VIRUS MENGUAT, NEGARA TAKUT LOCKDOWN

OLEH: SURFIDA, S.Pd.I

Virus corona semakin meningkat menyerang negeri ini. Statusnya mulai dari Orang Dalam Pantauan (ODP), Pasien Dalam Pantauan (PDP), juga yang meninggal semakin meningkat dan meskipun ada beberapa yang dinyatakan sembuh. Yang meninggal bukan hanya pasien tetapi para tenaga medis juga. Sebagaimana dilansir dari https://www.cnbcindonesia.com, dalam sepekan 9 sembilan dokter meninggal.
  
Sedangkan pasien yang meninggal berjumlah 114 orang. Sebagaimana telah diumumkan oleh Jubir pemerintah. "Pasien meninggal bertambah 12. Menjadi 114 orang," kata Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19, Achmad Yurianto, dalam konferensi pers yang disiarkan BNPB, Minggu (29/3/2020). (https://www.detiknews.com). 

Sebelum menyebar luas seperti ini sudah ada yang mengingatkan penguasa agar berhati-hati dengan virus corona. Namun peringatan tersebut tidak diindahkan oleh penguasa di negeri ini. Malah mereka berkelakar bahwa, virus vorona tidak akan hidup dinegara tropis ini, Indonesia zero corona, virus corona bisa ditangkal dengan makan nasi kucing, bahkan ada juga yang mengatakan corona akan sembuh jika minum jamu. 

Setelah ada rakyat yang terpapar virus tersebut, penguasa kaget dan bingung karena virus tersebut sudah masuk di Indonesia. Para tenaga medis pun langsung menyuarakan agar lockdown untuk mengamputasi penyebaran virus tersebut, tetapi penguasa tetap tidak berbuat apa-apa.(https://tirto.id). Penguasa hanya menyampaikan sosial distancing atau jaga jarak, berdiam dirumah. Mereka tidak berani menutup bandara atau pelabuhan yang menjadi tempat berkerumunnya orang-orang.  

Untuk pencegahan tersebut, penguasa malah mengimpor obat-obatan juga rapid test, tetapi obat yang diimpor tersebut bukan obat corona. Begitu juga rapid test, ternyata rapid test ini tidak bisa mendiagnosis. Rapid test tersebut hanya untuk melihat apakah sudah ada anti bodi atau tidak, sedangkan anti bodi akan terbentuk jika bergejala, jika tidak bergejala saat dites pakai rapid test maka hasilnya negatif lagi, itu negatif palsu kata dr Erlina Burhan, Spesialis Paru RSUP Persahabatan pada IlC tanggal 22 Maret 2020 dengan tema"Corona Simalakama Bangsa Kita".

Himbaun untuk lockdown tidak digubris, karena penguasa beralasan bahwa jika lockdown diterapkan maka ekonomi akan lamban, sebagaimana yang diungkapkan oleh Deputy Director Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto menilai, pemerintah tak mengambil kebijakan itu menimbang aspek ekonomi. Menurutnya, dengan adanya virus corona, ekonomi Indonesia pasti melambat. Namun, kata dia, pemerintah berupaya menjaga agar penurunannya tidak tajam. "Saya rasa pertimbangan utama pemerintah aspek ekonomi dalam konteks saat ini kan kalau turun ekonominya pasti turun, mungkin yang mau dijaga kemampuan masyarakat untuk tetap bisa mengkonsumsi dengan normal, secara walaupun mulai dibatasi akses transportasi publik, mulai diterapkan sosial distancing, jaga jarak," kata dia kepada detikcom, Minggu (22/3/2020). 

Saat melontarkan alasan ekonomi sehingga tidak lockdown, sebenarnya penguasa ingin melepaskan tanggung jawabnya untuk mengurus rakyat. Jika mereka lebih mengutamakan rakyat, maka yang didapat penguasa dan pengusaha adalah kerugian, karena mereka harus mengeluarkan dana dan juga tenaga yang besar untuk memenehui kebutuhan rakyat. Selain karena ekonomi, keamanan dan juga kehidupan sosial termasuk alasan tidak mau lockdown. Karena ketika penguasa tidak mampu memenuhi kebutuhan primer rakyat, pasti rakyat akan protes sehingga keamanan akan terganggu.

Maka UU no. 6 Tahun 2018 tentang karantina wilayah atau lockdown, hanyalah sebagai penghias saja. Karena mereka tidak berani menerapkan isi dari UU ini. Dimana dalam UU tersebut menyatakan bahwa kebutuhan hewan dan manusia yang daerahnya lockdown ditanggung pemerintah pusat. Namun, kita jangan lah heran dengan kondisi seperti itu, karena begitulah jika menerapkan sistem kapitalisme, yang diutamakan adalah keuntungan bagi pengurus negara bukan keselamatan nyawa rakyatnya. Jika kita melihat keadaan sesungguhnya, bahwa ekonomi ini sudah lamban tanpa adanya wabah corona, ditandai dengan melemahnya nilai rupiah terhadap dollar.
   
Ditengah wabah seperti ini, Seharusnya penguasa mengutamakan dulu rakyatnya daripada yang lain agar rakyat percaya bahwa rezim ini sangat bertanggung jawab terhadap rakyat. Seagaimana yang diungkapkan oleh Rizal Ramli di ILC pada tanggal 15 maret 2020 dengan tema "prokontra lockdown", beliau mengatakan kalau bisa hentikan dulu proyek-proyek infrastruktur yang besar alihkan dulu dananya ketiga sektor yaitu kesehatan, makanan dan daya beli untuk masyarakat miskin.

Namun, apadaya harapan itu tinggal harapan saja, penguasa sampai sekarang belum melakukan lockdown dengan alasan ekonomi, social dan keamanan tersebut,  Jadi kita jangan berharap bahwa dalam sistem kapitalisme penguasa berpihak pada rakyat, para penguasa hanya akan memikirkan isi kantung sendiri. Apalagi dalam sistem kapitalisme juga, agama itu hanya diapandang sebagai agama ritual, sehingga tidak ada perasaan takut kepada Sang Pencipta ketika penguasa gagal mengurus umatnya.

Ini beda halnya dengan sistem Islam. Dalam sistem Islam, umat itu adalah tanggung jawab penguasa. Karena pemimpin itu layaknya penggembala, ia akan melindungi hewan gembalaannya. Sehingga ketika daerah tersebut sedang dilanda bencana, maka penguasa secepatnya mengambil keputusan agar rakyatnya tidak menjadi korban seperti yang terjadi saat ini. Pemerintah Islam saat melakukan lockdown tidak akan takut dengan ekonomi yang lamban bahkan hancur karena negara Islam memiliki SDA yang melimpah. SDA yang ada akan dikelola sendiri oleh negara Islam bukan diserahkan kepada negara asing seperti yang terjadi saat ini. Ketika terjadi pandemik, pemerintah bingung mau mengambil kebijakan, apakah lockdown atau tidak. Karena negara tidak memiliki dana untuk membantu rakyatnya. 

Sedangkan SDA dalam negara Islam dikelola oleh negara dan hasilnya dikembalikan  kepada rakyat berupa jaminan kesehatan, pendidikan, ekonomi. Selain itu,  penguasa juga akan menyediakan sarana dan prasarana kesehatan yang memadai, juga manusia yang profesional. Sehingga saat wabah penyakit datang, penguasa dengan cepat mengatasi hal tersebut.

Itu dilakukan karena penguasa adalah penguasa yang takwa, yang takut melalaikan amanah dari Allah SWT. Kekuasaan dalam Islam bukan untuk dipamerkan, tetapi kekuasaan tersebut untuk menjalankan perintah Allah SWT. 

"Wallahu'alabishowab"

Post a Comment

Previous Post Next Post