By : Hasna Fauziyyah Khairunnisa
Virus corona atau di kenal dengan covid-19 adalah virus yang saat ini tengah banyak diperbincangkan karena penyebarannya yang sangat cepat. COVID-19 adalah penyakit yang disebabkan oleh novel coronavirus (2019-nCoV), jenis baru coronavirus yang pada manusia menyebabkan penyakit mulai dari flu biasa hingga penyakit yang serius seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan Sindrom Pernapasan Akut Berat/ Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS).
Terkait dengan penularannya, virus ini bisa menempel pada media atau tangan yang menyentuh mulut atau cairan hidung lalu menyentuh suatu media, baik berupa kayu, besi, kertas, logam, kain untuk jangka waktu yang berbeda-beda. Jika tangan seseorang menyentuh media yang ada virus covid-19, lalu menyentuh muka (mulut, hidung, mata), hal itu bisa membuat tertular. WHO bahkan sudah meningkatkan status covid-19 menjadi pandemi. Hingga saat ini, virus corona sudah menginfeksi hingga 152 negara, termasuk Indonesia. Di Jawa Barat saja, hingga hari ini, dikutip dari Pusat Informasi & Koordinasi COVID-19, yang positif terpapar virus covid 19 adalah 198 orang, termasuk di dalamya yang sembuh 11 orang dan yang meninggal 21 orang.
Dalam menghadapi wabah (pandemi) covid-19 ini, kaum Muslim penting untuk memperhatikan petunjuk syariah. Rasul SAW. memberikan tuntunan :
إِذَا سَمِعْتُمْ بِالطَّاعُونِ بِأَرْضٍ فَلاَ تَدْخُلُوهَا، وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوا مِنْهَا
Jika kalian mendengar wabah di suatu wilayah, janganlah kalian memasukinya. Jika terjadi wabah di tempat kalian berada, janganlah keluar darinya (HR al-Bukhari).
Ini berarti, harus dilakukan karantina atau isolasi atas wilayah yang terkena wabah. Larangan masuk dan keluar wilayah itu juga mencakup semua sarana untuk masuk dan keluar darinya, yaitu transportasi. Penduduk wilayah yang dilanda wabah bukan hanya diperintahkan untuk berdiam di negeri/wilayahnya. Mereka pun diperintahkan untuk berdiam di rumahnya. Ketika seseorang tetap berdiam di wilayahnya dan berdiam di rumahnya, tidak keluar kecuali untuk keperluan yang penting sekali, seraya dia bersabar mengharap ridha Allah SWT dan meyakini akan qadha’ Allah maka untuk dia ada pahala setara dengan pahala syahid. Rasul SAW. bersabda tentang tha’un:
أَنَّهُ كَانَ عَذَابًا يَبْعَثُهُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى مَنْ يَشَاءُ، فَجَعَلَهُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ رَحْمَةً لِلْمُؤْمِنِينَ، فَلَيْسَ مِنْ عَبْدٍ يَقَعُ الطَّاعُونُ، فَيَمْكُثُ فِي بَلَدِهِ -في رواية أخرى لأحمد: فَيَمْكُثُ فِي بَيْتِهِ- صَابِرًا مُحْتَسِبًا، يَعْلَمُ أَنَّهُ لَمْ يُصِبْهُ إِلَّا مَا كَتَبَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ لَهُ، إِلَّا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ الشَّهِيدِ
Tha’un itu merupakan azab yang Allah timpakan kepada siapa yang Dia kehendaki dan Allah jadikan sebagai rahmat untuk kaum Mukmin. Tidaklah seorang hamba, saat tha’un terjadi, berdiam di negerinya—dalam riwayat Imam Ahmad yang lain: lalu dia berdiam di rumahnya—seraya bersabar dan mengharap ridha Allah, dan dia menyadari bahwa tidak menimpa dirinya kecuali apa yang telah Allah tuliskan untuk dia, kecuali bagi dia pahala semisal pahala syahid (HR al-Bukhari dan Ahmad).
Protokol isolasi wilayah dan isolasi/karantina diri di rumah oleh tiap-tiap orang warga wilayah itu mungkin yang sekarang disebut lock down, baik parsial maupun total. Protokol ini penting sekali untuk memutus rantai penyebaran penyakit dari satu wilayah ke wilayah lainnya dan dari satu orang ke orang lainnya. Pelaksanaan semua protokol itu merupakan tanggung jawab syar’i semua anggota masyarakat. Hukumnya wajib. Sebab jika abai, mereka berpelung tertular dan menularkan penyakitnya kepada orang lain; termasuk orang-orang terdekat (anak, istri, suami, bapak, ibu dan kerabat lainnya). Padahal Rasul saw. telah bersabda, “Lâ dharara wa lâ dhirâra (Tidak boleh memadaratkan diri sendiri maupun orang lain).” (HR Ahmad, Ibnu Majah, al-Hakim, al-Baihaqi, Malik dan Asy-Syafii).
Namun sungguh ironis memang, Indonesia sebagai salah satu representasi negeri dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia, namun negara ini tidak segera mengambil solusi syar’i yang telah ditetapkan dalam syariat Islam dalam mengatasi wabah corona ini. Pemerintah justru terkesan abai, pasca kasus corona merebak di Wuhan. Pemerintah tidak membatasi ketat pergerakan wisatawan mancanegara, awalnya bahkan pejabat pemerintah ada yang menjadikan corona sebagai bahan candaan, dan Presiden Jokowi mengalokasikan dana untuk Influencer, hotel dan restoran, agar wisatawan mancanegara dapat meramaikan kembali sektor pariwisata.
Tercatat pada januari, turis China yang masuk Indonesia 113.646 orang (Kompas, 04/03). Kini transmisi virus corona sudah meluas, baik pemerintah maupun rakyat harus menanggung akibatnya. Pada akhirnya, ketika penyebaran virus mulai tak terkendali, beberapa negara menerapkan strategi bertahap yang justru memungkinkan transimisi virus ini berkembang secara eksponensial, himbauan untuk melakukan social distancing di area publik, kemudian melakukan lockdown mandiri - mengkarantina diri sendiri, Isolasi semacam ini sebut saja parsial, dan ketika sudah menyebar tak terkendali sebagaimana di Italia dan Spanyol baru dilakukan total lockdown. Contoh tersebut memberikan gambaran kepada kita bagaimana penanganan negara kapitalis menjadi jelas bahwa itu tidak mengatasi persoalan. Dari sini kita dapat melihat bahwa sistem kapitalisme telah gagal untuk mensejahtrakan masyarakat dari semua bidang terutama dalam bidang Kesehatan dan ekonomi. Oleh karena itu sudah sepatutnya kita kembalikan lagi seluruh persoalan ke dalam prespektif Islam.
Berbeda dengan daulah Islam, negara harus menjamin pelayanan kesehatan berupa pengobatan dan obat secara gratis untuk seluruh rakyat, mendirikan rumah sakit dan laboratorium pengobatan. Penelusuran penyakit dilakukan oleh para ahli kesehatan dan didukung infrastruktur yang memadai untuk segera dilakukan penelitian atas virus wabah tersebut, sehingga didapatkan penindakan dan rekomendasi terbaik untuk pengobatan. Sementara orang-orang yang sehat tetap melanjutkan kerja mereka. Kehidupan sosial dan ekonomi tetap berlanjut sebagaimana sebelumnya ketika penyakit menular belum mewabah, tidak menghentikan kehidupan masyarakat secara umum dan mengisolasi mereka di rumah, yang akan menambah persoalan berikutnya, yakni melumpuhkan kehidupan ekonomi atau hampir lumpuh sehingga dapat menuai krisis. Hal ini tentu tidak dapat terwujud kecuali dengan menerapkan aturan Islam secara kaffah dalam bingkai sebuah daulah.
Post a Comment