Oleh: Anggun Permatasari
Di tengah pandemi covid-19 yang belum juga usai, publik dihebohkan dengan video Bupati Bolaang Mongondow Timur (Boltim), Sulawesi Utara, Sehan Salim Landjar di media sosial. Sehan Landjar terlihat geram, menurutnya mekanisme pembagian Bantuan Langsung Tunai (BLT) dari pemerintah pusat menyulitkan. Dia mengatakan bahwa warganya tidak bisa kalau harus menunggu lama untuk mendapatkan bantuan. Kebutuhan untuk mengisi perut tidak bisa menunggu onggokan kertas yang diminta para menteri. Bahkan, karena terlalu sulit dan banyaknya persyaratan warganya sampai menolak mendapatkan BLT.
Berdasarkan surat No. 1261/PRI.00/IV/2020 Tertanggal 14 April 2020 Perihal Pemberitahuan kepada Para Gubernur, Para Bupati, Para Walikota, dan Kepala Desa di seluruh Indonesia mengenai metode dan mekanisme panyaluran Dana Bantuan Langsung Tunai Dana Desa disebutkan prosedur untuk mendapatkan BLT. Di antara persyaratan tersebut adalah tertib administrasi dan punya rekening bank. syarat utama, penerima BLT bukan penerima bansos dari kementerian lain. (Detiknews)
Selain itu, khalayak juga menilai BLT tidak tepat sasaran karena data yang dipegang Pemprov atau Bupati tidak sama dengan Kemensos. Sehingga, masih banyak masyarakat miskin yang belum tersentuh bantuan. Cara pembagian bantuan juga terlihat serampangan karena bertolak belakang dengan anjuran PSBB. Paket justru dibagikan di jalan sehingga memancing masyarakat untuk saling berebut dan tidak melakukan social distancing.
Menurut Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto, "Perspektif publik terkait program pemberian bantuan sosial (bansos) untuk menanggulangi dampak negatif pandemi virus corona (Covid-19), berubah dari positif menjadi negatif. Ini disebabkan implementasi penyaluran bansos yang tidak terarah dan tumpang tindih dianggap menjadi penyebab masyarakat tidak lagi memandang program bansos secara positif". (Katadata.co.id)
Program BLT memang bukan satu-satunya sumbangan penguasa bagi masyarakat dalam rangka menanggulangi dampak pandemi. Namun mencermati jumlah masyarakat miskin yang terdampak, tampaknya bantuan tersebut masih sangat jauh dari ideal. Harusnya negara memberikan jaminan kebutuhan seluruh rakyat secara penuh selama masa karantina, bukan bersifat situasional.
Fakta tersebut begitu memilukan. Di saat rakyat sedang berjuang untuk mempertahankan hidup, penguasa terkesan setengah hati memberikan bantuan yang tidak seberapa. Birokrasi yang berbelit-belit harusnya tidak berlaku terlebih saat pandemi sedang hinggap di negeri ini. Selain masalah klasik validasi data yang diragukan, prasyarat berbelit membuat banyak rakyat miskin tidak bisa memenuhinya sehingga akhirnya tidak bisa menikmati bantuan tersebut. Kebijakan ini dirasa dzalim. Hal itu tergambar dari banyaknya protes yang disampaikan oleh aparat daerah terutama oleh rakyat yang terdampak. Kondisi ini dikhawatirkan akan berpengaruh pada lemahnya kepercayaan publik terhadap pemerintah.
Namun fenomena tersebut sangatlah lumrah terjadi di negeri yang dipimpin oleh sistem sekuler kapitalis liberal. Penguasa yang lahir dari sistem ini pastinya tidak pro rakyat karena masih memikirkan untuk rugi dan haus pencitraan. Berbeda dengan sistem Islam yang menjadikan hak rakyat merupakan kewajiban Negara.
Sistem Islam kokoh berasaskan Allah Quran dan assunnah. Khalifah sebagai kepala negara adalah perisai bagi umat yang wajib menjamin seluruh rakyatnya hidup sejahtera. Rasulullah saw bersabda: “Seorang Imam adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyatnya, dan ia akan diminta pertanggungjawaban atas rakyatnya". (HR. Bukhari dan Muslim)
Islam memberikan peluang yang sama kepada seluruh rakyat untuk hidup lebih sejahtera. Khalifah Umar menyatakan: “Orang yang memagari tanah tidak berhak (atas tanah yang telah dipagarinya) setelah (membiarkannya) selama tiga tahun". Tentu sangat berbeda dengan sistem kapitalisme yang memenangkan para individu pemilik modal.
Sistem Islam menciptakan lapangan kerja dan mendorong laki-laki usia produktif untuk mencari nafkah. Rasulullah pernah menyuruh seorang shahabat yang meminta untuk mengambil barangnya, kemudian Rasul melelangnya dan memberikan hasil penjualannya seraya berkata: “Belilah makanan dengan satu dirham kemudian berikan kepada keluargamu, dan belilah kapak kemudian bawalah kepadaku.” Kemudian orang tersebut membawanya kepada beliau, lalu Rasulullah mengikatkan kayu pada kapak tersebut dengan tangannya kemudian berkata kepadanya: “Pergilah kemudian carilah kayu dan juallah. Jangan sampai aku melihatmu selama lima belas hari.” (HR. Abu Dawud & Ibnu Majah)
Negara yang mengadopsi sistem Islam sangat menjaga integritas sehingga tidak akan menjalin kerjasama dengan negara kafir harbi. Tentunya menghindari ketergantungan yang akan berujung pada penjajahan. Syariat Islam menjaga harta kaum muslimin dan mendistribusikan kepada yang berhak. Seluruh sumber daya alam dikuasai dan dikelola negara agar hasilnya bisa dinikmati seluruh rakyat. "Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api". (HR. Abu Dawud dan Ahmad)
Dengan pendidikan akidah yang kokoh sejak dini, syariat Islam mengajarkan kepada setiap rakyat untuk tolong-menolong. Berkata Imam Ibnu Hazm dalam kitabnya, Al-Muhalla (4/281) “Orang-orang kaya di tempatnya masing-masing mempunyai kewajiban menolong orang-orang fakir dan miskin, dan pemerintah pada saat itu berhak memaksa orang-orang kaya (untuk menolong fakir-miskin)".
Kondisi keimanan yang kuat dan negara yang berdaulat dalam segala hal tentunya akan memberi kesejahteraan dan rasa aman kepada rakyat. Sehingga dalam sistem Islam tidak akan dijumpai rakyat yang saling dorong hanya untuk mendapatkan sekantong sembako. Wallahualam
Post a Comment