Menilik Kedatangan TKA di Tengah Gelombang PHK

Oleh : Sri Maulia Ningsih, S. Pd

Kabar akan datangnya 500 TKA asal Cina di Sulawesi Tenggara pada 22 April yang akan datang bukanlah kali pertama, masih segar di ingatan masyarakat kita dengan datangnya 49 TKA pada Februari lalu yang sempat viral di media social. Meski dikritik sejumlah pihak namun agaknya pemerintah masih enggan menyudahi pun membatalkan kedatangan tenaga kerja asal Cina tersebut. Pasalnya beberapa pihak mengkritik hal tersebut, soal nasib banyaknya WNI yang membutuh pekerjaan, tetapi penyebaran virus corona di Indonesia kini belum selesai.

Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) membenarkan telah menyetujui Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) 500 TKA China tersebut. RPTKA diajukan pada 1 April oleh dua perusahaan, yakni PT Virtue Dragon Nickel Industry dan PT Obsidian Stainless Steel "Betul terkait persetujuan penggunaan TKA untuk kedua perusahaan tersebut. Mengacu pada Pemen Hukum dan HAM Nomor 11 Tahun 2020 dan peraturan perundang-undangan lainnya, secara legalitas Kemnaker tak bisa menolak permohonan pengesahan RPTKA yang diajukan oleh perusahaan pengguna," ungkap Plt Dirjen Binapenta dan PKK Kemenaker, Aris Wahyudi. (kumparan.com, 30/04/2020).

Dilain pihak, Wakil Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arwani Thomafi tak sepakat dengan langkah pemerintah yang akan mendatangkan 500 Tenaga Kerja Asing (TKA) asal China ke Indonesia. Arwani mengatakan, kebijakan pemerintah mendatangkan TKA atas nama proyek strategis nasional sama dengan memundurkan semangat masyarakat dalam melawan Covid-19. (kompas.com, 01/05/2020) 

Senada dengan hal tersebut terhadap rencana kedatangan 500 Tenaga Kerja Asing (TKA) asal China DPRD menolak rencana tersebut. itu dibuktikan dengan mengirim surat resmi kepada Presiden Republik indonesia (RI) Joko Widodo. Surat dengan Nomor 160/371 perihal penyampaian penolakan kedatangan TKA di Sultra tertanggal 30 April 2020, (Kompas.com 02/05/2020).

Adapun surat DPRD Sultra itu berisi empat poin penyampaian penting, yakni pertama pimpinan dan fraksi-fraksi DPRD Sultra sepakat menolak rencana kedatangan 500 TKA asal China di PT VDNI sampai dalam kondisi normal dan dinyatakan aman khususnya di Sultra, serta memperhatikan ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku.

Selanjutnya, Pemerintah Provinsi Sultra berkomitmen, penuh kesadaran dan disiplin dalam penanganan pemutusan mata rantai penyebaran Virus Corona atau Covid-19, termasuk pelarangan kedatangan warga negara Indonesia maupun TKA di Sultra. Legislator Sultra juga meminta agar pihak internal PT DVNI lebih mendorong kualitas keterampilan tenaga kerja lokal, sehingga bisa bekerja secara maksimal sesuai teknologi yang ada untuk meningkatkan kesejahterannya.

Kemudian DPRD mendesak agar pemerintah pusat segera membuka kantor perbantuan atau perwakilan Imigrasi di Bandara Halu Oleo Kendari, tujuannya untuk mempercepat proses pemeriksaan visa kedatangan Warga Negara Asing (WNA) di Sultra.

Jika kita telisik, gelombang kedatangan  TKA asal cina yang bukan hanya kali pertama meski di tengah pandemi dan dikritik berbagai pihak, namun pemerintah agaknya enggan untuk mengindahkan hal tersebut. Meski tak sedikit pihak yang kontra dengan hal tersebut, ini semakin menguatkan keresahan masyarakat terhadap abainya pemerintah dalam mengentaskan wabah covid 19.  Betapa tidak,  ditengah peraturan pemerintah  yang kepada rakyatnya "dirumah aja" justru di saat yang sama menerima kedatangan tenaga kerja asing (TKA), tidaklah berlebihan jika rakyat menilai pemerintah  cenderung memikirkan investasi ketimbang keselamatan rakyatnya, sebab dengan kedatangan  TKA Cina senada dengan pernyataan menko maritim Luhut Binsar Pandjaitan bahwa pemerintah sedang merancang peraturan untuk mempermudah kedatangan TKA asing untuk proyek-proyek miliyar dolar, (Merdeka.com, 09/03/2018).

Investasi selama ini tidak untuk keuntungan hajat hidup orang banyak dalam hal ini rakyat,  akan tetapi hanya segelintir orang yakni kaum elit politik. Maka sangatlah terbaca jelas kemana arahnya, penguasa dan pengusaha saling bekerja sama meraup keuntungan sebesar-besarnya meski di tengah pandemi.

Jika memang benar pemerintah peduli terhadap rakyat dan tidak ada intervensi dari asing maka akan sangat mudah pemerintah dalam hal ini menolaknya. Namun yang terjadi tidaklah demikian, alih-alih menenangkan rakyatnya atas wabah yang banyak menuai kerugian bahkan PHK terjadi dimana-mana. Pemerintah justru kehilangan taring dan tak mampu membendung kedatangan TKA cina tersebut. Ini menguatkan bahwa adanya tendensi asing terhadap perekonomian negara ini. Negara tidak berdaya karena adanya jerat utang dengan iming-iming investasi yang pada akhirnya semakin menyulitkan rakyat terlebih ditengah pandemi. 

Abdurrahman al-Maliki dalam Politik Ekonomi Islam mengemukakan, sesungguhnya pendanaan proyek-proyek dengan mengundang investasi asing adalah cara yang paling berbahaya terhadap eksistensi negeri-negeri Islam. Investasi asing bisa membuat umat menderita akibat bencana yang ditimbulkannya, juga merupakan jalan untuk menjajah suatu negara.

Padahal dalam islam,  investasi asing tidak boleh menjadi satu-satunya jalan untuk pertahanan ekonomi Negara karena cenderung ada intervensi didalamnya terlebih ditengah pandemic. Allah Swt melarang kaum Muslim memberikan jalan kepada orang kafir untuk bisa mendominasi dan menguasai kaum Mukmin. Allah SWT berfirman, “Allah sekali-kali tidak akan memberikan jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang Mukmin.” (TQS. an-Nisa’ [4]: 141).

Negara menjamin kedaulatan dengan sistem pemerintahan yang hanya tunduk pada visi politik Islam. Menjadikan Islam dan kaum muslim memiliki posisi mandiri. Sehingga, tidak mudah tergoda pada intervensi berupa investasi dan kerjasama. Terlebih ketika terjadi pandemi, keselamatan umat menjadi prioritas utama. Lockdown total dilakukan dengan memutus segala aktivitas dengan negara luar. 

Islam mencegah terjadinya intervensi asing dalam aturan dengan cara melihat secara langsung apakah aturan yang disodorkan oleh negara asing itu sesuai syariat atau tidak. Jika bersesuaian, maka diterima. Jika bertentangan, maka ditolak. 

Maka jelaslah kedatangan TKA Cina secara bergelombang meski telah menuai kritik, pemerintah dalam hal ini masih terkesan mencari dalih untuk meloloskan meski ditengah pandemi,  maka jika sistem kapitalisme ini terbukti tak adil untuk kesejahteraan rakyat, tidakkah kita berfikir untuk mengambil sistem islam untuk diterapkan dalam kehidupan? Allahu'alam bishowab

Post a Comment

Previous Post Next Post