Hidup dalam sistem Demokrasi menjadikan kaum muslimin banyak melakukan kemaksiatan. Bahkan banyak di antara kaum muslimin melakukan suatu perbuatan tapi tidak tahu bahwa perbuatan itu ternyata haram dalam Islam. Ada pula umat Islam yang tahu bahwa itu haram tapi tetap dikerjakan dengan alasan-alasan mereka masing-masing.
Generasi muda yang pacaran misalnya, beralasan pacaran itu boleh asal yang wajar. Mereka juga menganggap pacaran itu seperti ta’aruf, ajang kenalan sebelum ke jenjang pernikahan. Padahal sangat jelas perbuatan mendekati zina diharamkan dalam Islam, dan pacaran itulah salah satu aktifitas yang bisa mengantarkan pada perzinahan.
Para Pekerja Seks Komersial (PSK) pun punya alasan atas pekerjannya itu. Banyak yang berdalih mereka terpaksa jadi PSK karena alasan ekonomi, namun setelah punya uang banyak mereka justru menikmati pekerjaannya. Bahkan terus menjadikannya sebagai mata pencaharian utama.
Demikian pula pelaku riba, berdalih bahwa riba itu boleh dengan alasan darurat, dan asal bunganya kecil dan dilakukan ridha sama ridha. Pandangan terhadap Demokrasi pun banyak yang keliru, sebab mereka mengatakan bahwa Demokrasi itu sesuai dengan Islam karena dalam Islam juga ada musyawarah. Padahal wajah Demokrasi yang sesungguhnya bukanlah musyawarah, melainkan penetapan hukum yang diserahkan pada manusia.
Hal ini wajar terjadi, sebab Demokrasi lahir dari paham Sekularisme yang ide dasarnya memisahkan Agama dari kehidupan. Wajarlah bila dalam sistem pemerintahan demokrasi agama tidak punya ruang mengatur aspek kehidupan.
Allah memerintahkan agar kaum muslimin bertakwa dengan sebenar-benarnya takwa, bahkan diperintahkan untuk menjalankan aturan Allah Swt secara keseluruhan. Allah Swt berfirman: “Wahai orag-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah dengan sebenar-benarnya takwa, dan janganlah sekali-kali kamu mati kecuali dalam keadaan muslim.” (QS. Al-Imran: 102).
“Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara kaaffah (menyeluruh)…” (QS. Al-Baqarah: 208)
Bahkan meski hidup di tengah sistem bathil (rusak), kaum muslimin wajib untuk tetap berpegang teguh pada ajaran agamanya. Bak tengah berperang, kaum muslimin harus memiliki perisai untuk melindugi diri dari pengaruh buruk sekularisme yang memaksa kaum muslimin jauh dari Islam. Perisai tersebut yaitu: Pertama, puasa. Rasulullah Saw bersabda: “Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian yang telah mampu memikul beban, hendaklah segera menikah. Sebab pernikahan itu lebih menundukkan pandangan dan lebih memelihara kemaluan. Siapa saja yang belum mampu menikah, hendaklah ia berpuasa, karena puasa adalah perisai baginya.” (Muttafaq ‘alayhi)
Perintah puasa dalam hadits di atas bukan untuk mengekang naluri seksual (gharizah an-naw’). Akan tetapi puasa itu untuk mewujudkan pemahaman-pemahaman yang berkaitan dengan naluri beragama (gharizah at-tadayyun). Dengan berpuasa maka seorang muslim akan mendekatkan diri kepada Allah, sibuk dengan amal shaleh sehingga naluri seksualnya bisa teralihkan dengan aktifitas ibadah.
Terlebih ibadah puasa di bulan ramadhan, semakin meningkatkan kualitas iman dan amal orang yang berpuasa. Implementasi keimanan seorang muslim kepada Allah Swt di bulan mulia tersebut, menjadikan orang-orang mukmin berlomba mengejar kemuliaan bulan tersebut, serta menahan diri dari berbagai perbuatan maksiat demi menjaga ibadah puasa mereka. Spirit puasa ini akan meningkatkan ketaatan seorang hamba kepada Rabbnya, memperbanyak amal kebaikan, sehingga dapat meminimalir mengisi waktu dengan kemaksiatan. Fungsi puasa sebagai perisai tak hanya bagi seorang pemuda untuk menjaga naluri seksualnya, namun lebih daripada itu ibadah puasa ini akan membentuk bi’ah tha’ah (kebiasaan taat) bagi seorang muslim.
Usai menjalani puasa selama sebulan penuh di bulan ramadhan, kaum muslimin dapat menjadi sosok mukmin yang taat kepada Allah, menyibukkan diri dengan amal kebaikan, serta mendekatkan diri kepada Allah. Jika ini terwujud maka kaum muslimin akan mampu tetap kokoh menjalankan seluruh syariat Allah walau kini harus mengalami berbagai hambatan dalam menjaga ketaatan di tengah hegemoni ideologi kapitalisme-sekularisme. Tarbiyah puasa dalam rangka meninggikan gharizah at-tadayyun ini harus terus diterapkan dalam situasi dan kondisi apapun.
Adalah keliru apabila kaum muslimin hanya menjadikan puasa sebagai rutinitas tahunan, atau memahami bahwa puasa hanyalah sebatas menahan lapar, dahaga dan amarah, sementara perbuatan dosa masih dikerjakan. Salah pula bila semangat tadarrus al-qur’an, shalat malam, sedekah, dan amalan lainnya hanya dikerjakan di bulan ramadhan, namun selepas ramadhan berlalu, berlalu pula kebaikan-kebaikan itu. Bila ini terjadi maka ibadah puasa gagal menjadi perisai bagi dirinya dari amalan yang merugikan dan mengantarkan pada adzab Allah Swt.
Kedua, Imamah/Pemimpin. Betul bahwa puasa sebagai tarbiyah keimanan bisa menjadi perisai, namun perisai itu tak kuat untuk dipakai melawan musuh yang besar. Sebab Ideologi kapitalisme adalah musuh yang besar dan kuat. AS adalah negara yang menjadi bapak ideologi kapitalisme. Sebagai negara adidaya di masa ini, AS sangat kuat dalam menancapkan pengaruh-pengaruh politiknya di negara-negara lainnya. Tak terkecuali Indonesia sebagai negara yang mengadopsi kapitalisme. Kekuatan negara dihadapi oleh indivudu rakyat jelas takkan sebanding. Negara harus dihadapi oleh negara.
Kapitalisme telah banyak menciptakan kesengsaraan bagi rakyat. Mulai dari ekonomi neoliberal, yang mengakibatkan krisis ekonomi, pasar di kuasai oleh pemilik modal, sementara masyarakat hanya berperan sebagai konsumen, pendidikan sekuler lahirkan generasi-generasi agresif, latah dan krisis jati diri, money politic yang memunculkan tindak korupsi oleh para pemegang kekuasaan, tatanan sosial yang individualistik yang memunculkan ketidakpedulian terhadap sesama serta kekuasaan diktator yang lahirkan kebijakan-kebijakan menzalimi rakyat, juga penerapan hukum yang tajam ke bawah tumpul ke atas, terus menghadirkan penderitaan yang tak berujung bagi rakyat.
Agar dapat terlepas dari masalah besar di atas mengharuskan hadirnya seorang pemimpin yang kan melindungi rakyat dari kejahatan kapitalisme dan antek-anteknya. Pemimpin tersebut haruslah seseorang yang memahami dan mengamalkan sabda Nabi Saw: “Pemimpin adalah perisai, orang-orang akan berperang dari belakangnya dan menjadikannya pelindung. Maka jika ia memerintahkan ketakwaan kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan berlaku adil, baginya terdapat pahala, dan jika ia memerintahkan yang selainnya maka ia harus mempertanggungjawabkannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Islam memerintahkan kepada pemimpin kaum muslimin, atau Khalifah agar melindungi rakyatnya dari berbagai ancaman yang membahayakan baik fisik maupun akidah dan pemikiran kaum muslimin. Serta kaum muslimin berperang di belakang khalifah untuk menghilangkan ancaman fisik yang akan menganggu stabilitas negara dan rakyatnya, serta yang menghalanginya dalam menyebarkan dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia.
Imam/amir/khalifah/sulthan adalah seseorang yang diangkat dan dibaiat oleh seluruh kaum muslimin agar ditaati perintahnya selama tidak bertentangan dengan perintah Allah dan Rasul-Nya. Imam/khalifah adalah pemimpin dalam sistem pemerintahan Islam yakni Khilafah, dengan kepemimpinan yang satu atas seluruh kaum muslimin. Ia juga punya kewajiban menegakkan hukum Allah secara menyeluruh dan tidak mengambil hukum kecuali dari al-Qur’an dan al-Hadits. Khalifah juga bertugas untuk melayani rakyatnya dengan memberikan hak-hak mereka dan berlaku adil kepada seluruh rakyatnya, baik muslim maupun non muslim.
Dan sejarah telah menujukkan bukti bahwa seluruh khalifah di masa kejayaan khilafah bersungguh-sungguh memberi perlindungan kepada rakyatnya. Khalifah Mu’tasim Billah misalnya, melakukan aksi heroik dalam menolong seorang muslimah yang dilecehkan oleh orang-orang Romawi. Khalifah Mu’tasim Billah megirim puluhan ribu pasukannya untuk menyerbu kota Ammuriah (Turki) yang panjang pasukannya mulai dari kota Baghdad hingga kota Ammuriah.
Bandingkan dengan kondisi saat ini, saat kaum muslimin hidup tanpa kehadiran seorang khalifah, betapa banyak muslimah yang dilecehkan, diperkosa bahkan dibunuh? Berapa banyak anak-anak kaum muslimin gugur akibat kebiadaban Yahudi Laknatullah? Berapa banyak darah kaum muslimin yang ditumpahkan oleh tangan-tangan kafir terkutuk? Bahkan ratusan kaum muslimin Rohingnya harus terusir dari tanah mereka.
Betapa banyak pula umat Islam yang bangga melakukan kemaksiatan akibat serangan budaya liberal yang dilancarkan oleh Barat ke negeri-negeri muslim? Berapa banyak hukum-hukum Allah yang dirusak dan dicampakkan? Serta berapa banyak masyarakat yang sengsara akibat kedzaliman penguasa-penguasa antek kafir penjajah?
Di tengah kesulitan, kesempitan dan kesengsaraan kaum muslimin tak punya pelindung, tak hadir seorang pemimpin yang mengurusi mereka dengan baik. Mereka sejatinya punya pemimpin, tapi pemimpin itu hanya melindungi kepentingannya, bukan melindungi rakyatnya!
Sosok Khalifah inilah yang dibutuhkan kaum muslimin agar bisa menjalankan kewajibannya kepada Allah dengan baik dan benar, sebab Khalifah akan menjamin terlaksananya seluruh syariat Allah dan memastikan seluruh kaum muslimin menjalankan kewajiban mereka kepada Allah dalam segala aspek. Tak hanya dalam perkara ibadah mahdhah, melainkan dalam seluruh urusan kehidupannya akan berjalan sesuai dengan aturan Allah.
Sudah saatnya seluruh kaum muslimin menyadari hal ini, serta mewujudkan dua perisai ini agar mampu menjadi muslim yang bertakwa dengan sebenar-benarnya takwa, yakni muslim yang tunduk patuh pada seluruh hukum Allah tanpa terkecuali.
Wallahu A’lam bish Shawab
Post a Comment