Oleh : Dhiyaul Haq
(Pengajar di Sekolah Tahfizh Plus Khoiru Ummah Malang)
Topik panas seantero dunia masih sama adalah perihal Corona. Belum usai perjuangan para tenaga medis, masyarakat, bahkan negara memerangi makhluk hidup tak terlihat nan mematikan ini. Sangat melekat dalam memori kita kisah Ari Puspita Sari, S.Kep., Ns. Salah satu tenaga medis yang harus menerima takdirnya meninggal dalam keadaan hamil 4 bulan akibat terinfeksi virus Covid-19. Kisah pilu yang dialami oleh warga pun bermacam-macam. Tidak jarang para netizen pun meneteskan air mata menyimak media menyajikan satu persatu kabar dunia, ada harapan besar negara bisa menyelesaikan wabah ini.
Harapan tinggallah harapan. Masyarakat kembali harus menelan rasa pahit atas kinerja penguasa. Bagaimana tidak? Negara dinilai pesimis dan absen dari tanggungjawabnya atas penanganan covid-19 dalam kata lain negara sudah menyerah. Pintu PSBB dilonggarkan, bandara kian ramai, mall-mall sudah ramai kembali, konser yang berdalih “mengumpulkan bantuan dana covid-19” dilakukan. Anehnya, dalam waktu bersamaan pemerintah menghimbau larangan untuk mudik. Wajar jika para medis kecewa karena merasa effort mereka tidak dihargai. Muncullah tagar #IndonesiaTerserahAja serta berbagai komentar bahwa “Kebijakan negara adalah kebijakan mencla-mencle”.
Ratusan calon penumpang berdesakan di Terminal 2 Bandara Soekarno Hatta , Tangerang, Kamis pagi 14 Mei 2020 Mereka bertumpuk tanpa memperhatikan jarak aman di posko pemeriksaan dokumen perjalanan. (liputan6.com).
Bandara Soetta sendiri mulai dipadati warga setelah Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi merestui kembali beroperasinya seluruh moda transportasi sejak 7 Mei 2027 melalui Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 25 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Selama Musim Mudik Idul Fitri 1441 Hijriah dan berlakunya Surat Edaran (SE) Nomor 4 Tahun 2020 tentang Kriteria Pembatasan Perjalanan Orang Dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19 dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. (liputan6.com).
Sementara itu, Juru bicara penanganan Covid-19 Achmad Yurianto menegaskan, Surat Edaran Nomor 4 tahun 2020 dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 dalam rangka mengatur PSBB dan tidak dimaknai menghilangkan PSBB.
"Dalam Surat Edaran itu akan disebut tegas tentang siapa siapa yang masih bisa melaksanakan perjalanan sepanjang masa PSBB ini. Karena masih dibutuhkan kegiatan untuk pelayanan percepatan penanggulangan Covid-19," kata Yurianto, Jumat (15/5/2020).
Kebijakan negara sangat tidak konsekuen dan inkonsisten terhadap penanganan covid-19. Sangat wajar negara mengambil jalan mulai membebaskan masyarakat untuk berkerumunan di luar, bebagai akses transportasi dan pusat perbelanjaan dibuka selebar-lebarnya karena negara mempunyai tujuan untuk meningkatkan ekonomi negara dengan cara rakyat akan menjadi tumbalnya. Artinya herd immunity mulai dijalankan demi kepentingan ekonomi oligarki semata. Rakyat yang kuat akan hidup, sedangkan bagi yang tidak kuat maka akan meninggal dan itu bukan urusan negara. Begitulah singkatnya konsep herd immunity.
Kebijakan demi kebijakan yang ditetapka oleh pemerintah terlihat jelas bukan ingin bagi upaya memutus rantai sebaran virus dan menyelesaikan permasalahan tapi justru sebaliknya sangat berbahaya karena bisa memicu gelombang kedua corona. Kebijakan yang mendahulukan ekonomi dibanding ratusan juta nyawa masyarakat menjadi bukti konkret bahwa negara +62 dikendalikan oleh kepentingan korporasi dan juga sebagai kepanjangan tangan pengusaha.
Dalam konsep demokrasi pemerintah sebagai regulator semata, berbeda hal nya dengan konsep Islam yang memandang pemimpin adalah ro’in (pelayan) yang mengurusi rakyatnya dengan menggunakan politik Islam (menjalankan syariah kaffah). Sosok pemimpin dalam Islam tersebut hanya akan terwujud apabila sistem yang dijalankan menggunakan sistem Islam.
Wallahu a’lam bi ash-showab
Post a Comment