Apakah PSBB Mnyelesaikan Masalah Atau Menambah ?

Oleh: R. Bening Sukma

Pandemi covid-19 yang melanda Indonesia sejak awal Maret kemarin telah memberikan dampak yang luar biasa pada seluruh lini kehidupan, terutama dari segi ekonomi dan keamanan yang saat ini rakyat bisa merasakan secara langsung. Sehingga beragam kebijakan pun mulai diambil oleh pemerintah untuk meminimalisir penyebaran covid-19. Salah satunya diberlakukannya kebijakan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) berdasarkan peraturan pemerintah RI nomor 21 tahun 2020. Dengan diberlakukannya kebijakan PSBB ini pemerintah nampaknya memiliki harapan agar keadaan Indonesia akan segera membaik.

 Di satu sisi pemerintah sudah merasa cukup bijak dengan memberlakukan PSBB, tapi tidak melihat efek dari diberlakukannya PSBB tersebut. Karena faktanya, justru menambah polemik baru bagi negeri ini. Rakyat semakin sulit untuk memenuhi kebutuhan ekonomi mereka, sehingga mengakibatkan terjadinya peningkatan kriminalitas selama masa PSBB, meningkatnya kasus bunuh diri dan bertambahnya angka pengangguran yang disebabkan pemutusan hubungan kerja. Menurut catatan Markas Besar Kepolisian RI, ada kenaikan kasus kriminalitas sebesar 11,80 persen dari pekan ke 15 hingga pekan ke 16 di 2020 selama penerapan PSBB (Tempo). Dan kementerian Ketenagakerjaan Ida Fauziyah pun mencatat total pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dan dirumahkan per 16 April 2020 mencapai 1,94 juta pekerja (CNN).
  
Dalam sistem kapitalisme, kriminalitas bukanlah sesuatu kejadian yang langka terjadi apalagi di saat wabah Covid-19. Sebelum Covid-19 pun kriminalitas setiap harinya terjadi. Berita-berita di televisi dan sosial media amat banyak berseliweran. Hal itu terjadi karena dua hal. Pertama, kurangnya keimanan dan rasa takut individu tersebut kepada Allah. Keimanan akan hal rezeki misalnya. Bahwa rezeki itu dari Allah dan rasa takut untuk berbuat maksiat bahwa Allah akan mencatat setiap perbuatan maksiat sekecil apapun yang dia lakukan.

Kedua, tidak adanya penerapan Islam secara Kaffah dari negara. Baik itu penerapan dari uqubat ataupun sanksi. Yang mana penerapan itu ketika diterapkan bisa berpengaruh kepada setiap individu tersebut. Yaitu sebagai jawabir (penebus siksa akhirat) dan jawazir (pencegah terjadinya tindak kriminal yang baru terulang kembali).

Dan sebagaimana fakta diatas, kriminalitas terjadi rata-rata disebabkan kebutuhan hidup yang kian menghimpit, pemasukkan tidak ada sedangkan pengeluaran kian banyak. Sedangkan bantuan yang diberikan oleh pemerintan amatlah minim. 

Dalam Islam, sumber pemasukan negara jelas yaitu pertama dari pos fa'i dan kharaj. Yang merupakan kepemilikan negara seperti ghanimah, khumuus (seperlima harta rampasan perang), jizyah, dan dharibah (pajak). Pos kedua yaitu kepemilikan umum seperti tambang minyak, gas, hasil hutan, laut, dan hima (milik umum yang penggunaannya telah dikhususkan). Dan sepenuhnya harta tersebut digunakan untuk kebutuhan rakyatnya. Termasuk dalam memenuhi semua kebutuhan Rakyat ketika terjadi wabah, sehingga rakyat bisa melaksanakan lockdown secara total, tanpa harus kebingungan dalam memenuhi kebutuhannya, termasuk hewan ternak.
Wallahu a'lam bis shawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post