Penulis. : Ummi Niissa
(komunitas muslimah rindu surga)
Pandemi COVID-19 terus meluas, kian hari peningkatan kasus pasien yang positif corona semakin tinggi. Dampak lain yang di timbulkan dari meluasnya pandemi ini selain sektor kesehatan dan pendidikan adalah sektor ekonomi. Hal ini mulai di rasakan oleh seluruh lapisan masyarakat dari tingkat ekonomi atas sampai bawah. Untuk masyarakat tingkat ekonomi bawah roda perekonomian semakin melemah, terutama dalam hal pemenuhan kebutuhan pokok. Bertambahnya jumlah masyarakat miskin baru akibat pandemi COVID-19 ini disebabkan berbagai hal, adanya phk buruh pabrik, pedagang keliling yang mengeluhkan sepinya pembeli, tukang ojek, sopir yang mengeluhkan sepinya penumpang sehingga mengurangi pendapatan harianya, hal ini semakin menambah kompleksnya persoalan.
Baru baru ini pemerintah mengeluarkan Program Jaring Pengamanan Sosial untuk mengamankan masyarakat agar kebutuhan ekonomi masyarakat tetap terpenuhi, hal ini nampaknya membawa sedikit harapan bagi masyarakat, dan pogram JPS ini segera di tindak lanjuti oleh pemimpin daerah tak terkecuali di JawaBarat. Jutaan warga berpenghasilan rendah termasuk miskin baru akibat pandemi COVID-19 di Jawa Barat (Jabar) akan menerima bantuan sosial (bansos) total senilai Rp500 ribu dari Pemerintah Daerah (Pemda) Provinsi Jabar. Gubernur Jabar Ridwan Kamil mengatakan, bansos tersebut merupakan salah satu dari tujuh pintu bantuan kepada warga terdampak pandemi COVID-19, Ketujuh pintu itu adalah Kartu Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Sembako, Kartu Pra Kerja, Dana Desa (bagi kabupaten), bantuan sosial (bansos) dari presiden, bansos provinsi, serta bansos dari kabupaten/kota.
Bansos Jabar berupa bantuan tunai dan pangan non tunai senilai Rp500 ribu sendiri, merupakan upaya Pemda Provinsi Jabar untuk melebarkan rentang persentase kelompok rawan miskin atau miskin baru akibat pandemi ini. Bantuan tunai dan pangan non tunai dari Pemda Provinsi Jabar dengan anggaran sebesar kurang lebih Rp4,6 triliun (di luar untuk distribusi) dari APBD itu rencananya disalurkan selama empat bulan dari April hingga Juli.(https://jabarprov.go.id/index.php/news/37418/2020/04/15/Lima-Skema-Jaring-Pengaman-Sosial-di-Jabar).
Realitas di lapangan ternyata dari program ini tidak semua misbar (masyarakan miskin baru) menerima bansos, sehingga menimbulkan gejolak sosial. Sejumlah kepala desa (kades) di Kabupaten Bandung meminta pemerintah provinsi Jawa Barat untuk mengkaji ulang kebijakan bantuan Jaring Pengaman Sosial (JPS) senilai Rp 500.000 per kepala keluarga yang terdampak COVID-19. Mereka menilai data penerima bantuan tersebut hanya sebagian dari ratusan keluarga yang membutuhkan di setiap desa. Kades Tenjolaya, Kecamatan Pasirjambu Ismawanto mengatakan, ia dan rekan-rekannya sesama kades bukannya tidak setuju dengan bantuan tersebut. "Namun yang menjadi khawatiran adalah pembagiannya," ujarnya seusai berdiskusi dengan sejumlah tokoh masyarakat, kepala desa dan wakil rakyat di Kecamatan Pasirjambu, Jumat 17 April 2020. Menurut Ismawanto Somantri, data yang digunakan oleh Pemprov Jabar untuk menentukan penerima bantuan adalah data rumah tangga miskin (RTM) dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DKTS) dan non DKTS 2020. Namun kenyataannya, masyarakat miskin baru (misbar) yang muncul akibat dampak Covid-19 jauh lebih banyak ketimbang yang tercatat dalam data tersebut. (https://www.pikiran-rakyat.com/bandung-raya/pr-01367481/kepala-desa-di-kabupaten-bandung-khawatirkan-gejolak-sosial-dari-bantuan-pemprov-jabar).
Begitu pula di cianjur, Menurut Data Dinas Sosial Kabupaten Cianjur, jumlah masyarakat miskin baru (Misbar) di Kabupaten Cianjur mencapai 200 ribu keluarga. Sedangkan bantuan dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat dibatasi dengan kuota 99 ribu orang. Kepala Desa Cirumput Kecamatan Cugenang, Beni Irawan, mengatakan, para ketua RT dan RW di desanya sudah mengeluh dengan minimnya jumlah bantuan yang didapat. Sedangkan warga yang terdampak sudah mendesak untuk masuk dalam penerima bantuan.(https://www.dara.co.id/kuota-bantuan-dari-provinsi-dibatasi-apdesi-cianjur-khawatirkan-tejadi-gejolak.html).
Program bansos yang di luncurkan Pemprov Jabar ini, Alih alih sebagai solusi justru menimbulkan gejolak sosial di masyarakat bawah, karena tidak meratanya penerima bansos. Realitas ini terjadi karena pemerintah menerapkan aturan sistem Kapitalis, penguasa bertindak hanya sebagai regulator saja, bukan sebagai pelayan rakyat yang bertanggungjawab penuh memenuhi kebuthan pokok seluruh masyarakat tidak sebagian sebagian. Sikap penguasa saat ini kental sekali dengan perhitungan-perhitungan ekonomi ketika dihadapkan pada kondisi harus melayani rakyatnya tanpa pamrih. Saat ini semua masyarakat sedang membutuhkan jaminan pemenuhan kebutuhan pokok, kewajiban pemerintah sebagai penguasa sudah sepantasnya bertanggung jawab penuh, akan tetapi realitasnya pemerintah memberikan quota atau pembatasan jumlah penerima Bansos seolah anggaran tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Padahal untuk kewajiban pajak, pemerintah tidak pandang bulu semua masyarakat di wajibkan untuk membayar pajak, termasuk masyarakat miskin sekalipun, tetap wajib membayar pajak. Hal ini wajar karena dalam sistem kapitalis sumber pendapatan negara hanya mengandalkan pajak, padahal sumber daya alam Indonesia sangat besar, hanya karena di kelola dengan cara yang tidak sesuai tuntunan syariat Allah sebagai pencipta, membolehkan segelintir orang yang punya modal besar menguasai sumber daya alam ini dengan aturan privatisasi hal ini menjadikan keuntungan hanya di rasakan oleh sekelompok orang yang memiliki modal besar,sementara rakyat tidak mendapatkan keuntungan sedikitpun.
Apalagi di saat pandemi wabah seperti sekarang rakyat membutukan pemenuhan kebutuhan pokoknya. Semua orang tahu bahwa APBN saat ini sedang kolaps. Menteri Keuangan Indonesia, Sri Mulyani memang menyampaikan bahwa ada beberapa sumber dana yang akan dipakai untuk keperluan pendanaan JPS Di antaranya, (1) dari dana sisa anggaran lebih (SAL) sebanyak 160 T. (2) dari dana yang disimpan di Badan Layanan Umum. (3) dari dana yang sebelumnya dialokasikan untuk penyertaan modal negara Di luar sumber itu, pemerintah juga menyebut akan menggunakan dana abadi yang ada, tanpa menyebut dana abadi yang mana. Serta akan menerbitkan surat utang “pandemic bond” yang justru sangat kontroversial. Selain karena jumlahnya sangat besar, juga berjangka sangat panjang. Sehingga ditengarai akan menjadi beban pemerintah dan rakyat di masa yang akan datang. Jadi untuk memenuhi program JPS ini pun salah satu sumbernya adalah dari utang. Hal ini bukannya menyelesaikan masalah tetapi malah menimbulkan masalah baru. Akankan kita terus berada dalam kungkungan sistem Kapitalis yang nyata nyata telah gagal dalam menjamin pemenuhan kebutan pokok rakyatnya?.
Kondisi saat ini sangat berbeda sekali dengan Sistem Islam. Di mana pemimpin adalah perisai yang bertanggung jawab penuh tehadap urusan rakyatnya. Seorang pemimpin (Khalifah) wajib memenuhi kebutuhan pokok setiap individu rakyat. Seorang Khalifah memiliki kewajiban untuk menempatkan kemaslahatan rakyat sebagai prioritas tertinggi. Sebagaimana sabda rosulullah Saw "Pemimpin masyarakat adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus (HR Muslim). Dalam sistem Islam sumber daya alam akan di kelola oleh negara dan keuntungannya akan di kembalikan untuk kemaslahatan seluruh rakyat. Untuk menanggulangi krisis ekonomi, di saat pandemi wabah seperti saat ini kita dapat melihat Khalifah Umar ra., ketika krisis ekonomi di tahun kelabu (masa krisis), beliau memberi contoh terbaik dengan cara berhemat dan bergaya hidup sederhana, bahkan lebih kekurangan dari masyarakatnya. Dengan itu beliau bisa merasakan betul bagaimana penderitaan yang dialami oleh rakyatnya. Beliau kemudian segera mengeluarkan kebijakan untuk menanggulangi krisis ekonomi secara cepat, tepat dan komprehensif. Untuk mengoptimalisasi keputusannya, Khalifah segera mengerahkan seluruh struktur, perangkat negara dan semua potensi yang ada untuk segera membantu masyarakat yang terdampak. Khalifah Umar ra., membagi tugas kepada para perangkat negara di bawah beliau hingga level pekerja, bahu-membahu dan sigap menyelesaikan persoalan yang ada. Khalifah Umar ra. tidak berpangku tangan atau sekadar perintah sana, perintah sini saja. Beliau langsung turun tangan mengkomando dan menangani krisis tersebut. Beliau langsung memerintahkan mendirikan posko untuk para pengungsi, dan bergerak cepat membagi-bagikan kebutuhan pokok masyarakat. Bahkan, Khalifah Umar ra tak pernah merasakan kenyang selama masa krisis. Karena beliau tidak mau, dirinya kenyang, sementara rakyatnya kelaparan. Diriwayatkan dari Anas, “Perut Umar bin al-Khathab selalu keroncongan di tahun kelabu, sebab ia hanya makan dengan minyak.
Ia mengharamkan mentega untuk dirinya. Ia memukul perut dengan jari-jarinya dan berkata, ‘Berbunyilah karena kita tidak punya apa pun selain minyak hingga rakyat sejahtera. Selain hidup sederhana, Kepada rakyatnya yang datang karena membutuhkan makanan, segera dipenuhi. Yang tidak dapat mendatangi Khalifah, bahan makanan diantar ke rumahnya, beberapa bulan sepanjang masa musibah. Tatkala menghadapi situasi sulit, Khalifah Umar bin Khaththab meminta bantuan ke wilayah atau daerah bagian Kekhilafahan Islam yang kaya dan mampu memberi bantuan. Musibah yang melanda, juga membuat Khalifah semakin mendekatkan diri kepada Allah, meminta pertolongan Allah subhanahu wa ta’ala Pemilik alam seisinya."Begitulah seorang pemimpin dalam naungan sistem yang haq. Amat berbeda dengan pemimpin dalam sistem Kapitalis saat ini yang tidak sepenuhnya dalam memenuhi kebutuhan rakyatnya. Maka, sudah saatnya kita campakkan sistem rusak yang sudah berjalan menuju kematiannya ini, dan bersegera memperjuangkan syari'at Islam, dalam naungan Khilafah Islamiyah.
Wallahu alam bishawab
Post a Comment