Oleh : Khansa Al Hakiimah
Ummu Warrabatul Bayt dan Pegiat Dakwah
Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, bulan ramadan kali ini terpaksa dilalui di tengah pandemi global virus Corona. Seluruh masyarakat dilanda kekhawatiran ketika akan beraktivitas di luar rumah. Umat di seluruh dunia melewati bulan ramadan dimasa krisis akibat lockdown, karantina, serta social distancing. Musibah yang terjadi akibat Corona memakan korban jiwa yang bertambah banyak setiap harinya, mulai dari warga masyarakat hingga tenaga medis.
Di tengah pandemi di bulan ramadan tentu banyak orang yang lebih memilih untuk pulang ke kampung halamannya masing-masing. Hal ini disebabkan karena pemenuhan kebutuhan ekonomi selama wabah terjadi semakin sulit didapatkan. Saat ini di berbagai daerah sudah menerapkan sistem PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), hal ini mendorong banyak pihak untuk segera pulang ke kampung halamannya. Sayangnya, inilah yang menjadi kekhawatiran banyak pihak bahwa aktivitas mudik akan semakin memperluas penyebaran Covid-19.
Terkait dengan penyebaran virus, semua pihak mencoba berupaya melakukan berbagai tindakan. Mulai dari masyarakat hingga jajaran pemerintah setempat. Seperti dikutip dari laman ayobandung.com "Pemkot bandung akan menyediakan Hotel sebagai rumah singgah para pasien Covid-19, dan orang yang datang dari luar kota baik untuk ODP dan OTG. Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Bandung menyosialisasikan penggunaan Hotel Gino Feruci di Jalan Kebon Jati No. 71-75, Kecamatan Andir, Kota Bandung, sebagai rumah singgah kepada warga sekitar, Senin (27/4/2020). Sosialisasi itu dihadiri oleh Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandung sekaligus Koordinator Bidang Pencegahan Rita Verita dan staff lainnya ikut bergabung. Sosialisasi pertama itu untuk memberikan pemahaman kepada warga tentang urgensi hadirnya rumah singgah.
Rita menyebutkan, rumah singgah diperlukan untuk menampung orang dalam pemantauan (ODP) dan orang tanpa gejala (OTG) yang tidak bisa mengisolasi mandiri dirumahnya masing-masing. “Misalnya ada yang tidak bisa isolasi di rumah karena lingkungannya tidak mendukung, atau tetangganya tidak menerima. Ini memang menyedihkan, tapi faktanya terjadi di lapangan. Oleh karena itu kita menyiapkan langkah-langkah ini,” katanya. Sebelum masuk, calon penghuni akan dites kondisi kesehatannya. Ketika isolasi pun mereka harus menaati protokol kesehatan yang telah ditetapkan. program ini sebagai bagian dari kontribusi masyarakat untuk percepatan penanganan Covid-19 di Kota Bandung. Sebenarnya penyebaran Covid-19 bisa dicegah dengan disiplin yang kuat untuk memutus rantai penyebaran Covid-19. Hal ini harus dilaksanakan secara bersama, terus menerus dan tidak boleh putus. Misalnya dengan menaati anjuran pemerintah untuk melaksanakan bekerja dari rumah, belajar dari rumah dan ibadah di rumah untuk sementara waktu.
Di tengah merebaknya kasus virus Corona keberadaan rumah singgah yang ditetapkan Pemkot Bandung untuk mengamankan wilayahnya patut diapresiasi, karena saat ini ketakutan masyarakat agar tidak tertular virus masih tinggi. Tak hanya itu, langkah masyarakat yang terbangun solidaritasnya pun ikut membantu warga yang perekomiannya sulit akibat terdampak Covid-19 karena, uluran tangan serta bantuan sosial sangat dibutuhkan dalan situasi saat ini. Diharapkan rumah singgah tersebut bisa mengantisipasi kepulangan atau kedatangan warga desa (pemudik), dalam rangka memutus mata rantai penyebaran Covid-19.
Hampir satu bulan pemerintah Indonesia melakukan berbagai upaya untuk menangani wabah ini, salah satunya seperti rumah singgah ini. Apakah hal ini efektif? ketika negara-negara lain sudah gerak cepat menangani wabah Covid-19, namun penguasa negeri ini sempat terlihat tidak serius. Hal ini nampak ketika perkembangan wabah berubah drastis dan sangat cepat. Penguasa baru bertindak lebih tegas dari sebelumnya, namun penanganan kasus di lapangan yang dipandang masih belum memadai mulai dari lemahnya perlindungan data pribadi korban, buruknya komunikasi publik, hingga minimnya kesiapan teknis dan medis mulai dari alat test, APD, hingga kapasitas rumah sakit dan mekanisme pendataan kontak.
Di sisi lain, masih banyak juga masyarakat yang belum paham dan abai tentang virus Corona ini hal ini terbukti dengan masih dilanggarnya aturan PSBB, berlalu-lalang dipinggir jalan juga di tengah kota, bepergian antar daerah dan kabupaten. Meski ancaman sudah ada di depan mata, namun penyebarluasan informasi tentang kebijakan pemerintah, baik keputusan, instruksi, himbauan maupun anjuran, ke semua lapisan masyarakat, sepertinya tak dihiraukan.
Ada sejumlah faktor yang menyebabkan kebijakan PSBB belum memberikan dampak signifikan pada penanganan virus ini, yakni mulai dari penerapan PSBB tidak dilakukan secara serentak, kebijakan kepala daerah dalam menjalankan PSBB berbeda-beda dan ketidaksiapan pemerintah dalam menangani hal ini seolah lamban. Akibatnya, koordinasi antara satu wilayah dengan wilayah lainnya belum optimal, selain itu pemerintah dinilai tidak tegas memberikan sanksi kepada perusahaan karena saat ini masih banyak perusahaan di sektor industri yang beraktivitas normal. Kebijakan yang diterapkan akan selalu menjadi tidak efektif dilakukan jika hanya mementingkan salah satu pihak yang tidak mau mengalami kerugian akibat dihentikannya aktivitas.
Saat ini terlihat bahwa negara fokus mementingkan keuntungan tanpa memperhatikan lebih kondisi rakyat yang sedang kesusahan. Sehingga jauh dari kata mensejahterakan rakyat disaat pandemi, bahkan cenderung menyengsarakan dan mempersulit rakyatnya. Seharusnya pemerintah lebih tegas, memberikan sanksi yang jelas dan memberikan pelayanan serta kenyamanan kepada rakyatnya. Hal ini bukanlah menjadi tugas pemimpin daerah saja untuk bergerak karena sistem yang diberlakukan perlu dipertimbangkan secara matang dan menyeluruh, baik dari sisi fasilitas kesehatan, makanan, keamanan dan kebutuhan lainnya butuh dana yang tidak sedikit dan ini pun harus menjadi tanggung jawab pusat. Sehingga harus ada penanganan yang serius dari penguasa. Dengan adanya rumah singgah yang dibuat demi mencegah penyebaran wabah, setidaknya menyadarkan banyak pihak bahwa tugas negara itu seharusnya lebih diutamakan. Namun faktanya tidak seluruh wilayah malaksanakan hal seperti ini, negara masih terlihat abai sehingga masih banyak yang tidak patuh dengan kebijakannya.
Dalam Islam, jaminan kesehatan dan keamanan di masa pandemi (wabah penyakit) disejajarkan dengan kebutuhan pangan, karena statusnya sama sebagai kebutuhan dasar yang harus dipenuhi. Pelayanan terhadap umat adalah prinsip yang harus diterapkan secara menyeluruh. Tidak boleh ada istilah untung rugi dalam melayani masyarakat, karena yang harus diterapkan adalah penetapan kebijakan untuk keselamatan dan kemaslahatan umat. Dan karantina dilakukan sebagai upaya pencegahan meluasnya wabah.
Ketika meyakini bahwa musibah yang terjadi saat ini adalah ketetapan Allah, namun keyakinan saja tidak cukup dilakukan karena faktanya harus tetap ada kebijakan dan upaya pengendalian wabah dari pihak penguasa, salah satunya dengan memantau dan mengkarantina orang-orang yang terinfeksi juga membatasi orang tersebut untuk tidak keluar masuk wilayah wabah tersebut.
Demikianlah Islam menjelaskan bagaimana ketika wabah terjadi. Penguasa harus cepat tanggap saat mendapati fakta wabah terus meningkat. Hal tersebut hanya bisa dilakukan oleh penguasa yang amanah. Penguasa yang takut pada penciptanya dan senantiasa komitmen menjalankan syariah-Nya. Adanya ketidakpuasan dan tidak terpenuhinya kebutuhan rakyat seperti yang terjadi saat ini menunjukkan buruknya ri’ayah. Negara seharusnya melayani kebutuhan rakyat lebih utama dibandingkan mengedepankan unsur bisnis ataupun infrastruktur.
Ketika struktur daulah Islam tegak, penanggung jawab urusan umat ada ditangan Khalifah sementara pemimpin daerah hanya membantu kebijakan pusat dengan dan pengawasan pusat (khalifah). Kesadaran serta kondusifnya akan mampu mengatasi mata rantai wabah hanya akan terwujud ketika ketiga pilar yaitu: individu, masyarakat dan negara berjalan sesuai fungsinya.
Semua itu tidak akan terealisasi dalam sistem dan aturan kufur kapitalis-sekuler seperti saat ini, melainkan dalam sebuah pemerintahan Islam yang akan menerapkan syariat Islam secara kaffah sehingga Islam mampu berperan sebagai agama yang rahmatan lil alamin. Allah Swt. berfirman:
"Dan tidaklah kami mengutus engkau Muhammad melainkan sebagai rahmat bagi semesta alam”(TQS. Al-Anbiya : 107).
Wallaahu a'lam bi ash shawwab
Post a Comment