tujuan kebijakan tersebut. Kemudian khilafah bertanggung jawab penuh atas konsekuensi dari pemberlakuan kebijakan tersebut. Termasuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat yang dilarang keluar rumah. Dananya diambil dari baitul mal milik negara. Lockdown yang diberlakukan pun total, tidak sebagian-sebagian, tujuannya untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya pelanggaran. Karena khilafah sangat paham, jika lockdown tidak total seluruhnya akan menyebabkan banyak pelanggaran dan wabah pun tidak akan segera berakhir. Hingga sistem kapitalis demokrasi segera dicampakkan. Kembali menegakkan sistem Islam yang dahulu berjaya.
Berikut sekilas kisah di masa sahabat :
Pada masa Kekhalifahan Umar bin al-Khaththab juga pernah terjadi wabah penyakit menular. Diriwayatkan :
Khalifah Umar pernah keluar untuk melakukan perjalanan menuju Syam. Saat sampai di wilayah bernama Sargh, beliau mendapat kabar adanya wabah di wilayah Syam. Abdurrahman bin Auf kemudian mengabari sahabat Umar bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda, “Jika kalian mendengar wabah terjadi di suatu wilayah, janganlah kalian memasuki wilayah itu. Sebaliknya, jika wabah terjadi di tempat kalian tinggal, janganlah kalian meningggalkan tempat itu.” (HR al-Bukhari).
Riwayat ini juga dinukil oleh Ibnu Katsir dalam Kitab Al-Bidayah wa al-Nihayah. Menurut Imam al-Waqidi saat terjadi wabah Tha’un yang melanda seluruh negeri Syam, wabah ini telah memakan korban 25.000 jiwa lebih. Bahkan di antara para sahabat ada yang terkena wabah ini. Mereka adalah Abu Ubaidah bin Jarrah, al-Harits bin Hisyam, Syarahbil bin Hasanah, Fadhl bin Abbas, Muadz bin Jabal, Yazid bin Abi Sufyan dan Abu Jandal bin Suhail.
Allah telah memerintahkan kepada setiap manusia agar hidup sehat. Contoh, diawali dengan makanan. Allah Swt telah berfirman :
" Makanlah oleh kalian rezeki yang halal lagi baik yang telah Allah karuniakan kepada kalian". (QS. An-Nahl ayat 114).
Selain memakan makanan halal dan baik, kita juga diperintahkan untuk tidak berlebih-lebihan. Apalagi sampai memakan makanan yang sesungguhnya tidak layak dimakan, seperti kelelawar, tarantula, bahkan kecoa. Allah Swt berfirman :
" Makan dan minumlah kalian, tetapi janganlah berlebih-lebihan. Sungguh Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan". (QS. Al-A’raf ayat 31).
Allah memerintahkan hamba-Nya untuk senantiasa menjaga kebersihan diri maupun lingkungan sekitar. Untuk itulah Rasulullah saw. pun, senang berwudhu, bersiwak, memakai wewangian, menggunting kuku dan membersihkan lingkungannya.
Namun demikian, penguasa pun punya peran sentral untuk menjaga kesehatan warganya. Apalagi saat terjadi wabah penyakit menular. Tentu rakyat butuh perlindungan optimal dari penguasanya. Penguasa tidak boleh abai. Para penguasa Muslim pada masa lalu, seperti Rasulullah saw. dan Khalifah Umar bin al-Khaththab ra., sebagaimana riwayat di atas, telah mencontohkan bagaimana seharusnya penguasa bertanggung jawab atas segala persoalan yang mendera rakyatnya, di antaranya dalam menghadapi wabah penyakit menular.
Rasulullah saw. bersabda:
"Siapa yang diserahi oleh Allah untuk mengatur urusan kaum Muslim, lalu dia tidak mempedulikan kebutuhan dan kepentingan mereka, maka Allah tidak akan mempedulikan kebutuhan dan kepentinganya (pada Hari Kiamat)".
(HR Abu Dawud ).
Dengan demikian, baik wabah dan mengkondisikan masyarakat di tengah lockdown pun bisa tuntas. Masyarakat teriayah dengan baik.
Wallahu a'lam bishshawab.
Post a Comment