Oleh : Elda Andriani
Pandemi virus corona COVID-19 telah mengancam asasi paling dasar bagi setiap manusia, yakni hak untuk hidup. Secara global, lebih dari 200 ribu jiwa melayang akibat serangan virus tersebut. Tak sampai di situ, kini kelaparan juga jadi ancaman ikutan yang mengintai nyawa ratusan juta penduduk dunia.
David Beasley, Direktur Program Pangan Dunia (World Food Programme/WFP), mendesak pemerintah di setiap negara agar bertindak secepatnya demi menghentikan ancaman kelaparan yang bisa menimpa 265 juta orang di dunia akibat pandemi virus corona.
Beasley juga menegaskan waktu yang tersedia saat ini cenderung singkat dan sudah semestinya para pemimpin dunia segera bertindak sebelum ratusan juta orang kelaparan. Lebih dari 30 negara berkembang akan mengalami kelaparan dahsyat ini, dengan 10 negara di antaranya bahkan sudah memiliki lebih dari 1 juta penduduk di ambang kelaparan.
Hal ini sudah disadari oleh lembaga PBB yang mengurusi pangan dan pertanian, Food and Agriculture Organization atau FAO. Mereka menggelar pertemuan tak terjadwal bersama menteri-menteri pertanian negara G20, pada Selasa (21/4). Pertemuan itu juga dihadiri perwakilan WFP, Bank Dunia, dan Dana Internasional untuk Pengembangan Pertanian (International Fund for Agricultural Development/ IFAD).
“Pandemi virus corona memberikan tantangan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Dampak sosial-ekonominya mendalam dan global. Kita membutuhkan tindakan bersama dan tegas, termasuk oleh G20, yang menteri pertaniannya saya temui hari ini. Kita harus menjaga rantai pasokan pangan dan memastikan produksi serta ketersediaan pangan untuk semua,” kata Direktur Jenderal FAO, QU Dongyu dalam pernyataan resmi usai pertemuan itu.
Di tengah kekhawatiran dunia terhadap keberlanjutan ketersediaan pangan, pemerintah khususnya Kementan masih beretorika dengan menyampaikan optimistis dan tercukupinya pasokan pangan dalam menghadapi pandemi.
Telah diketahui secara umum bahwa ketahanan dan kedaulatan pangan di negeri ini sangat lemah akibat lalainya negara mewujudkannya. Jika saat tidak terjadi wabah saja problematik pangan tidak terselesaikan, apalagi pada saat menghadapi pandemi, ketidaksiapan pemerintah makin terlihat.
Apalagi sebelum wabah pandemi, setidaknya terdapat 22 juta jiwa rakyat Indonesia yang menderita kelaparan kronis serta rawan pangan yang terjadi di 88 kabupaten/kota seperti disebutkan data ADB dan Kementan.
Bisa dibayangkan kondisi ini akan lebih parah dalam kondisi wabah ketika perhatian pemerintah minim (setengah hati) sedang mereka tidak bisa bekerja. Terbukti dengan ditemukan kasus-kasus kelaparan di beberapa daerah akibat kesulitan mendapat makanan.
Kelalaian negara membangun ketahanan dan kedaulatan pangan berkelindan dengan konsep penanggulangan wabah yang tidak tepat dinilai berimbas pada goncangan sistem penyediaan pangan.
Sudah saatnya pemerintah mengakui kesalahan dan melakukan perubahan yang mendasar dalam membangun ketahanan dan kedaulatan pangan. Sebab sistem neoliberal kapitalisme yang digunakan selama ini terbukti gagal mewujudkan ketahanan dan kedaulatan pangan.
Sistem ini telah melegalkan kapitalisasi pengelolaan pangan sehingga korporasi mengusai mayoritas rantai pasok pangan. Sementara pemerintah hanya sebagai regulator, fasilitator yaitu pembuat aturan dan kebijakan yang notabene lebih menguntungkan korporasi.
Terlebih saat ini. Maka sudah selayaknya negara hadir untuk memenuhi kebutuhan rakyat secara keseluruhan tanpa diskriminasi karena semua ikut merasakan dampaknya. karena negara adalah pelayan rakyat. Indonesia negeri yang SDA-nya melimpah jika di kelola dengan benar maka hasilnya dapat dialirkan kepada rakyat berupa kesejahteraan bisa berupa uang, barang, pendidikan gratis, kesehatan gratis.
Kemiskinan dan kelaparan akan terus menjadi momok negeri ini jika masih menerapkan sistem Kapitalisme yang hanya menjadikan korporasi sebagai tuan di negeri ini sedang rakyat menjadi korban.
Sudah saatnya kita menengok sistem ekonomi Islam yang terbukti sukses menguatkan keuangan negara khilafah. Bahkan Khalifah membantu negara-negara lain yang sedang di landa musibah baik kelaparan atau wabah sejarah mencatat antara tahun 1845-1852 M kelaparan hebat terjadi di negara Eropa wilayah Irlandia.
Peristiwa itu dikenal dengan "the Great Hunger" atau ‘The Great Irish Famine’. Akibat bencana kelaparan ini angka kematian lebih dari 1 juta orang meninggal dunia, terjadi imigrasi besar-besaran yang membuat jumlah penduduk Irlandia berkurang sebanyak 25%.
Mendengar peristiwa itu Sultan Khilafah Ottoman Turki Abdul Majid I menyatakan keinginannya untuk mengirimkan bantuan sebesar 10.000 sterling demi membantu para petani Irlandia. Akan tetapi Ratu Victoria meminta Sultan untuk mengirimkan 1.000 sterling saja. Namun secara diam-diam Sultan mengirimkan 5 kapal besar yang memuat makanan, sepatu dan keperluan lainnya yang setara dengan 10.000 sterling.
Sudah selayaknya kita mengikuti langkah para pendahulu yang sukses menjadi negeri adidaya karena menerapkan Islam secara keseluruhan dalam naungan khilafah. Wallahu'alam bishowab
Post a Comment