Oleh : Juniwati Lafuku, S.Farm
(Pemerhati Sosial)
Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan aturan larangan mudik pada 23 April 2020—sehari sebelum Ramadhan. Aturan itu termuat dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 25 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Selama Masa Mudik Idul Fitri Tahun 1441 Hijriah Dalam Rangka Pencegahan Penyebaran COVID-19.
Permenhub tersebut mengatur durasi larangan mudik, ruang lingkupnya, hingga jenis transportasinya.
Larangan mudik ini berlaku mulai 24 April sampai 31 Mei 2020 untuk transportasi darat, laut, udara, serta kereta api. Dan cakupannya tak hanya transportasi umum, melainkan juga kendaraan pribadi.
Pergerakan mudik yang dilarang ialah yang berasal dari dan/atau menuju ke tiga wilayah berikut, pertama, wilayah yang menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), kedua, wilayah yang menjadi zona merah penyebaran virus Corona, ketiga, Aglomerasi yang telah ditetapkan sebagai wilayah Pembatasan Sosial Berskala Besar.
Alih-alih memutus rantai penyebaran pandemi Covid-19 di seluruh penjuru Indonesia, data dari Kemenhub menunjukkan sudah hampir sejuta orang curi startmudik.
Belakangan, muncul pernyataan kontroversial dari presiden tentang perbedaan mudik dan pulang kampung. Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai pernyataan yang dilontarkan pemerintah mengenai perbedaan mudik dan pulang kampung dinilai tidak tegas dan justru menimbulkan kebingungan bagi publik. Padahal dua kalimat ini dinilai memiliki efek yang sama, yakni memobilisasi publik dalam jumlah besar.
Peneliti Senior Indef Didik Rachbini mengatakan pernyataan yang membingungkan bagi publik ini justru menyebabkan risiko penyebaran Covid-19 yang meluas. Namun pemerintah dinilai tidak tegas dalam mengendalikan mobilisasi publik ini.
"Mudik dan bukan pulang kampung ini pernyataan kebijakan yang membingungkan dari pejabat publik dan pasti berpotensi menyebabkan kegagalan dan taruhan kegagalan adalah nyawa," kata Didik dalam publikasi virtual di Webinar, Minggu (26/4/2020).
Semakin membingungkan dan misleading (salah arah), itulah fakta kebijakan pemerintah hari ini. Dalam menetapkan metode pemutusan mata rantai virus, sejak awal saja sudah berubah-ubah, mulai dari wacana lockdown, darurat sipil hingga PSBB. Walhasil, banyak aktivitas masyarakat yang terganggu, sementara mereka hanya disuruh tinggal di rumah hingga batas waktu yang tidak ditentukan, lebih baik pulang kampung agar kebutuhan hidup lebih terjamin.
Kebijakan islam dalam menangani wabah
Sejatinya, musibah yang terjadi ditengah-tengah kita hari ini, akan menumbuhkan rasa empati antar sesama, saling membantu, saling berkomunikasi agar mengetahui perkembangan ditengah-tengah lingkungan tempat tinggal dan terus memantau perkembangan informasi terbaru di kota tempat tinggal
Namun demikian, pihak yang paling bertanggung jawab atas kehidupan rakyat tentu adalah para pemimpin. Mereka harus bekerja keras bukan saja menanggulangi bencana wabah penyakit, tetapi juga menjamin kebutuhan hidup masyarakat. Negara harus mengutamakan keselamatan jiwa rakyat ketimbang berbagai program pembangunan, apalagi investasi asing. Inilah yang diingatkan Nabi saw.:
فَالأَمِيرُ الَّذِى عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Pemimpin masyarakat adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus (HR Muslim).
Dalam kondisi tak normal seperti bencana juga wabah, negara akan menempuh berbagai protokol penanganan wabah yang diikuti dengan kebijakan pemenuhan kebutuhan dasar rakyat. Sumber-sumber pendapatan negara yang tersimpan di Baitul maal akan didistribusikan, jika belum mencukupi negara akan memotivasi rakyat yang berkecukupan (Ghaniya) untuk menginfakkan hartanya dalam rangka membantu negara menyempurnakan pemenuhan kebutuhan rakyat.
Di sisi lain, tugas negara adalah menumbuhkan sikap sabar dan tawakal rakyat dalam menghadapi ujian. Karena tugas negara bukan hanya memenuhi kebutuhan rakyat, Ia bertugas melingkupi rakyatnya dengan suasana keimanan dan membentuk imunitas agar terbebas dari depresi maupun stres sosial seperti yang rentan terjadi dalam sistem sekuler kapitalis saat ini.
wallaahu a’lam bishawab.
Post a Comment