Oleh : Atika Rahmah
(Aktivis Muslimah Papua)
Sejak Jumat (15/5/2020), jagat media sosial dan berbagai platform diramaikan dengan tagar #IndonesiaTerserah. Awal kemunculannya berasal dari gambar seorang tenaga medis yang masih mengenakan Alat Pelindung Diri (APD) lengkap yang membentangkan kertas bertuliskan "Indonesia?? Terserah!! Suka-suka Kalian Saja" (bali.tribunnews.com). Tagar ini rasanya memang mewakili perasaan warganet sehingga menjadi viral dan bahkan menjadi trending topik.
Apa sebenarnya maksud dari ungkapan ini? Apakah tenaga medis sudah menyerah melawan Covid-19? Semoga pernyataan dari Guru Besar Psikologi Sosial UGM Prof Faturochman benar, bahwa tulisan "Indonesia Terserah" yang ramai di media sosial tersebut, meskipun bernada menyerah, sebenarnya para tenaga medis tidak menyerah (kompas.com). Karena jika tenaga medis, pahlawan garda terdepan melawan Covid-19 sudah menyerah, apa yang bisa kita lakukan?
Prof. Faturochman mengatakan tagar tersebut adalah bentuk protes terhadap kebijakan pemerintah yang meloggarkan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Pelonggaran ini paling mencolok terlihat pada sektor transportasi, dengan dibukanya seluruh moda transportasi oleh Menhub (Menteri Perhubungan). Hal ini bisa dilihat dari berjubelnya penumpang di terminal 2 bandara Soekarno-Hatta pada 14 Mei lalu. Kebijakan ini tentu tak sejalan dengan upaya penghentian laju penyebaran virus Covid-19. Sebelumnya pemerintah pun mengeluarkan kebijakan yang menuai kontroversi seperti kebolehan pulang kampung dan larangan mudik serta membolehkan warganya yang berusia kurang dari 45 tahun untuk dapat beraktivitas kembali. Padahal pada hakikatnya semua kebijakan ini sama, terjadinya pergerakan manusia yang artinya penyebaran virus akan lebih masif lagi.
Barangkali tagar ini adalah bentuk akumlasi dari kekecewaan tenaga medis khususnya, dan masyarakat umumnya terhadap kebijakan-kebijakan tersebut. Tenaga medis seolah sedang berjuang sendiri di garda terdepan tanpa ada sokongan dan dukungan. Dalam kompas.com Prof. Faturochman mengatakan "Dengan PSBB yang tidak seketat lockdown pun kasus masih ada terus. Apalagi jika dilonggarkan. Beban tenaga medis akan makin berat". Jika jumlah pasien terus meningkat dan tak terkendali tentu tenaga medis-lah yang akan merasakan dampaknya lebih dulu.
Protes dari tenaga kesehatan ini pun di-aminkan oleh para warganet, warganet ramai mengkritik kebijakan relaksasi PSBB hingga muncul komentar-komentar yang cukup menggelitik namun menohok. Warganet memberi pengertian baru pada PSBB : Peraturan selalu Basa-Basi, Peraturan Sering Banget Berubah dan Pembatasan Sosial Bercanda Banget. Sepertinya banyak warganet yang telah lelah dirumah saja, sudah jenuh dengan kebijakan yang berubah-ubah dan tumpang tindih.
Jangan sampai kita hilang arah. Jangan sampai pemerintah mengeluarkan kebijakan yang bukan menuju arah tujuan yang seharusnya yakni bersatu melawan Covid-19. Tentu dibutuhkan langkah-langkah penanganan yang cepat dan tepat agar virus ini bisa dikendalikan dan segera berakhir. Alih-alih disuruh berdamai dengan Corona atau malah membuat konser virtual. Kebijakan yang salah arah tentu akan membuat masyarakat kian jauh dari pemerintah, karena pemerintah dianggap setengah hati menangani penyebaran virus ini.
Pemberlakuan PSBB terbukti tidak efektif, karena faktanya jumlah kasus terus bertambah setiap harinya. Sudah saatnya pemerintah mengambil opsi “lockdown”, karena opsi ini telah terbukti berhasil menangaini wabah tha’un pada masa kekhalifahan Umar bin Khathtab ra. khalifah Umar ra. menjalankan apa yang sudah disabdakan oleh Rasulullah SAW, “Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu” (HR. Bukhari). Kita pun bisa belajar pada langkah yang diambil oleh sahabat Amru bin Al-Ash ra., sebagai pemimpin di Syam saat menangani wabah penyakit menular (tha’un). Amru bin Al-Ash ra. menyeru kepada masyarakat dengan mengatakan,“Wahai manusia, sesungguhnya penyakit ini apabila menimpa maka ia akan bekerja bagaikan bara api maka bentengilah dari penyakit ini dengan berlari ke gunung-gunung.” (Diriwayatkan dari Imam Ibn Hajar Al-Asqalani dalam kitab Badzal Maa’un hal 163).
Rasanya sudah saatnya pemerintah memenuhi permintaan rakyat untuk “Lockdwon”. Langkah ini pun sebenarnya sudah diminta oleh para tenaga medis saat awal wabah ini muncul di Indonesia. Mungkin akan muncul pertanyaan bagaimana rakyat bisa patuh ? pada PSBB saja banyak yang abai apalagi jika diperketat dengan lockdown.
Tentu kita perlu melihat lebih jauh penyebab banyak orang tak patuh. Banyak orang tak patuh pada PSBB karena pada PSBB tidak ada jaminan kebutuhan pokok oleh negara, sementara jika pemberlakuan “lockdown” atau karantina wilayah mutlak negara harus menyediakan kebutuhan pokok rakyat agar rakyat bisa diam di rumah. Keputusan ini memang akan berdampak besar pada perekonomian. Maka tentu dibutuhkan keberanian pemerintah menentukan skala prioritas dalam menentukan kebijakan yang akan diambil. Jika berkaitan dengan nyawa manusia, tentulah harus didahulukan dibandingkan dengan hitung-hitungan ekonomi.
Pemerintah memang harus menyiapkan budget yang besar, tapi tentu ini lebih baik jika dibandingkan dengan membiarkan rakyat berdamai dengan corona. Jika wabah ini berkepanjangan tentu kondisi rakyat akan kian susah, perekonomian pun akan kian tak menentu, dan bisa berdampak lebih jauh pada tingginya angka kriminalitas.
Marilah bersama menjawab tagar #IndonesiaTerserah dengan #BersatuHadapiCorona. Tapi tentu bukan dengan cara tidak nyambung dan salah arah seperti mengadakan konser virtual. Tapi kesatuan yang real di lapangan. Pemerintah hadir dengan hati memenuhi amanahnya sebagai pemimpin yang melayani rakyatnya dan rakyat ridho dan penuh kerelaan hati untuk dipimpin. Mari kita kembali kepada satu arah yang pasti bahwa kita semua adalah makhluk Allah yang masing-masing akan dimintai pertanggungjawaban atas apa-apa yang telah dilakukannya di dunia ini. Wallahu’alam
Post a Comment