Oleh : Akke Azhar Annisa
Anggota Akademi Menulis Kreatif
Pandemi Corona Virus Disease 19 (Covid-19) terus menyebar ke berbagai wilayah. Semua disasar. Tak peduli agama, suku, ras, tempat tinggal maupun status sosial. Jumlah pasien yang positif terinfeksi Virus Corona (Covid-19) di Indonesia per 6 April 2020 jadi 2.491 orang. Dari jumlah itu, 209 orang di antaranya meninggal dunia dan 192 pasien dinyatakan sembuh. Artinya, rata-rata tingkat kematiannya (case fatality rate) mencapai 9,36%. Angka ini paling tinggi di Asia dan urutan kedua di dunia setelah Italia.(CNNIndonesia, 06/04/2020)
Ketua Satgas Covid-19 dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Prof. dr. Zubairi Djoerban Sp.PD memprediksi penyebaran Covid-19 ini seperti gunung es. Artinya, jumlah kasus yang terlihat tampak sedikit, padahal banyak yang tidak terungkap.
Tuntunan Syari' Hadapi Pandemi
Sungguh Islam adalah agama yang sempurna. Islam adalah petunjuk bagi manusia dalam segala hal, apa saja. Dalam menghadapi wabah (pandemi) Covid-19 ini, kaum muslim penting untuk memperhatikan petunjuk syariat. Baik yang bersifat i’tiqadi (keyakinan) maupun ‘amali.
Wabah Covid-19 ini merupakan musibah yang menjadi bagian dari qada atau ketetapan Allah Swt. (QS. al-Hadid [57]: 22). Sikap seorang muslim terhadap qada Allah Swt adalah rida. Sikap rida terhadap qada ini memberikan kebaikan. Sebaliknya, kita dilarang membenci qada Swt. Rasul saw. bersabda:
"Sungguh besarnya pahala itu seiring dengan besarnya ujian. Sungguh jika Allah mencintai suatu kaum, Dia menguji mereka. Siapa saja yang rida, untuk dia keridaan itu dan siapa yang benci, untuk dia kebencian itu". (HR. at-Tirmidzi, Ibnu Majah dan al-Baihaqi)
Sebagai qada, musibah itu tak terhindarkan sehingga bagaimanapun harus dihadapi. Untuk itu, sikap sabar harus dipupuk sebab Allah Swt. memang akan menguji hamba-Nya dengan musibah. Allah Swt. memberikan kabar gembira kepada orang yang sabar menghadapi musibah (QS. al-Baqarah [2]: 155-157)
Rasul saw. pun mengajari kita agar istirja’ atau mengembalikan segalanya kepada Swt. dan berdoa. Dalam kondisi itu hendaknya juga banyak berzikir. Zikir akan dapat menenteramkan hati (QS ar-Ra’du [13]: 28).
Hendaknya juga memperbanyak ibadah dan taqarrub kepada Allah Swt. baik salat, sedekah, tilawah Al-Qur'an, salat-salat sunah dan taqarrub lainnya.
Selain itu tentu banyak memohon kepada Allah Swt. agar wabah Covid-19 ini bukan azab dari-Nya; semoga wabah ini segera diangkat dan dihilangkan oleh Allah Swt.
Di dalam riwayat Imam Ahmad, Rasul saw. memerintahkan umatnya untuk berobat. Artinya, harus ada ikhtiar agar penyakit, termasuk wabah, segera hilang.
Rasul saw. pun memberikan tuntunan:
"Janganlah kalian mencampurkan orang yang sakit dengan yang sehat". (HR. al-Bukhari)
Covid-19, menurut para ahli, bisa menular melalui droplet air liur yang keluar ketika berbicara, bersin, dan sebagainya. Karena itu, untuk mencegah penularan atau tertular, hendaknya ada jarak ketika berinteraksi, yang menurut para ahli 1-2 meter. Tidak melakukan kontak fisik baik salaman, berpelukan, berciuman, dan sebagainya. Protokol seperti itu disebut physical distancing atau social distancing.
Rasul saw. juga bersabda:
"Jauhilah penyakit kusta sebagaimana engkau lari dari kejaran singa". (HR. Ahmad).
Ini bisa dimaknai agar menghindarkan diri dari tertular penyakit dan melakukan berbagai upaya pencegahan. Perintah ini melengkapi petunjuk dalam hadis sebelumnya.
Kita juga perlu sering mencuci tangan, sebaiknya dengan sabun, secara benar; menghindari menyentuh atau mengusap muka, kecuali tangan bersih atau setelah mencuci tangan; segera mencuci pakaian setelah pergi keluar rumah; termasuk melakukan semua itu begitu tiba di rumah setelah pergi ke luar, dan sebagainya. Sebagaimana anjuran para ahli.
Rasul saw. juga memberikan tuntunan:
"Jika kalian mendengar wabah di suatu wilayah, janganlah kalian memasukinya. Jika terjadi wabah di tempat kalian berada, janganlah keluar darinya". (HR. al-Bukhari).
Ini berarti, harus dilakukan karantina atau isolasi atas wilayah yang terkena wabah. Larangan masuk dan keluar wilayah itu juga mencakup semua sarana untuk masuk dan keluar darinya, yaitu transportasi.
Rasul saw. bersabda tentang tha’un:
"Tha’un itu merupakan azab yang Allah timpakan kepada siapa yang Dia kehendaki dan Allah jadikan sebagai rahmat untuk kaum mukmin. Tidaklah seorang hamba, saat tha’un terjadi, berdiam di negerinya—dalam riwayat Imam Ahmad yang lain: lalu dia berdiam di rumahnya—seraya bersabar dan mengharap rida Allah Swt, dan dia menyadari bahwa tidak menimpa dirinya kecuali apa yang telah Allah tuliskan untuk dia, kecuali bagi dia pahala semisal pahala syahid". (HR. al-Bukhari dan Ahmad)
Inilah yang sekarang disebut sebagai lockdown, baik parsial maupun total.
Pelaksanaan semua protokol itu merupakan tanggung jawab syar’i semua anggota masyarakat. Hukumnya wajib. Agar penularan tak terjadi. Rasul saw. telah bersabda, “Lâ dharara wa lâ dhirâra (Tidak boleh memadharatkan diri sendiri maupun orang lain).” (HR. Ahmad, Ibnu Majah, al-Hakim, al-Baihaqi, Malik dan asy-Syafii)
Selain itu, dalam situasi sulit ini, masyarakat hendaknya saling membantu agar kelangsungan hidup mereka dan keluarganya bisa terjamin.
Inilah yang harus dilakukan kaum muslim. Tentu, negaralah yang bertanggung jawab atas keselamatan seluruh rakyat.
Semoga pandemi ini segera berhenti. Aamiin.
Wallaahua'lam bishshawaab
Post a Comment