Bangun Keharmonisan Keluarga di Tengah Pandemi

Penulis : Tri Yuliani
Ibu rumah Tangga

Wabah corona menimbulkan banyak permasalahan di tengah kehidupan kita saat ini.  Diantaranya masalah ekonomi yang berimbas kepada kehidupan rumah tangga.  Salah satu contoh yang terjadi di Kabupaten Bandung, Jawa Barat dimana kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) meningkat tajam selama satu bulan terakhir.  Penyebabnya diduga karena suami kehilangan mata pencarian (https://www.dara.co.id/dampak-pandemi-corona-kasus-kdrt-di-kabupaten-bandung-meningkat.html).  

Menurut Kapolresta Bandung, Kombes Pol Hendra Kurniawan biasanya satu bulan pihaknya hanya menerima satu laporan kasus KDRT namun selama virus corona meningkat jumlahnya hingga tujuh kasus. Pandemi corona  menurut Kombes Pol Hendra membuat masyarakat terpaksa dirumahkan atau kerja di rumah sehingga otomatis akhirnya pendapatanpun ikut turun.  Di sisi lain kebutuhan rumah tangga cukup tinggi, ditambah selama di rumah seringnya interaksi suami istri sehingga potensi konflik meningkat.  Dan akhirnya mengakibatkan penganiayaan terhadap istri atau suami. Dimungkinkan kasus KDRT ini seperti fenomena gunung es dimana jumlah kasus yang terjadi lebih banyak dari yang ditangani.  Apa yang menjadi penyebab kasus KDRT?

Menggejalanya kekerasan yang terjadi saat ini seolah sudah menjadi penyakit sosial di masyarakat, baik di lingkungan domestik maupun publik. KDRT sebenarnya sudah banyak terjadi sebelum wabah. Pemicunya selain ekonomi juga perselingkuhan. Adanya pandemi menjadi faktor tambahan KDRT kian meningkat. Bagaimana KDRT tidak meningkat kalau sistem yang menaungi masyarakat saat ini tidak memperhatikan terpenuhinya kebutuhan pokok masyarakat, baik melalui mekanisme penyediaan lapangan kerja atau bantuan langsung bagi masyarakat terdampak karena sakit ataupun kehilangan pekerjaan. Namun apa daya,kapitalisme-sekular yang memisahkan agama dan kehidupan, menempatkan pemimpin hanya sebagai regulator saja, bukan yang bertanggung-jawab memperhatikan kebutuhan rakyatnya individu per individu. Negara berdasar kapitalisme tidak memiliki kemampuan untuk menciptakan kesejahteraan bagi rakyatnya. Jangankan sejahtera, sekedar terpenuhi kebutuhan pokok saja di tengah pandemi sulit tertunaikan. Keluarga miskin terus bertambah, kelaparan tak terhindarkan. Bagi yang lemah iman, bunuh diri jadi pilihan. Kalau kebutuhan makan minum saja sulit terpenuhi bagaimana mungkin kehidupan keluarga bisa harmonis.

Selain sulitnya ekonomi, KDRT bisa juga disebabkan faktor pemahaman agama yang kurang, sehingga anggota keluarga tidak sabar terhadap ujian dari Allah SWT. Sekularisme telah menjauhkan agama dari kehidupan keluarga, akibatnya dalam bertingkah laku anggota keluarga tidak lagi menyandarkan pada tuntunan agama, efeknya rentan terbangkitkan amarah ketika ada pemicunya. Masalah sepele diselesaikan dengan kekerasan apalagi masalah besar, terlebih urusan perut. Kondisi seperti ini tentu saja tidak boleh dibiarkan berlarut-larut, karena akan banyak korban kekerasan dan keharmonisan keluarga hanya impian. Sebenarnya bagaimana solusi Islam terkait masalah ini?



Hubungan Antara Suami-Istri dalam Rumah Tangga
Kehidupan suami istri dalam pandangan Islam dibangun atas dasar persahabatan.  Persahabatan yang dapat memberikan kedamaian dan ketentraman satu sama lain.  Dan tujuan hakiki kehidupan rumah tangga  dalam konteks menegakkan syariat Islam adalah menuju ridho Allah SWT.   Pasangan  harus saling melengkapi dan bekerja sama dalam membangun rumah tangga yang harmonis menuju derajat takwa. Allah SWT berfirman: “Dan orang-orang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Qs. at-Taubah [9]: 71).

Sejalan dengan itu dibutuhkan relasi yang jelas antara suami dan istri, dan tidak bisa disamaratakan tugas dan wewenangnya. Suami berhak menuntut hak-haknya, seperti dilayani istri dengan baik. Sebaliknya, suami memiliki kewajiban untuk mendidik istri dan anak-anaknya, memberikan nafkah yang layak dan memperlakukan mereka dengan cara yang makruf.

Allah SWT berfirman yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menghalangi mereka kawin dan menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan perbuatan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak” (Qs. an-Nisâ’ [4]: 19).

Nash ini merupakan seruan kepada para suami agar mereka mempergauli isteri-isteri mereka secara ma’ruf. Menurut ath-Thabari, ma’ruf adalah menunaikan hak-hak mereka.  Beberapa mufassir menyatakan bahwa ma’ruf adalah bersikap adil dalam giliran dan nafkah; memperbagus ucapan dan perbuatan.  Ayat ini juga memerintahkan menjaga keutuhan keluarga. Jika ada sesuatu yang tidak disukai pada diri isterinya, selain zina dan nusyuz, suami diminta bersabar dan tidak terburu-buru menceraikannya. Sebab, bisa jadi pada perkara yang tidak disukai, terdapat sisi-sisi kebaikan.

Jika masing-masing, baik suami maupun istri menyadari perannya dan melaksanakan hak dan kewajiban sesuai syariat Islam, niscaya tidak dibutuhkan kekerasan dalam menyelaraskan perjalanan biduk rumah tangga. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dapat terhindarkan karena biduk rumah tangga dibangun dengan pondasi syariat Islam, dikemudikan dengan kasih sayang dan diarahkan oleh peta iman. Dampak situasi pandemi saat ini dirasakan oleh semua pihak baik laki-laki, perempuan, orang dewasa maupun anak-anak.  Ini semua adalah ujian dari Allah SWT bagi semua hambaNya.  Hendaklah dalam kondisi ini semua pasangan harus sabar, khususnya para ibu jika mendapati suaminya terdampak baik terkena sakit, kehilangan pendapatan atau tak mampu membawa uang nafkah.  Hendaklah mampu melewati kebersamaan bersama suami dengan penuh kesabaran dan tidak menyerah pada keadaan.  Doa dan ikhtiar terus dilakukan dan tidak lupa untuk mengupayakan sistem Islam diterapkan dalam kehidupan. Karena hanya sistem Islam yang memiliki kemampuan menciptakan keharmonisan keluarga. Sistem Islam akan mengelola ekonomi sesuai syariah; tidak akan menyerahkan pengelolaannya pada asing ataupun aseng yang menyebabkan dikuasainya sumber penghidupan oleh mereka, tidak akan berhutang ke negara asing apalagi hutang riba yang menyebabkan negara semakin lemah. Negara akan  bersungguh-sungguh menciptakan lapangan kerja bagi para suami, andaikan dalam situasi wabah maka negara akan melockdown wilayah yang kena wabah, sedangkan wilayah lainnya tetap bisa beraktifitas seperti biasa dan negara akan memenuhi setiap kebutuhan rakyat yang terkena wabah dari Baitul Maal ataupun bantuan wilayah lain yang digerakkan oleh negara. Hal ini terjadi pada masa Khalifah Umar ra. Di samping itu negara akan menciptakan suasana ruhiah untuk memperkuat dan membangun keharmonisan keluarga secara terus menerus.   WalLahu ’alam bi ash- shawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post