Mengurai Ungkapan Berdamai Atau Hidup Bersama Dengan Virus


Goresan Pena Abu Mush'ab Al Fatih Bala
(Penulis Nasional dan Pemerhati Politik Asal NTT)

Berdamai atau hidup bersama dengan virus adalah ungkapan yang kurang tepat. Mengingat sensitivitas masyarakat pada masa pandemi Corona ini cukup tinggi. Masyarakat bisa salah paham dengan pernyataan-pernyataan yang kontraproduktif.

Virus itu ibarat iblis. Virus selalu berusaha untuk merusak manusia. Minimal menyebabkan rasa sakit dan maksimalnya membuat kematian.

Virus Corona bahkan menebar ketakutan karena daya sebarnya yang telah mencapai 207 negara. Jika tidak diantisipasi maka akan membuat suatu negara ambruk. Virus ini membuat masyarakat menjaga jarak (social distancing), memakai masker dan mencuci tangan dengan sabun atau disinfektan.

Virus ini juga menyebabkan kelumpuhan ekonomi suatu negara. Misalnya, salahsatu sumber dari Reuters menyebutkan Argentina telah meminjam uang sebesar 100 juta dollar untuk mengatasi masalah Corona ini. Negara ini diduga tak akan sanggup membayar utang luar negeri yang baru ini. Selain itu, semakin meningkatnya angka PHK, sulitnya mencari akses untuk mendapatkan makanan, uang dan keperluan hidup lainnya merupakan serangan dahsyat sang virus di berbagai negeri.

Dan tak pernah ada ceritanya virus mau berdamai dengan manusia. Virus (wa bil khusus Corona) akan memerangi makhluk hidup yang ditempatinya hingga tak bernyawa lagi. Setelah itu mencari korban yang lain. Pengecualian dari kasus ini adalah vaksinisasi yang memasukan virus lemah untuk meningkatkan imunitas tubuh terhadap penyakit tertentu.

Yang lebih tepat seharusnya adalah mengajak masyarakat untuk terbiasa dengan hidup dengan pola baru (yang serba terbatas) sambil terus berusaha memerangi penyebaran virus Corona. Tanpa meminta masyarakat berdamai atau berdampingan dengan virus Corona. Itu lebih bijak.

Meski bukan itu solusi utamanya. Akar masalah yang dihadapi dunia adalah terlambatnya lock down. Baik itu terhadap China dan juga terhadap negara-negara yang lain.

Andai kata dulu China sejak Desember 2019 melakukan lock down terhadap daerah yang terdampak Corona tentu negaranya dan 207 negara lain tak akan menderita.

Andai di Indonesia sejak dulu dilakukan lock down akses masuk keluar negeri tentu tidak akan ada kasus Corona. Dan daerah lain yang masih zona hijau tidak akan tercemari.

Kehidupan ekonomi akan berjalan lancar. Jika takut pemasukan dan komoditas berkurang karena ekspor dan impor ditutup, sebenarnya masih ada jalan memanfaatkan secara maksimal Sumber Daya Alam baik nabati maupun non nabati.

Yang selama ini dikuasai oleh perusahaan-perusahaan kapitalis.  Begitu dinasionalisasi tentu akan memudahkan lock down di Indonesia. Bukankah negara lain seperti Taiwan dan Vietnam telah berhasil melaksanakan lock down?

Dan dulu pada masa Khalifah Umar bin Khattab lock down telah sempurna dilakukan kepada provinsi yang terkena wabah. Tanpa adanya sebaran wabah di dalam dan ke luar negeri.

Masih belum terlambat untuk melakukan lock down jika negara mau melaksanakan sistem Islam yang lebih pro kepada masyarakat. Dana untuk lock down akan melimpah karena pos-pos pemasukan negara berlimpah. Jika negara berganti sistem maka Lock Down bisa segera dilakukan sehingga yang terjangkiti Corona bisa dikarantina dan disembuhkan, akses tranportasi dan perkumpulan massa akan dibatasi hingga terputus rantai penyebaran virus. Namun masyarakat tidak akan khawatir karena hajat hidup dan pekerjaannya dijamin oleh negara.

Dan bila sekarang terasa susah, itu disebabkan penguasa yang memilih alternatif selain lock down masih berfikir untung rugi daripada menyelamatkan warganya.

Semoga dengan adanya kasus Corona ini akan menyadarkan masyarakat tentang bagaimana seharusnya bertindak untuk mengakhiri sistem kapitalisme yang terbukti menyengsarakan manusia. []

Bumi Allah SWT, 11 Mei 2020

#DenganPenaMembelahDunia
#SeranganPertamaKeRomaAdalahTulisan

Post a Comment

Previous Post Next Post