Oleh: Diana Wijayanti, SP
Tragisnya nasib WNI di negeri orang tidak membuat Rezim berdosa dan dan mengakui kesalahannya yang abai terhadap rakyat yang bekerja di negeri orang. Keberpihakan kepada negara Besar, para investor membuat Pemerintah lemah, menuntut perlindungan atas ABK yang bekerja kepada mereka.
Bahkan Pemerintah masih ngotot mau memasukkan 500 TKA asal China yang akan dipekerjakan di PT Virtue Dragon Nicole Industrial Park di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara.
Meskipun rencana ini belum terealisasi bulan ini, namun Juni atau Juli dipastikan akan tiba. Beragam protes terjadi baik dari Gubernur maupun Anggota Dewan namun Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, memastikan TKA itu akan datang bulan Juni atau Juli.(10/5/2020)
Lagi-lagi alasan keahlian dan teknologi, pemerintah melakukan itu, namun banyak pihak yang mensinyalir adanya keterlibatan Mentri yang berpengaruh di lingkup Kabinet Kerja Presiden Jokowi hingga Komisi IX DPR RI, Saleh Partaonan Daulay mengecap pemerintah Indonesia terlalu "lembek" ketika berhadapan dengan investor China.( Kamis, 30/4/2020).
Menganalisis peristiwa diatas tentu kita sangat miris, warga negara Indonesia tidak mendapat pekerjaan di dalam negeri, sehingga bekerja menjadi TKI di negara asing tanpa ketrampilan yang memadai sehingga nasibnya terlunta-lunta, menjadi buruh dan budak, tidak diurus Pemerintah sementara Pemerintah sangat menganak emaskan TKA Asing, khususnya asal China yang difasilitasi untuk bekerja di dalam negeri.
Kenapa hal ini bisa terjadi?
Sebenarnya apa yang terjadi dan kita saksikan dengan nyata bahwa para penguasa yang duduk di Pemerintahan betul-betul melaksanakan Sistem kehidupan Kapitalisme-Demokrasi.
Sistem ini telah menjadikan Kebebasan semua orang untuk memiliki harta hingga Kekuasaan dan kedaulatan tertinggi ada ditangan Pemilik Modal (Kapital). Sementara negara berfungsi menjadi fasilitator Pengusaha mengeruk harta rakyat.
Maka wajar bila kekayaan yang ada di Indonesia khususnya dan dunia pada umumnya dikuasai oleh tak lebih dari 20 persen Pemilik modal. Dengan uang inilah para pengusaha Nasional maupun Internasional mengendalikan suatu negara.
Hal ini bisa terjadi karena metode untuk meraih kekuasaan adalah dengan Demokrasi. Seolah berdalih kekuasaan ditangan rakyat, para Kapital inilah yang menjadi penguasa yang hakiki.
Dalam sistem demokrasi, biaya untuk menjadi penguasa sangat lah mahal, tidak akan mungkin didapat oleh rakyat yang berkualitas sementara tak punya harta. Maka calon penguasa harus mengeluarkan uang sebanyak-banyaknya untuk menjadi penguasa. Bila tidak punya uang lobi-lobi terhadap pengusaha adalah jalan satu-satunya untuk meraih kekuasaan.
Maka modal inilah yang wajib mereka kembalikan jika berkuasa. Maka para penguasa sangat tunduk dan patuh kepada pengusaha agar membuat regulasi yang menguntungkan mereka, mengatasi namakan untuk kepentingan rakyat.
Kejam sekali? Ya, dalam pandangan Kapitalisme yang berlandaskan Sekulerisme mereka telah memisahkan agama dalam kehidupan. Tak ada halal dan haram, tak ada dosa dan pahala yang ada adalah berlaku bebas untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya berupa materi.
Beginilah watak hakiki penguasa yang hidup dalam sistem Kapitalisme. Rakyat tak akan dipedulikan, yang ada menyakiti rakyat menyenangkan para pemilik modal.
Bahkan Negara bersekongkol dengan pengusaha menguras Sumber Daya Alam dan menghisap rakyat dengan penarikan pajak sebesar-besarnya, tanpa mempedulikan kebutuhan dan kesejahteraannya.
Pengabaian urusan rakyat, merupakan konsekuensi penerapan Sistem Kapitalisme. Negara betul-betul diharamkan mengurusi rakyatnya dengan baik. Sebaliknya negara yang baik itu adalah negara yang bisa berlaku kejam terhadap rakyatnya.
Bagaimana pandangan Islam terhadap Penguasa?
Berbeda sekali dengan Penguasa dalam Islam. Islam mengharamkan penyerahan harta milik umum kepada Swasta secara mutlak. Sementara menjadi kewajiban bagi negara untuk mengelolanya, hasilnya dikembalikan kepada rakyat dengan menggratiskan kesehatan, Pendidikan, dan keamanan Serta sarana dan prasarana yang sangat dibutuhkan rakyat.
Dengan begitu Kekuasaan terbesar dalam Islam adalah negara bukan swasta (Pengusaha) sehingga negara tidak akan bisa di setir oleh Pengusaha karena besarnya harta dan kekuasaannya.
Selain harta yang besar bagi negara, Syariah Islam memberikan aturan yang tegas tentang tanggung jawab Penguasa terhadap rakyat nya. Aturan ini bersifat wajib tidak bisa diabaikan oleh siapapun yang menjadi penguasa.
Dalam Islam fungsi Penguasa itu jelas yaitu sebagai pengatur dan pengurus rakyatnya bukan yang lain. Rasulullah Saw bersabda : “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya” (HR al-Bukhari).
Ra'in adalah ibarat penggembala, yang bertanggungjawab atas gembalaanya. Penggembala adalah orang yang sangat perhatian terhadap gembalanya. Ia akan menjaga gembalaanya dari serangan musuh, memberikan makanan, minuman, merawat dan mengobati jika gembalaan sakit, menggembalakan ditempat yang banyak rumput agar tumbuh dengan gemuk gembalanya. Semua dilakukan karena tanggungjawab sebagai penggembala.
Begitulah Allah SWT mengibaratkan tugas penguasa.
Terkait masalah tenaga kerja, bagaimana pengurusan negara terhadap warga nya dalam mendapatkan pekerjaan?
Negara wajib menyediakan lapangan pekerjaan bagi seluruh warga negara yang laki-laki, kuat dan berkemampuan.
Rasulullah Saw telah mencontohkan tugas negara dalam mengentaskan kemiskinan dengan menyediakan lapangan kerja bagi warga negaranya.
Suatu ketika ada seorang laki-laki dari kaum Anshor yang mendatangi Rasulullah untuk meminta-minta. Saat itu Rasulullah Saw sebagai Kepala Negara. Rasulullah tidak membentak dan menyuruhnya pergi. Pun tidak langsung memberinya uang.
Rasulullah malah bertanya kepadanya tentang apa yang dimilikinya. Laki-laki dari kaum Anshar tersebut menjawab bahwa di rumahnya hanya ada sehelai kain kasar untuk selimut dan sebuah gelas untuk minum.
Rasulullah menyuruh laki-laki dari Anshar itu untuk mengambil dua benda yang dimilikinya itu. Rasulullah lantas melelang dua benda itu. Salah seorang sahabat bersedia membayar satu dirham. Tidak puas dengan itu, Rasulullah menawarkan kembali kain dan gelas tersebut.
Lalu ‘harta’ laki-laki Anshar itu laku dua dirham. “Belikan lah yang satu dirham makanan, lalu berikan kepada keluargamu. Lalu belikan lah satu dirham yang lain sebuah kapak, lalu bawakan kepadaku,” perintah Rasulullah sambil menyerahkan dua dirham kepada laki-laki peminta dari Anshar itu, seperti dikutip dari buku Rasulullah Teladan untuk Semesta Alam (Raghib As-Sirjani, 2011).
Penyediaan lapangan kerja tidak harus nunggu investasi dari luar karena sebenarnya pekerjaan itu sangat banyak bila negara betul-betul memiliki visi dan misi sesuai yang ditentukan oleh Syariah Islam. Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Salah satu dari kalian memikul kayu bakar dipunggungnya itu lebih baik daripada ia minta-minta kepada seseorang baik diberi atau ditolak. (HR. Bukhari).
Lapangan kerja di bidang pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, industri dll semua bisa dilakukan jika didukung oleh negara. Sarana dan prasarana, agar lapangan kerja tercipta harus disiapkan oleh negara.
Bisa berupa pengaturan lahan yang akan dibudidayakan, penyediaan bibit yang berkualitas, penyediaan pupuk yang bisa dijangkau masyarakat, pestisida yang aman bagi lingkungan, pengaturan distribusi pangan agar tidak terjadi penumpukan hingga harga anjlok dll. Semua membutuhkan peran negara.
Di bidang lain pun harus demikian. Sehingga sektor riil bisa berjalan dengan pesat, sementara sektor non riil (riba, judi, jual beli saham dll) yang membahayakan betul-betul dihilangkan.karena Allah SWT memang mengharamkannya.
Pengaturan tenaga kerja juga harus sesuai syariah, pekerjaan yang boleh dikembangkan hanya yang halal dalam pandangan Syara', kaidah dalam memperkerjakan pegawai juga harus jelas, tenaga yang dicurahkan, waktu kerja, serta upahnya. Sehingga tidak terjadi kedzaliman baik pada majikan maupun pekerja.
Penangan Tenaga kerja ini tidak bisa lepas dari Sistem politik, Sistem pemerintah, sistem pendidikan, sistem ekonomi dan pertahanan keamanan. Semua harus mendukung secara komprehensif, dan tidak akan mungkin tanpa penerapan Islam secara Kaffah dalam naungan Khilafah Islam
Bila penyediaan lapangan kerja di dalam negeri sangat memadai tidak akan mungkin warga akan mencari kerjaan ke luar negeri, dan menjadi budak disana.
Sementara Negara juga tidak akan menerima tenaga kerja asing tersebut jika berasal dari negara kafir yang menerangi kaum muslimin seperti China dan Amerika.
Beginilah pengaturan Islam terhadap tenaga kerja, dan keberpihakan negara terhadap rakyat dalam mensejahterakan rakyat dengan penyediaan lapangan kerja bagi laki-laki, yang kuat dan mampu untuk bekerja. Wallahu a'lam bishshawab.
Post a Comment