Goresan Pena Abu Mush'ab Al Fatih Bala
(Penulis Nasional dan Pemerhati Politik Asal NTT)
Buruh semakin hidup susah dalam sistem kapitalisme. Harus hidup dengan biaya yang sangat tinggi seperti membayar pajak, kontrakan, biaya kesehatan dan pendidikan anggota keluarga.
Bahkan semakin susah ketika Corona semakin mewabah. Sebanyak 1,6 juta pekerja kena PHK dan dirumahkan. Dengan rincian 1.080.765 pekerja formal yang dirumahkan dan 160.067 yang terkena PHK (CNN Indonesia, 13/4).
Yang terdampak bukan 1,6 juta pekerja itu saja tetapi juga anggota keluarganya jika mereka masuk dalam tanggungannya. Anggap saja jika seorang pekerja memiliki misalnya tanggungan 3 orang (istri dan 2 anak atau 2 orang tua dan 1 saudara), berarti jumlah warga miskin diduga akan bertambah maksimal sebesar 4,8 juta.
Karena umumnya para buruh itu menggantungkan hidupnya lewat aktivitas bekerja di pabrik, perusahaan atau kantor. Walaupun ada anggota keluarganya yang punya bisnis pun sebenarnya tak mampu memenuhi beban hidup di kota atau tempat tinggal.
Banyak bisnis secara offline yang telah gulung tikar seperti ditutupnya beberapa pabrik sehingga ribuan pekerjanya harus 'diPHK'. Dan ada juga perusahaan yang tetap beroperasi namun akibatnya ratusan pekerjanya positif Corona dan ratusan lainnya diisolasi guna memutus rantai penyebaran virus ini.
Apa yang menimpa buruh atau pekerja ini tidak terlepas dari penerapan sistem sekuler. Sistem yang anti lock down tetapi lebih melihat untung rugi dalam pengaturan kehidupan bermasyarakat.
Sebuah sistem yang membuat penguasa merasa rakyatnya adalah beban. Tidak mau rugi secara material. Walaupun sikap ini tidak berpengaruh terhadap fakta dirampoknya SDA Indonesia oleh perusahaan-perusahaan kapitalis dalam dan luar negeri.
Padahal kalau mau berkaca pada sistem Islam, buruh sangat dimuliakan. Dalam sistem ini buruh digaji dengan layak oleh perusahaan karena kegiatan ekonomi dijaga selalu kondusif dalam koridor syariah Islam.
Sistem Islam menjaga agar persaingan antar perusahaan itu fair tidak saling menyikut. Karena tidak akan ada kekhawatiran akan runtuhnya sebuah perusahaan.
Aktivitas riba dihapus. Perusahaan berbisnis dalam hal-hal yang dibolehkan oleh agama. Ketika perusahaan bangkrut sistem Islam mampu menopang dengan pemasukan negara yang melimpah. Sehingga pengusaha tidak khawatir untuk menggaji buruh atau pekerjanya.
Dalam sejarah sistem Islam kita pernah menemukan sebuah masa keemasan. Khilafah Abbasiyah di bawah Khalifah Al Mansyur adalah salahsatu contoh pembuka lapangan kerja terbaik.
Pada masanya ekonomi negara tidak dibangun lewat pasar modal atau beban pajak yang sangat tinggi. Sumber pendapatan negara malah didapatkan dari pos-pos yang Syar'i (halal) seperti zakat, fa'i, ghanimah, kharaj, wakaf dan lain-lain.
Walhasil sang khalifah mampu menghasilkan devisa negara yang disimpan dalam Baitul Maal (Kas Negara) sebesar 810 juta dirham atau setara Rp.3,2 Billiun (1 Dirham=Rp.4.000). Jumlah yang sangat fantastis dan terbesar pada zamannya.
Lewat dana sebesar ini Sang Khalifah mampu menyerap banyak tenaga kerja. Beliaulah yang membangun Kota Baghdad dengan menyerap 100 ribu orang pekerja dengan Hajjaj bin Arthah dan Amrah bin Wadhdhah sebagai arsiteknya (wordpress.com, 2/11/2018).
Baghdad ibukota Khilafah Abbasiyah yang baru menjadi salahsatu kota perdagangan internasional kala itu. Khalifah juga menyerap tenaga kerja untuk membangun Masjid-Masjid dan istana-istana di seluruh wilayah keKhilafahan.
Pada saat itu para buruh dan pekerja tidak pernah cemas dengan beban hidup karena biaya kesehatan, pendidikan ditanggung oleh negara. Semuanya gratis sebab cadangan devisa negara sebesar 810 juta dirham mampu memenuhi layanan tersebut.
Para Pengusaha juga tidak khawatir akan rugi jika menggaji terlalu mahal. Pengusaha pun tak takut di demo atau dicabut izin usahanya oleh negara karena terlalu murah menggaji buruhnya. Upah Minimum Regional memang dalam sistem Islam tidak ditentukan. Namun negara selalu mengawasi setiap perusahaan agar dapat menggaji tenaga kerjanya dengan layak.
Pemilik perusahaan hanya menilai pekerja dari dua aspek jam kerja atau keahliannya. Khusus jam kerja buruh yang bergaji tinggi adalah mereka yang paling banyak jam kerjanya. Bahkan ini membuat para buruh hidup produktif. Sehingga antara pemilik perusahaan dan buruh bisa saling menguntungkan.
Ini tentu berbeda dengan sistem kapitalisme yang menginjak tenaga kerja. Adanya peringatan 1 Mei sebagai Hari Buruh Internasional berasal dari ketidakpuasan para buruh terhadap ketidakadilan ekonomi.
Di AS waktu itu para pekerja dipaksa bekerja diatas 8 jam sehingga banyak yang meninggal karena kelelahan bekerja. 500.000 pekerja turun aksi karena tak mendapatkan upah yang layak. Bahkan negara tak bisa menyokong perusahaan. AS mengalami depresi ekonomi yang sangat berat selama 10 tahun (1890-1900). Karena ekonominya didukung oleh ekonomi ribawai. Ramainya nasabah yang menarik uangnya dari bank konvensional AS menambah semakin lamanya krisis ekonomi hingga 1 dekade itu.
Inilah yang menyebabkan para buruh atau pekerja di sana hidup semakin sulit dan menuntut hidup yang lebih baik dari negaranya. Sebuah kenyataan yang sulit kita dapatkan dalam sejarah dan sistem Islam yakni Khilafah. Dan jika dunia mau menerapkan sistem Islam tentu para buruh akan hidup lebih sejahtera. []
Bumi Allah SWT, 1 Mei 2020
#DenganPenaMembelahDunia
#SeranganPertamaKeRomaAdalahTulisan
Post a Comment