Ironi Rakyat, Jadi Budak di Negeri Sendiri


Oleh : Sri Purwanti, Amd.KLPegiat Literasi, Founder Rumah Baca Cahaya Ilmu

Beberapa waktu lalu, kita dikejutkan dengan berita yang beredar tentang pelarungan tiga jenazah ABK WNI yang bekerja pada kapal China. Para ABK tersebut diduga menjadi korban perbudakan. Kejadian ini terungkap dalam video yang dibagikan di jejaring sosial, Facebook pada Sabtu (15/5)

Pelarungan tersebut diduga dilakukan di kapal berbendera China Luqing Yuan Yu 623. Sebelumnya, belasan WNI di kapal ikan berbendera China Long Xing 629 juga mengalami perbudakan yang diduga menyebabkan  kematian empat ABK WNI, yang tiga diantaranya dilarung ke laut.(kumparan.com, 1/4/2020). Juru bicara Kementerian Luar Negeri, Teuku Faizasyah, mengatakan bahwa jenazah itu bukan dibuang ke laut tetapi dilarung (burial at sea).

Peristiwa ini tentu menyesakkan dada, ketika anak bangsa harus bekerja pada pihak asing dengan mempertaruhkan nyawa demi beberapa lembar rupiah, pemerintah justru membuka pintu masuknya TKA ke Indonesia. Negeri yang gemah ripah loh jinawi nyatanya tidak bisa di nikmati oleh seluruh masyarakat. Ratusan perusahaan asing  berdiri di Indonesia, tetapi ternyata lapangan pekerjaan tetap tidak mencukupi untuk masyarakat. Yang lebih mengenaskan, rakyat Indonesia yang terkenal dengan negeri gemah ripah loh jinawi harus menjadi budak di negeri sendiri.

Sistem kapitalis yang  diadopsi negeri ini telah mematikan nurani, menghilangkan sifat kemanusiaan. Kasus ABK tersebut menunjukkan bahwa ada perbudakan modern yang menimpa rakyat. Hal ini terjadi karena tidak adanya perlindungan dan pembelaan negara terhadap warga negara yang bekerja dengan pihak asing. Perbudakan modern terkait erat dengan ideologi kapitalisme yang mengatur serta mengendalikan posisi  politik dan ekonomi dunia. Prioritas mereka adalah kepentingan materi dan rencana strategis untuk menjamin kesejahteraan hidup negara “Dunia Pertama”. Mengeluarkan biaya seminimal mungkin untuk mendapatkan hasil semaksimal mungkin.

Dalam sitem kapitalis negara berfungsi sebagai regulator, yang mengatur agar terjadi keselarasan antara kepentingan rakyat dan kepentingan pengusaha. Hal ini terjadi karena  adanya relasi antara penguasa dengan pengusaha. Mahalnya ongkos dalam sistem demokrasi mengharuskan pihak yang berkuasa harus memiliki modal, dan para pengusaha lah yang akhirnya menjadi donator untuk memuluskan jalan meraih kursi kekuasaan. Pihak yang memegang tampuk kekuasaan harus membalas budi dengan mengeluarkan serangkaian  peraturan yang menguntungkan para pemodal, termasuk UU ketenagakerjaan.

Berbeda dengan sistem Islam, dalam sejarahnya kehadiran Islam berhasil menghapuskan sistem perbudakan. Islam juga memberikan aturan yang jelas terkait masalah pekerja dengan majikan. Dalam Islam majikan tidak diperbolehkan  memberikan upah yang tidak layak dan membebani mereka dengan pekerjaan yang melampaui daya, sebagaimana sabda Rasulullah saw. “ Tuhan akan menyiksa tiga jenis manusia pada hari akhir. Salah satunya adalah yang menguras tenaga para pekerjanya, tetapi tidak membayarnya dengan sesuai’’ (HR Bukhari). 

Majikan juga tidak boleh mendenda pekerja dengan  pengurangan gaji atas kerusakan alat-alat produksi, semua tertuang dalam akad kerja yang telah disetujui kedua belah pihak, sehingga akan terhindar dari perilaku zalim. Negara hadir sebagai pelindung dan perisai bagi rakyatnya, sehingga keamanan dan keselamatan rakyat akan terjamin.

Wallahu a’lam

Post a Comment

Previous Post Next Post